Kael melangkah tenang memasuki aula besar, wajahnya tetap dingin namun setiap mata yang menatapnya seakan terbakar oleh aura yang memancar darinya. Para bangsawan berdiri, menyambutnya dengan senyum hangat, kata-kata penuh penghormatan dan dukungan—seolah tak ada bisik-bisik atau intrik yang pernah terjadi sebelumnya.
"Kael Veyran, Sang Main Character, kehadiranmu adalah anugerah bagi kami semua," ucap seorang bangsawan senior, suaranya penuh hormat namun ada kedalaman yang ingin menyingkap keraguan.
Kael menatap mereka, membaca setiap gerakan, setiap tatapan, dan merasakan rencana tersembunyi yang mereka sembunyikan di balik keramahan itu. Ia tahu ada yang ingin menjatuhkannya, namun senyum tipis muncul di bibirnya, karena sedikit kata yang ia ucapkan cukup untuk membongkar percikan rencana pengkhianat itu.
Seorang bangsawan muda melanjutkan, "Kami menghadapi ancaman besar, Kael. Ras Azael… mereka sangat kuat, sangat mendominasi wilayah kita. Kita… kita kesulitan menghadapi mereka."
Kael mengangguk perlahan, suaranya lembut namun pasti:
"Aku akan mengusir ras itu… dan membawa perdamaian."
Sekilas, seluruh aula terdiam, lalu sorak-sorai meledak. Para bangsawan tersenyum lega, beberapa bahkan menatap Kael dengan haru—percaya bahwa Sang Main Character akan menyelamatkan mereka dari ketakutan.
Namun Kael tidak memalingkan pandangannya dari beberapa mata yang menyipit: para pengkhianat yang sudah mulai menebar gosip, menyusun strategi untuk menyingkirkannya sebelum ia bisa bertindak. Kael tahu mereka. Setiap kata yang diucapkan, setiap langkah yang ia ambil, memicu sedikit keretakan dalam rencana mereka, dan meski para bangsawan lain cepat menutupi kekeliruan itu, Kael hanya tersenyum ringan—tidak perlu mempermasalahkannya.
Ia menatap jauh ke horizon aula, membayangkan ras Azael, sosok-sosok sempurna tapi tercela, bangga akan perbuatan mereka yang penuh maksiat. Mereka membenci para Trinity of Story, memprovokasi manusia dan ras lain untuk jatuh bersamanya. Sadar akan sifat mereka, Kael merasakan darahnya mendidih, tapi juga kegembiraan—ini adalah momen yang telah ia tunggu.
"Ras Azael," gumam Kael dalam hati, "kalian hebat, tapi kalian belum pernah menghadapi Main Character yang tahu jalan kalian sejak awal."
Di dalam aula, para bangsawan masih tersenyum dan mendukungnya, namun Kael tahu bahwa ancaman sejati selalu tersembunyi di balik senyum mereka sendiri. Ia merasakan ketegangan yang menumpuk seperti badai yang menunggu untuk dilepaskan.
Dan di luar pandangan semua orang, bayangan Azael bergerak di balik langit kota, kekuatan mereka mulai berpusat, bersiap menghadapi kehadiran Kael. Semuanya, dari penghianat yang berbisik hingga ras sempurna yang tercela, akan segera menyadari bahwa kedatangan Main Character bukan sekadar pertunjukan—tapi awal dari pertarungan yang akan mengubah dunia.
Kael menegakkan punggungnya, menarik napas dalam-dalam, dan melangkah keluar aula, menuju tempat pertama di mana ia akan menghadapi Para mahkluk itu. Angin berhembus kencang, menandai dimulainya babak baru, pertarungan nyata Sang Main Character dengan dunia yang menentangnya sekaligus mengujinya.
