Cherreads

Chapter 6 - Bab 6 – Tatapan yang Mengguncang

Sejak pertemuannya dengan Revan di ruangan CEO, dunia Alira seperti digeser dari porosnya. Ia pikir dirinya sudah cukup kuat untuk berhadapan dengan masa lalu. Tapi tatapan mata pria itu… bukan hanya penuh rahasia. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih dalam, seolah Revan menyimpan ribuan luka dan berjuta motif di balik diamnya.

Dan kini, setiap kali ia menatap layar komputer atau berjalan di koridor Raventh, ia tahu: Revan mengawasinya.

Hari itu, suasana kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Alira baru saja menyelesaikan entri data keuangan untuk salah satu proyek yang berkode "Silhouette 3.2", saat pintu ruangannya terbuka.

Bu Sari masuk dengan ekspresi dingin. "Alira, kamu dipanggil ke ruang observasi. Sekarang."

"Ruang observasi?" Alira mengerutkan dahi.

"Jangan banyak tanya. Ayo."

Ruang observasi terletak di lantai 23 lantai yang katanya hanya digunakan untuk rapat eksekutif dan tim investigasi internal. Saat pintu lift terbuka, suasana lantai itu langsung membuat bulu kuduknya meremang. Sunyi. Tidak ada meja kerja, hanya kaca satu arah menghadap ke sebuah ruang besar seperti ruang interogasi bergaya modern.

Di sana, duduk seorang pria asing. Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat, tangannya diborgol ke meja. Ia terlihat ketakutan.

"Siapa dia?" bisik Alira.

Bu Sari menjawab dingin, "Salah satu staf keuangan yang mencuri dokumen rahasia dan mencoba menjualnya."

"Dan kenapa saya ada di sini?"

Revan muncul dari balik tirai kaca. Ia berdiri tepat di samping Alira, begitu dekat hingga Alira bisa mencium wangi cologne maskulin yang khas dari jasnya.

"Karena aku ingin tahu... bagaimana reaksimu."

Alira menatap pria yang sedang diinterogasi itu. Lalu menoleh ke Revan. "Kau memata-mataiku."

"Aku mengawasi semua orang," jawab Revan tenang. "Tapi kau, Alira, lebih dari itu. Kau sedang diuji."

"Diuji?"

"Jika kau ingin tahu siapa yang membunuh ayahmu, kau harus tahu cara berpikir pembunuh. Dan itu dimulai dari memahami siapa yang lemah, dan siapa yang berani bertindak."

Alira merasa tengkuknya dingin. Revan berbicara seperti... seorang algojo.

Beberapa menit kemudian, Revan membawanya keluar ke balkon kaca lantai 23, tempat kota terlihat bagaikan lautan cahaya. Angin sore bertiup pelan, menerbangkan helaian rambut Alira yang lepas dari cepolnya.

"Aku tahu kau takut padaku," ucap Revan tanpa menatapnya. "Tapi yang harus lebih kau takuti... adalah mereka yang tersenyum padamu setiap hari."

Alira berbalik. "Kenapa kau tidak menyerahkan semua bukti yang kau punya ke polisi?"

Revan menoleh. Tatapannya menusuk langsung ke mata Alira dalam, gelap, dan untuk sekejap... rapuh.

"Karena sistemnya sudah busuk. Polisi? Jaksa? Mereka semua bagian dari Arkana. Jika aku menyerahkan ini, aku hanya akan ikut dikubur."

Ia melangkah mendekat. Jarak mereka hanya sejengkal. Alira ingin mundur, tapi tubuhnya menolak.

Tatapan Revan begitu intens. "Kau harus belajar mempercayai intuisimu, Alira. Karena di dunia ini… hanya itu senjata yang kau punya."

Lalu… Revan melakukan sesuatu yang mengejutkan. Ia menyentuh dagu Alira dengan lembut, mengangkat wajahnya sedikit.

"Matamu… mirip ibumu," gumamnya. "Dan itu… kelemahanmu."

Alira memukul tangannya dan mundur. "Jangan pikir kau bisa mengalihkan perhatianku dengan sikap manismu. Aku ke sini bukan untuk jatuh cinta, Revan."

Revan tersenyum, senyum yang tidak sampai ke mata. "Bagus. Karena aku pun tidak mencari cinta… hanya kebenaran. Dan jika dalam prosesnya kau ikut hancur itu bukan salahku."

Alira turun dari lantai 23 dengan kepala penuh pertanyaan. Tapi satu hal pasti: Revan bukan pria biasa. Ia adalah badai yang memikat. Dan tatapan matanya hari ini… mengguncangkan segalanya.

Bab 6 berakhir dengan Alira yang menatap cermin di toilet wanita lantai bawah, mencoba mencari kembali siapa dirinya sebelum semua ini dimulai… tapi tak mengenali bayangannya sendiri.

More Chapters