Cherreads

Chapter 27 - Separate roads

Langit sore memerah, sisa-sisa asap dari kota yang baru saja dipulihkan masih membubung samar di cakrawala. Clara berdiri di depan gerbang istana, wajahnya menunduk. Ia tidak tahu harus berkata apa pada pria di hadapannya — seseorang yang dulu ia anggap pahlawan, kini terlihat seperti sosok yang sepenuhnya asing.

Kael menatapnya dengan tenang. Tidak ada amarah di matanya, hanya kelelahan yang mendalam, seperti seseorang yang telah berjalan terlalu jauh dan kehilangan arah.

"Clara," ucapnya lirih, "kita tidak saling membutuhkan lagi."

Kata-kata itu menghantam lebih keras dari tebasan pedang mana pun. Clara menggigit bibirnya, menahan perasaan yang tak bisa dijelaskan — antara marah, sedih, dan takut. Tapi ia tahu… ini bukan saatnya membantah. Ia menunduk dan berbisik, "...Kalau begitu, semoga kau menemukan alasanmu untuk tetap menjadi manusia, Kael."

Kael tidak menjawab. Ia hanya melewati Clara tanpa menoleh, langkahnya berat tapi mantap, seperti orang yang sudah lama menyiapkan diri untuk sendirian.

Di sisi lain, di ruang peristirahatan kerajaan, John duduk diam menatap dinding. Matanya kosong — ia masih berusaha memahami semuanya. Darah, teriakan, kehilangan. Dunia yang ia yakini akan berubah menjadi lebih baik kini hanya meninggalkan kehampaan.

Kael masuk tanpa suara, hanya tatapan yang cukup untuk membuat John tersadar.

"Sudah berakhir, John," kata Kael tenang. "Perjanjian kita… selesai. Kau bebas sekarang. Dunia ini tidak lagi mengikatmu."

John menatapnya dengan ragu. "Jadi… itu saja? Setelah semua yang kita lewati, semua yang kita korbankan?"

"Ya," jawab Kael, "itu saja. Besok, kau akan mendapat hadiahmu di Utara. Setelah itu, lakukan apa pun yang kau mau."

Tapi John menggenggam lututnya, menunduk. "Aku tidak mau hadiah. Aku hanya ingin ikut kau lagi, Kael. Aku tahu, aku cuma karakter kecil dalam kisahmu, tapi… aku ingin tetap di sisimu. Aku ingin bantu mengubah dunia ini."

Kael terdiam lama, lalu tersenyum tipis — senyum yang tak bisa dibedakan antara sedih dan tulus.

"Kalau hanya kali ini," katanya pelan, "baiklah. Tapi nanti aku akan pergi. Dunia ini terlalu luas untuk karakter sampingan sepertimu berkeliaran tanpa arah."

John tidak tersinggung, malah tertawa kecil, "Kau tahu, kalau aku manusia biasa, aku pasti marah dengar kata itu."

Kael menepuk bahunya pelan. "Tapi kau bukan manusia biasa, John. Kau salah satu dari sedikit yang berani berdiri saat semua orang berlutut. Dunia ini butuh orang seperti itu."

Malam itu mereka berangkat menuju Utara. Jalanan gelap hanya diterangi cahaya obor dan sinar bulan yang pecah di atas salju. Angin menusuk, tapi entah kenapa perjalanan terasa hangat. Tidak ada dialog besar di antara mereka — hanya kesunyian yang menyatukan dua orang yang sama-sama kehilangan sesuatu.

Saat mereka tiba di gerbang Utara, udara dingin menyambut dengan lembut. Seorang pelayan sudah menunggu, mengenakan mantel tebal khas Azael. Ia membungkuk di hadapan Kael.

"Yang Mulia, Ratu Arizone memanggil Anda. Ia menanti di ruang singgasana."

Kael hanya mengangguk, menatap sekilas John. "Kau tahu ke mana harus pergi. Bilik harta di sayap barat. Ambil hadiahnya, dan jangan terlalu lama."

John menegakkan badan, "Baik, Kael. Tapi jangan pikir aku akan berhenti di sini."

Kael membalas dengan lirih, "Aku tahu, John. Justru itu yang membuatmu berharga."

Mereka berpisah di koridor bercabang dua, langkah mereka menjauh perlahan. Dari kejauhan, dua bayangan itu tampak seperti dua tokoh yang pernah berjalan bersama di kisah besar, namun kini harus menempuh bab mereka masing-masing.

Kael melangkah ke arah aula dingin tempat Arizone menunggu, cahaya lilin memantul di matanya yang lembut namun berbahaya.

Sementara John menapaki lorong menuju ruang harta, tanpa sadar membawa beban emosi yang lebih besar dari hadiah apa pun yang menantinya.

Dan di luar istana, salju mulai turun perlahan — tenang, dan hening.

More Chapters