Cherreads

Chapter 2 - Bab 2 – Surat Wasiat Ayah

Tiga hari telah berlalu sejak pemakaman orang tua Alira. Tapi bagi Alira, waktu seperti berhenti. Dunia seakan kehilangan warnanya. Ia menghabiskan waktu di kamar, menatap kosong ke langit-langit, memeluk bantal yang masih basah karena air mata.

Namun pagi itu, ada sesuatu yang berbeda. Ia terbangun karena suara ketukan keras di pintu apartemennya.

Tok! Tok! Tok!

"Alira Putri?" suara dari luar terdengar tegas, seperti milik seorang lelaki dewasa.

Dengan enggan, Alira berdiri dan membuka pintu. Seorang pria paruh baya dengan setelan jas hitam berdiri di depan pintunya, membawa map kulit dan tas kerja.

"Nama saya Dimas Wirya. Saya notaris pribadi ayah Anda. Saya datang untuk membacakan surat wasiat beliau."

Alira terdiam. Dadanya berdebar. Ia belum siap untuk mendengar apapun. Namun rasa penasaran perlahan mengalahkan kesedihan yang masih menggantung. Ia mengangguk kecil dan mempersilakan pria itu masuk.

Di ruang tamu kecil yang masih penuh dengan foto keluarga, Dimas membuka map kulit dan mengeluarkan satu dokumen panjang yang tertata rapi.

"Surat ini ditulis dua minggu sebelum kecelakaan terjadi. Dalam surat ini, ayah Anda meminta agar hanya Anda yang boleh membaca bagian khusus yang ia tulis sendiri."

Alira menelan ludah. "Apakah beliau tahu sesuatu akan terjadi?"

Dimas hanya menjawab dengan pandangan berat, lalu menyerahkan amplop lain yang disegel dengan lilin merah berinisial "R.P."

"Silakan dibuka, Nona Alira. Saya akan menunggu di luar," ucapnya, memberi ruang privasi.

Alira membuka segel itu perlahan, dan di dalamnya ada selembar kertas tulisan tangan dengan aroma khas kertas tua bercampur parfum yang biasa digunakan ayahnya. Dengan gemetar, ia mulai membaca:

Untuk putriku tersayang, Alira.

Jika surat ini ada di tanganmu, itu berarti aku dan ibumu tidak lagi bersamamu. Maafkan kami, Nak, atas semua kebohongan yang harus kami tutupi demi melindungimu.

Lima belas tahun lalu, aku bekerja di perusahaan besar bernama Arkana Corp, sebuah perusahaan multinasional yang terlihat legal, namun di baliknya menyimpan kegelapan. Aku menemukan bukti korupsi, perdagangan manusia, dan proyek-proyek ilegal yang melibatkan banyak pejabat.

Saat aku mencoba keluar dan melaporkan semuanya, kami diburu. Tapi aku tidak bisa membawa kamu dalam risiko itu, jadi kami pindah ke kota kecil, mengganti nama belakangmu, dan mulai hidup baru.

Namun belakangan, aku tahu mereka mulai melacak kami kembali. Seseorang dari masa lalu, pria yang pernah kuanggap saudara sendiri, kini menjadi ancaman terbesar kita.

Namanya Revan. Jika kamu bertemu dengannya—percaya instingmu, tapi jangan mudah luluh. Dia lebih dari yang kamu kira.

Di balik lemari tua di rumah warisan nenekmu, ada sebuah brankas dengan kode tanggal lahirmu. Di sana aku simpan bukti semua yang kuketahui. Jangan percayai siapa pun, bahkan jika mereka terlihat baik.

Balaskan kebenaran, Nak. Tapi jangan biarkan kebencian membunuh hatimu.

Dengan cinta,Ayah.

Alira menjatuhkan surat itu. Tangannya menutupi mulutnya, bergetar. Semua ini terlalu berat. Korupsi? Pembunuhan? Revan?

Ia teringat sosok pria misterius di pemakaman. Tatapan matanya. Dingin. Seolah menyimpan ribuan rahasia. Apakah dia Revan?

Tanpa pikir panjang, Alira mengambil jaketnya dan menuju rumah warisan neneknya di pinggiran kota. Rumah tua yang sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun itu kini menjadi harapan terakhirnya untuk menemukan jawaban.

Saat ia tiba, rumah itu sunyi dan penuh debu. Namun, semua masih seperti dulu. Ia menuju kamar belakang, tempat lemari tua dari kayu jati berdiri kokoh.

Dengan tangan gemetar, ia menarik bagian belakang lemari. Benar, ada celah tersembunyi. Di baliknya, brankas kecil tertanam di dinding.

Kode... tanggal lahir.2106 — 21 Juni. Ia mengetik.Klik. Brankas terbuka.

Di dalamnya ada beberapa benda:

Sebuah flashdisk hitam

Tumpukan dokumen laporan proyek ilegal

Dan sebuah foto tua... dua pria muda tersenyum berdiri berdampingan. Satu adalah ayahnya. Yang satu lagi... adalah pria yang sama yang ia lihat di pemakaman.

Revan.

Di luar rumah tua itu, mata-mata yang sama dari sebelumnya berdiri dengan tatapan tajam. Ia menatap rumah sambil mengangkat telepon.

"Dia sudah menemukannya," katanya pendek. "Kita harus bertindak sebelum dia membuka semua."

Bab 2 berakhir saat Alira memegang flashdisk itu erat, belum sadar bahwa dirinya baru saja membuka pintu menuju perang besar perang antara masa lalu, kebenaran, dan dendam.

More Chapters