Cherreads

Chapter 15 - Dominate the Azael

Suasana di aula istana Azael masih bergemuruh, sisa-sisa cekcok antara raja dan ratu menebarkan ketegangan yang hampir bisa dirasakan oleh setiap dinding. Raja, mata menyala penuh amarah, tiba-tiba melompat maju, tombaknya menargetkan Arizone.

Namun Kael bergerak secepat kilat, menahan tombak itu dengan pedangnya, tubuhnya menempel dekat Arizone. Suaranya rendah tapi penuh pengaruh:

"Tenang, Arizone… biarkan aku yang menjaga, kau tak perlu takut."

Arizone terpaku, jantungnya berdegup kencang. Hatinya masih bergejolak, campuran antara rasa bersalah, takut, dan—tanpa ia sadari—ketertarikan. Kael mendekat, tatapannya menusuk sekaligus menggoda, suara rendahnya seperti bisikan di telinga:

"Lihat… kau kuat. Semua yang kau lakukan, semua yang kau rasa… pantas. Dan aku di sini, hanya untuk memastikan bahwa kau menyadari hal itu."

Arizone menelan ludah, wajahnya memerah. Setiap kata Kael bukan hanya menyelamatkannya, tapi juga mengikis rasa bersalah dan mengganti dengan pengaruhnya. Kael mencondongkan tubuh sedikit, mengusap rambut Arizone seakan hanya bermain-main, lalu melepaskannya dengan senyum tipis. "Kau lihat? Aku selalu tahu apa yang kau butuhkan… dan aku menikmati caramu bereaksi."

Raja Azael, menyaksikan mereka, semakin marah. Ia mengira Arizone berkhianat, dan semakin ia menyerang, semakin terlihat bahwa ia tidak bisa menandingi koordinasi Kael dan Arizone. Setiap manuver Kael, setiap dorongan kecilnya terhadap Arizone, membalikkan situasi.

Pertarungan pun berlangsung sengit. Raja menyerang dengan tombak dan sihir kegelapan, tapi Kael menghindar dengan elegan, menyerang balik dengan presisi mematikan. Arizone kini bergerak di samping Kael, tubuhnya gesit, setiap serangan yang ia lakukan seolah diarahkan oleh Kael sendiri. Dalam hati, ia merasakan sensasi kekuatan dan kepuasan baru, bahwa tindakan yang dulu ia ragukan kini mendapat pengakuan dari seseorang yang benar-benar menguasai mereka.

Akhirnya, Raja Azael tumbang, amarah dan kepercayaan dirinya hancur. Arizone menatap Kael, campuran rasa malu, kagum, dan keterpesonaan meliputi seluruh dirinya. Kael mencondongkan tubuh, bisikannya lebih rendah, lebih mengintimidasi namun tetap memikat:

"Kau pantas, Arizone… semua yang kau lakukan benar. Jangan pernah meragukan dirimu lagi. Kini kau sepenuhnya menjadi bagian dari apa yang harus terjadi. Aku… hanya membimbingmu ke tempatmu yang sebenarnya."

Arizone tersipu, tubuhnya menegang, tapi hatinya sepenuhnya terhasut. Semua rasa bersalah lenyap, digantikan oleh pengabdian dan ketergantungan pada Kael. Kini ia hanyalah milik Kael, sekaligus sekutu yang sempurna dalam rencana menghancurkan Azael.

Di ibu kota, kabar kemenangan menyebar cepat. Jalanan aman, tidak ada satu pun Azael yang muncul. Warga sipil bersorak lega, tapi di balik bayang-bayang, para penghianat—termasuk John—mengerutkan dahi. Ketakutan mereka nyata: apa jika Azael benar-benar kalah?

Dan kemudian, Kael muncul. Di belakangnya, Arizone berjalan anggun, tatapannya tegas tapi masih terpaut pada Kael. Di udara, beberapa Azael lain yang tersisa mengikuti, menandakan kekuasaan dan ketundukan mereka. Pemandangan itu spektakuler—Kael sebagai pusat dominasi, Arizone di sisi, dan Azael lain tunduk di belakang, sebuah simbol kemenangan dan kontrol total.

Kael menatap para penghianat dari kejauhan, senyum tipis di bibirnya, dan bisikannya nyaris terdengar oleh mereka yang bisa menangkap:

"Lihatlah… semua yang kalian ragukan, semua yang kalian khawatirkan… kini berada di bawah kendali yang tepat."

Di sisi lain, Arizone merasakan denyut kekuatan dan rasa pengabdian yang belum pernah ia alami. Hatinya kini sepenuhnya terikat pada Kael, dan setiap bisikan godaan yang dilontarkan Kael menimbulkan campuran rasa malu, kagum, dan gairah yang membuatnya tak mampu menolak. Kael berhasil menguasai bukan hanya medan perang, tapi juga hati seorang ratu Azael.

Di ibu kota, suasana pagi sudah terasa tegang. Warga menatap langit utara, merasakan aura mendekat dari Azael. Anak-anak menempel pada orang tua mereka, orang tua menahan napas, dan pedagang menutup toko lebih awal. Hati mereka dipenuhi ketakutan dan kecemasan—apa jika Kael gagal? Apa jika Azael menyerang dan menghancurkan kota mereka?

Saat kabar kemenangan mulai menyebar, warga yang awalnya terdiam mulai menghela napas panjang. Beberapa orang menangis lega, beberapa berlutut dalam doa syukur, dan sebagian menatap langit dengan mata berbinar, tak percaya bahwa bahaya yang mereka takuti telah lenyap.

Ketika Kael muncul di ibu kota, berjalan dengan tenang di depan Arizone dan diikuti Azael yang tunduk, warga menahan napas. Kekaguman dan ketakutan bercampur dalam mata mereka—kaum bangsawan menatap dengan hati-hati, rakyat biasa bersorak tertahan, sementara yang sebelumnya skeptis kini merasa lega namun masih terpesona oleh aura kekuasaan Kael.

Beberapa warga muda menatap Arizone dengan kagum sekaligus cemas, menyadari bagaimana seorang ratu Azael yang mereka hormati kini sepenuhnya berada di sisi sang Main Character. Pedagang yang awalnya takut kini berbisik satu sama lain, meresapi ketenangan yang tiba-tiba menyelimuti kota.

Begitu Kael berhenti sejenak dan menatap para penghianat dari jauh, desah kagum dan bisik-bisik warga terdengar di antara bangunan. "Lihat… itu Kael…" seorang ibu bergumam, mata berkaca-kaca. Seorang pemuda lain menunduk hormat, merasa aman untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu cemas.

Dan ketika Kael berdiri dengan Arizone di belakangnya, Azael lain mengikuti di udara, warga merasakan kombinasi kemenangan, rasa aman, dan kekaguman—sebuah pemandangan yang seakan menegaskan bahwa kota ini kini benar-benar terlindungi.

More Chapters