Cherreads

Chapter 17 - Bab 17 – Pertaruhan Nyawa

Panas. Asap. Sirine. Ledakan kecil.Langkah-langkah Alira memburu waktu, menyeret tubuh Revan yang nyaris tak sadarkan diri menyusuri lorong sempit dan pengap di balik fasilitas bawah tanah Arkana Lama. Dinding-dindingnya mulai retak, kabel menyala seperti ular listrik yang marah.

Di belakang mereka, sisa-sisa fasilitas mulai terbakar setelah chip microdata meledak di pilar utama. Tapi Alira tak menoleh. Bukan karena tak takut melainkan karena tak ada lagi yang bisa ditinggalkan di belakang.

"Sedikit lagi, Revan. Bertahan… tolong bertahan…" suara Alira serak. Keringat bercampur darah di wajahnya.

Revan menggertakkan giginya, wajahnya pucat. "Kau… sudah buat mereka panik…" gumamnya lemah.

"Bagus. Sekarang saatnya kita buat mereka jatuh."

Mereka berhasil keluar dari saluran ventilasi di belakang gudang kosong, tepat saat langit mulai berubah warna senja menjelang, dan dunia di atas tanah masih belum tahu bahwa sebuah neraka kecil sedang runtuh di bawah kaki mereka.

Tapi belum lima langkah keluar, sebuah SUV hitam berhenti mendadak. Lima pria berpakaian tak berseragam keluar, bersenjata lengkap.

Alira mengangkat tangan, tubuhnya melindungi Revan.

"Serahkan dia," ujar pria berkepala botak yang tampaknya pemimpin. "Revan adalah milik kami. Dia adalah prioritas Alpha. Kau tidak tahu apa yang dia sembunyikan."

Alira tak bergeming. "Aku tidak akan menyerahkan siapa pun."

"Kau pikir dia akan lakukan hal yang sama untukmu?" ejek si pria.

Alira menatap Revan yang tergeletak lemah. "Aku tak peduli."

Pria itu mengangkat senjata. "Sayang sekali. Kau terlalu keras kepala."

DOOOR!!

Tembakan meletus. Tapi bukan dari pria bersenjata.

Dari kejauhan, peluru tajam menghantam kaki pria itu, membuatnya jatuh dan berteriak. Tim bersenjata langsung panik, mencari arah serangan.

Dari balik pohon di atas bukit kecil Andre muncul. Tapi wajahnya terluka, tubuhnya penuh perban, dan satu matanya ditutup kain. Ia memegang senapan sniper.

"Sekarang giliran gue balas budi!" teriak Andre.

Peluru kedua ditembakkan, mengenai salah satu anggota tim musuh. Dua lainnya mundur. Sisanya kabur.

Alira ternganga. "Kau… kenapa"

Andre turun dari bukit, tergopoh. "Karena ternyata… kau lebih berani dari siapa pun yang pernah gue kenal. Dan gue muak jadi alat mereka."

Revan mulai batuk darah. Alira berlari menghampiri, menggenggam tangannya.

"Kita harus cari rumah sakit," ucapnya panik.

Andre mengangguk. "Ada tempat aman. Rumah aman bekas milik tim ayahmu. Di utara. Masih aktif. Tapi jalannya ekstrem."

Alira menggigit bibir. "Tunjukkan."

Perjalanan malam itu seperti pertaruhan nyawa. Alira menyetir mobil tua yang mereka ambil dari garasi darurat, dengan Revan terbaring di jok belakang dan Andre menjaga pintu dengan senapan di pangkuannya.

Di sepanjang jalan berbatu, radio mereka menangkap siaran berita yang tak biasa:

"Telah terjadi kebakaran besar di bawah tanah kawasan industri Menteng Timur. Belum ada keterangan resmi. Namun diketahui, lokasi tersebut dulunya merupakan fasilitas milik Arkana Corp…"

Alira dan Andre saling pandang. Itu artinya…

Pesan mereka mulai bocor ke dunia luar.

Mereka sampai di rumah aman menjelang tengah malam. Tempat itu berupa bangunan sederhana di balik bukit, lengkap dengan ruang medis darurat, suplai makanan, dan komputer terenkripsi.

Revan dibaringkan di ranjang logam, dan Andre mulai mengobati lukanya.

Di sudut ruangan, Alira duduk diam. Pandangannya kosong, pikirannya penuh suara-suara bercampur kenangan, luka, dan keputusan yang belum selesai.

Beberapa jam kemudian, Revan terbangun.

"Alira…"

Ia membuka mata perlahan. Tubuhnya masih lemah, tapi kesadarannya sudah kembali.

Alira mendekat. Duduk di tepi ranjang.

"Kenapa kau… kenapa kau terus kembali? Setelah semua luka, semua pengkhianatan…"

Revan menatapnya, samar.

"Karena kau satu-satunya alasan aku memilih hidup di dunia yang hancur ini."

Bab 17 berakhir saat Alira menggenggam tangan Revan erat dan untuk pertama kalinya, bukan untuk menyelamatkan satu sama lain… tapi untuk bersiap melawan bersama.Karena perang ini belum usai.Dan kini, mereka siap menyambut babak terakhir bukan dengan dendam, tapi dengan kebenaran yang tak bisa lagi dibungkam.

More Chapters