Cherreads

Chapter 6 - Bab 6: Surat Tanpa Nama

Pagi itu, langit mendung menggantung di atas atap sekolah. Naira datang lebih awal dari biasanya. Entah kenapa, perasaannya gelisah sejak semalam.

Ia berjalan menuju kelas, seperti biasa, dengan langkah tenang dan kepala sedikit tertunduk. Ketika sampai di bangkunya, ia membuka tas, mengambil buku puisinya—dan menemukan sesuatu yang tidak ia letakkan di sana.

Sebuah kertas lipat kecil.

Hanya dilipat dua, tanpa nama, tanpa tanda. Tapi kertas itu diselipkan rapi di antara halaman puisinya.

Dengan hati-hati, Naira membuka kertas itu. Tulisan tangan yang tak asing terbaca:

"Puisimu terlalu dalam untuk disimpan sendiri.Tapi, jika kamu ingin diam, aku akan jadi suara yang menjagamu."

Naira menggenggam kertas itu erat-erat. Dadanya sesak. Ia tahu siapa yang menulis ini. Hanya satu orang yang bisa menyentuh pikirannya dengan kalimat seperti itu—Alvan.

Selama pelajaran berlangsung, Naira terus berpikir.

Kenapa Alvan tidak bilang langsung? Kenapa harus menulis? Dan… apa maksud dari "jadi suara yang menjagamu"?

Saat istirahat, ia akhirnya menemui Alvan di belakang aula, tempat mereka biasa duduk kalau ingin bicara tanpa gangguan.

"Kamu nitip sesuatu di bukuku?"tanya Naira, langsung ke intinya.

Alvan, yang sedang duduk bersandar dengan sebatang permen di mulut, tersenyum pelan.

"Mungkin."

"Kenapa nggak ngomong langsung?"

"Karena kadang, kata-kata yang ditulis lebih jujur daripada yang diucapkan."

Naira menatapnya tajam.

"Kamu tahu... kata-kata kayak gitu bisa bikin orang salah paham."

Alvan terdiam sejenak. Lalu ia mendongak.

"Nggak salah paham kalau memang aku serius."

Naira terdiam. Suasana hening, hanya terdengar suara dedaunan bergesekan tertiup angin.

"Aku nulis puisi karena aku takut bicara. Kamu nulis surat karena takut didengar?"

"Bukan takut didengar," jawab Alvan."Takut nggak dianggap."

Hari itu, sesuatu bergeser dalam hati Naira.

Bukan hanya rasa nyaman. Bukan hanya rasa penasaran. Tapi... rasa ingin tahu apakah ia sedang jatuh cinta.

Malamnya, ia kembali menulis, tapi bukan puisi. Untuk pertama kalinya, ia menulis balasan.

"Aku bukan seseorang yang butuh dijaga.Tapi aku juga tak keberatan jika kamu tetap tinggal."

Ia melipat kertas itu, lalu menyelipkannya ke halaman buku catatan proyek yang akan ia bawa ke ruang latihan esok pagi.

More Chapters