Tahun-tahun berikutnya adalah permainan peran yang paling rumit. Siang hari, aku adalah Bintang, anak SD jenius yang selalu membuat gurunya kehabisan pertanyaan. Malam hari, aku adalah perencana masa depan keluargaku.
"Bu, jangan ikut arisan yang ditawarkan Bu RT itu, sepertinya aneh," kataku suatu hari, setelah mendengar obrolan mereka. Ibu awalnya ragu, tapi menuruti. Sebulan kemudian, arisan itu bubar dan bandarnya kabur membawa uang.
"Pak, atap di bagian dapur lebih baik diperbaiki sekarang, sebelum musim hujan besar tahun depan," saranku pada Bapak. Bapak mengeluh soal biaya, tapi aku terus mendesak. Benar saja, musim hujan berikutnya datang dengan badai terburuk dalam lima tahun, dan rumah tetangga kami kebanjiran. Rumah kami aman.
Intervensi kecil ini perlahan membuahkan hasil. Keluarga kami tidak menjadi kaya, tapi kami terhindar dari beberapa musibah finansial yang kuingat pernah melumpuhkan kami.
Namun, fokus utamaku adalah Budi. Ikatan kami adalah sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh orang lain. Ia adalah bayanganku. Kemana pun aku pergi di dalam rumah, ia akan merangkak atau berjalan tertatih-tatih di belakangku. Aku mengajarinya berbicara, aku yang pertama kali memberinya buku cerita.
Gema emosional di antara kami mulai terasa nyata. Suatu malam, aku bermimpi buruk. Aku kembali ke kehidupanku yang dulu, merasakan keputusasaan saat dipecat dari pekerjaan, merasakan kesepian di kamar kos yang sempit. Aku terbangun dengan napas terengah-engah dan keringat dingin. Di samping tempat tidurku, berdiri Budi yang baru berusia tiga tahun, menatapku dengan mata cemas.
"Kak Tang ... sedih?" tanyanya dengan cadel.
Aku tertegun. Bagaimana ia bisa tahu? Aku menariknya ke dalam pelukan. "Nggak apa-apa, Budi. Kakak cuma mimpi."
Ia memelukku erat. "Budi juga... sedih."
Di saat itulah aku benar-benar mengerti. Kami bukan hanya kakak dan adik. Kami adalah satu jiwa dalam dua tubuh. Rasa sakitku adalah rasa sakitnya. Dan aku tahu, rasa sakitnya kelak juga akan menjadi milikku.
Kehidupanku sebagai Bintang terus melesat, menarik perhatian semua orang di sekolah. Para guru mulai berbicara tentang olimpiade sains, tentang program akselerasi. Mereka tidak tahu bahwa kecerdasanku bukan berasal dari bakat, melainkan dari pengalaman hidup 25 tahun lebih awal.
Dan aku tahu, berdasarkan ingatanku akan tren global, sebuah kesempatan besar akan segera datang. Kesempatan yang akan memisahkanku dari Budi secara fisik, namun mungkin satu-satunya cara untuk memberiku kekuatan yang cukup untuk benar-benar mengubah takdirnya. Program pertukaran guru internasional akan segera diumumkan di sekolahku. Dan seorang pria bernama Mr. Harrison akan datang.
Panggung telah disiapkan. Permainan akan segera memasuki babak baru.