Cherreads

Chapter 33 - Bad stories

Denting lonceng di pintu toko buku itu lembut, hampir terselubung aroma kertas dan kayu tua. Suasana sejuk di sore hari, dengan tumpukan buku yang menjulang, seperti dinding rahasia menuju dunia lain. Elior memandangi sekeliling dengan mata berbinar, sementara Kael dan Nolan berjalan santai di antara rak, seolah tiap sudut sudah akrab bagi mereka.

Kael berhenti di barisan novel teramai. Tatapannya datar saat ia mengambil satu buku, membuka halaman pertama, lalu menutupnya tanpa ekspresi.

"Ceritanya… dangkal," gumamnya, meletakkan kembali buku itu dengan hati-hati namun tanpa pujian.

Nolan, yang berdiri di sampingnya, terkekeh pelan. "Sampah banget, ya. Kayak nulis cuma buat ngejar views, bukan nyeritain apa-apa."

Suaranya ringan, tapi ada nada kecewa yang samar—seperti kekecewaan yang sudah akrab dengannya.

Kael menoleh, menatap Nolan dengan dingin tetapi tak marah. "Wajar. Orang kebanyakan cuma mau yang ringan, yang bikin mereka lupa sama diri sendiri. Cerita CEO, MC langsung overpower, harem nggak jelas… ya itu."

Nolan tersenyum kecil. "Denger Kael ngomong gitu, rasanya nyesek. Kayak dibilangin langsung sama karakter yang sadar dia di dunia fiksi."

Kael hanya mendengus, namun di balik ketenangannya tampak kilatan yang sulit dijelaskan.

Elior, yang dari tadi memperhatikan, akhirnya buka suara. "Kalian ngomongnya… kayak benar-benar paham isinya. Seolah pernah hidup di dalamnya."

Kael menatap sekejap, lalu menjawab datar, "Kamu kebanyakan mikir."

Elior terdiam, tetapi matanya tak lepas dari mereka. Rasa ingin tahu mengembang perlahan.

Nolan mengangguk, nadanya lebih lembut. "Mungkin karena kami terlalu menyukainya. Dulu hidup terasa berat, cerita-cerita seperti ini jadi pelarian. Lama-lama kami malah merasa menyatu dengan ceritanya."

Ia menatap rak buku itu, jari-jarinya menyusuri punggung novel seakan menelusuri tulang belakang makhluk hidup. "Ketika kita membaca, kita menyeberang ke dunia lain—dunia yang kadang terasa lebih nyata dari kenyataan sendiri."

Elior terdiam, kata-kata itu meresap seperti tinta pada kertas. Sesuatu dalam dadanya menyala perlahan, seperti fajar yang belum sepenuhnya terbit namun sudah menjanjikan kehangatan.

"Kalau begitu… aku juga ingin mengerti," katanya pelan. "Aku mau merasakan apa yang kalian rasakan."

Nolan menepuk bahu Elior sambil tersenyum. "Ingat, cerita baru hidup kalau punya jiwa. Kalau kamu bisa merasakannya, berarti kamu sudah mulai mendengarkan mereka."

Tiba-tiba, suasana toko terasa berbeda—hangat, tapi hening. Sinar senja menembus jendela, menciptakan bayangan panjang di lantai. Entah mengapa, Elior tahu momen itu akan terpatri selamanya. Bukan hanya karena kata-kata mereka, melainkan… ada sesuatu di baliknya. Sesuatu yang belum ia mengerti, namun akan perlahan ditemukannya.

Di luar, langit pun berubah warna—seolah waktu sendiri menyesuaikan napas dengan kisah mereka.

More Chapters