Cherreads

Chapter 18 - Bab 18 – Dalang Sebenarnya Terungkap

Fajar menyelinap perlahan ke celah jendela rumah aman, menggoreskan warna keemasan di dinding kayu tua yang dingin. Di dalam, Revan masih terbaring lemah namun sadar, sementara Andre tertidur dengan posisi duduk dan senapan bersandar di bahunya.

Tapi Alira tidak tidur. Ia duduk di depan layar komputer tua yang berhasil ia aktifkan dari sistem lama rumah persembunyian. Satu persatu, ia membuka ulang semua file yang selama ini dikumpulkannya dokumen dari brankas ayahnya, rekaman dari Andre, salinan catatan Revan, dan laporan dari chip microdata sebelum meledak.

Semua potongan yang selama ini terlihat acak, mulai menyatu.

Ada satu folder terenkripsi, terkunci dengan dua lapis kode: kombinasi tanggal lahir Alira dan frasa "Rahayu Tidak Pernah Mati".

Alira mencoba membuka, dan klik.Berhasil.

File di dalamnya adalah rekaman video. Judulnya:

[AR-R001] – Ruang Eksekusi Proyek ALPHA – Tahun 2008.

Dengan tangan gemetar, Alira membuka file itu.

Gambar pertama menunjukkan ruang bawah tanah dengan kaca besar yang menghadap ke laboratorium steril. Di dalamnya, tampak seorang pria muda ayah Alira, Reyan berdebat sengit dengan sosok lain yang wajahnya belum terlihat.

Lalu… kamera bergeser. Sosok pria itu menoleh ke arah lensa.

Wajahnya jelas. Tegas. Tersenyum kecil. Matang. Dingin.

CEO Arkana Corp saat ini. Dan

paman Alira sendiri.

"Paman Aditya?" bisik Alira, tubuhnya membeku.

Wajah pria itu muncul lebih jelas. Aditya Rahayu adik kandung dari ibunya, Laras. Selama ini, ia dikenal sebagai tokoh dermawan yang mengelola yayasan anak yatim dan teknologi medis. Tapi dalam rekaman itu, ia bukan dermawan. Ia adalah dalang.

"Kau terlalu emosional, Reyan," suara Aditya terdengar dingin."Eksperimen ini bisa menyelamatkan jutaan orang."

Ayah Alira menjawab, "Dengan mengorbankan anak-anak? Dengan menyiksa manusia? Ini bukan penyelamatan. Ini kekuasaan!"

"Kekuasaan adalah satu-satunya yang membuat kita tetap hidup.""Dan kau, Reyan, hanya penghalang."

Dalam rekaman selanjutnya, ayah Alira diseret keluar oleh dua pria bersenjata. Layar gelap.

Alira terduduk. Nafasnya berat. Selama ini, ia mengira semua pelaku adalah wajah-wajah asing… tapi dalangnya justru darah dagingnya sendiri.

Paman Aditya.

Orang yang sering memberinya hadiah saat kecil. Yang datang ke pemakaman ibunya dengan air mata palsu. Yang menjadi pelindung keluarga setelah kematian ayahnya.

Semua itu kebohongan. Semua topeng.

Tiba-tiba Revan terbatuk pelan dari ranjang. Alira menghampiri, menunjukkan rekaman itu padanya. Ia menonton dalam diam. Tak berkata apa-apa selama satu menit penuh.

Lalu, dengan suara berat, Revan berkata:

"Aku tahu."

Alira menegang. "Kau tahu…?"

Revan menatapnya. "Tapi tidak sejak awal. Aku hanya tahu Aditya punya posisi tinggi. Tapi aku tak pernah menyangka dia keluarga kandungmu. Semua file tentang hubungan itu disembunyikan rapat. Bahkan aku... tak diizinkan menyentuhnya."

"Kenapa kau tak pernah bilang?" tanya Alira.

"Karena kau butuh tahu dari kenyataan, bukan dari mulut orang seperti aku."

Hening.

Sampai Andre masuk dan berseru dari ruang depan, "Kalian harus lihat ini!"

Alira dan Revan bergegas.

Di layar televisi kecil yang terhubung ke satelit, siaran berita nasional menampilkan wajah Aditya Rahayu berdiri di podium dalam konferensi pers.

"Kami akan memberikan dana bantuan medis global, memperluas cabang riset kesehatan, dan menegaskan bahwa semua tuduhan yang menyebut Arkana terlibat proyek gelap adalah fitnah yang dipolitisasi oleh kelompok teroris lokal."

Alira mencengkeram sandaran kursi. "Dia… sudah memutar balik narasi."

"Dia akan bersihkan semua jejak," kata Andre. "Jika kita tidak menyerang sekarang, dia akan menang selamanya."

Revan menatap Alira. "Kita punya cukup bukti. Tapi kita butuh satu panggung besar. Tempat di mana seluruh dunia melihat dan tak bisa dihapus lagi."

Alira mengangguk perlahan. Tatapannya berubah. Kini tak ada lagi ragu.

"Kita buka semuanya. Di tempat di mana dia paling merasa tak tersentuh: konferensi global Yayasan Rahayu di Singapura. Dia akan tampil di sana dua hari lagi… dan di sanalah kita akhiri semua ini."

Bab 18 berakhir saat Alira berdiri di depan papan strategi darurat, memegang foto pamannya, dan berkata pelan tapi mantap:

"Dulu aku hanya ingin balas dendam. Tapi sekarang, aku akan buat dia jatuh… dengan kebenaran yang tak bisa dia bakar."

More Chapters