Fasilitas tua di kawasan industri Menteng Timur terlihat seperti bangunan mati pagar karat, tembok retak, cat mengelupas, dan papan larangan yang tergantung miring oleh paku berkarat. Tapi bagi Alira, tempat ini adalah pintu ke masa lalu. Pusat dari segala kebusukan yang telah menelan hidup keluarganya.
Ia menyusup masuk lewat celah di pagar yang ditumbuhi ilalang tinggi. Langkahnya hati-hati. Sekelilingnya sunyi, hanya suara angin menyisir seng berkarat dan bunyi kaleng tua yang terhempas oleh hembusan.
Gedung utama masih berdiri. Di balik dindingnya, menurut peta yang diberikan Revan, ada akses ke lantai bawah tanah tempat rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang… termasuk dia.
Dan itulah yang mengejutkan Alira.
Begitu ia membuka pintu utama dan menuruni tangga sempit yang remang, Revan sudah ada di sana.
Ia berdiri sendirian, bersandar di meja besi besar, menatap ke sekeliling seperti seseorang yang sedang bersiap menyelesaikan sebuah siklus hidup.
"Kenapa kau di sini?" tanya Alira curiga.
Revan menoleh. Tatapannya tak lagi sedingin biasanya. Tapi kali ini juga… tidak hangat.
"Aku tahu kau akan datang," ujarnya datar. "Dan aku tahu, cepat atau lambat, aku harus menjelaskan semuanya."
Alira meletakkan tasnya di lantai. "Semua? Termasuk kenapa dalam file rahasia Arkana namaku ada sebagai subjek eksperimen?"
Revan menghela napas. Ia memejamkan mata sejenak sebelum berkata, "Kau bukan subjek, Alira. Kau adalah satu-satunya kegagalan dari sistem mereka. Gagal… karena kau tetap bertahan hidup. Kau terlalu kuat untuk dibentuk, tapi terlalu istimewa untuk dibuang."
Alira terdiam.
"Lalu kenapa aku terus diburu?"
"Karena dalam tubuhmu… ada semua jawaban yang mereka takuti. Kode genetik campuran dari darah bersih ayahmu, dan darah uji coba dari ibumu, yang diam-diam pernah menjadi relawan proyek awal Bayangan Alpha."
Alira tak bisa berkata apa-apa. Kepalanya seperti disambar badai.
"Dan kau?" suaranya nyaris berbisik. "Kau tahu semua ini. Kau mengawasi aku sejak kecil. Kau bilang mencintai ibuku. Kau menyelamatkanku… tapi juga memata-mataiku. Sebenarnya siapa yang kau lindungi, Revan? Aku… atau sistem itu?"
Tatapan Revan berubah. Untuk pertama kalinya, ia terlihat terpojok.
"Aku…"Ia menunduk. Tangannya mengepal di sisi meja."Aku mencintaimu, Alira. Bukan karena siapa ibumu. Bukan karena misi. Tapi karena kamu… adalah satu-satunya hal di dunia ini yang tidak bisa kuatur. Kamu… tidak bisa dikendalikan. Dan itu membuatmu berbahaya. Tapi juga… tak tergantikan."
Alira melangkah mundur. "Aku tidak butuh cintamu jika itu bercampur kebohongan."
"Aku tahu."
Tiba-tiba PRAK!!
Sebuah tembakan meledak dari balik lorong gelap.
Revan mendorong Alira dan tubuhnya terhempas ke lantai. Sebuah peluru bersarang di bahunya.
"REVAAN!!" teriak Alira panik.
Dari kegelapan muncul sosok berjas hitam. Andre.
"Sudah cukup dramanya," ucap Andre dengan pistol terangkat. "Aku tunggu kalian selesai memeluk masa lalu kalian dulu."
Andre melangkah perlahan ke arah mereka. "Revan. Aku sudah beri kau waktu. Tapi seperti biasa, kau terlalu lemah kalau sudah berurusan dengan perasaan."
Revan berdarah, tapi masih berdiri.
"Andaikan kau setia sejak awal, Andre… mungkin sekarang Arkana masih hidup," ucapnya dingin.
"Tapi aku memilih masa depan. Dan masa depan tidak memerlukan warisan yang cacat seperti kalian."
Andre menodongkan pistol ke arah Alira.
"Sudah waktunya kita hapus bab ini. Dunia tidak butuh kebenaran. Dunia hanya butuh kendali."
DOR!!
Satu tembakan lagi. Tapi kali ini, bukan dari Andre.
Revan, dengan tubuh goyah, menembak lebih dulu langsung ke dada Andre.
Pria itu terjatuh. Pistolnya menggelinding menjauh.
Alira segera berlutut di sisi Revan yang mulai limbung. Tangannya berlumuran darah.
"Revan… jangan mati. Jangan kau pergi juga dariku…"
Revan tersenyum samar. "Aku… tidak bisa pergi sebelum kau menang."
Bab 15 berakhir dengan Alira yang memeluk Revan yang terluka di pelukannya di ruang bawah tanah Arkana yang gelap, tepat di atas fondasi dari semua dosa, kebohongan, dan darah yang ditinggalkan.Dan dari luar, suara langkah-langkah mulai mendekat pertanda bahwa babak terakhir akan segera dimulai.