Cherreads

Chapter 9 - BAB 8: KEBENINGAN DI AMBANG BATAS

Lembah Angin Hampa bukanlah tempat bagi mereka yang mencintai ketenangan hidup. Di sini, angin tidak bertiup; ia mencabik. Angin di lembah ini bergerak dengan pola melingkar yang tidak logis, tajam seperti belati yang baru diasah, dan membawa suara desis yang sanggup merusak gendang telinga manusia biasa. Namun, di tengah amukan udara yang liar itu, seorang pemuda berdiri tegak dengan mata terpejam, seolah-olah ia sedang berada di taman bunga yang paling damai.

Rian, kini berusia tujuh belas tahun lebih beberapa bulan, berdiri dengan posisi yang sangat stabil. Di sekujur tubuhnya—pada pergelangan tangan, pergelangan kaki, leher, hingga daun telinga—terpasang dua belas Lonceng Hening. Lonceng-lonceng perak kecil ini adalah karya magis Soran yang paling menyebalkan; mereka tidak akan berbunyi karena gerakan fisik, melainkan karena getaran mana yang meluap dari pori-pori kulit.

Di sekeliling Rian, ribuan Gale-Biter Locust—serangga seukuran telapak tangan dengan sayap silet yang mampu membelah kayu ek—terbang berputar-putar. Serangga ini buta, namun mereka sangat peka terhadap kebocoran mana. Bagi mereka, mana manusia yang tidak terkendali adalah sinyal serangan.

"Mastery enam puluh persen... kuncilah," bisik Rian pada dirinya sendiri.

Ia menarik napas panjang. Di dalam Dantiannya, tiga bintang safir gelap berputar dengan kecepatan yang menakutkan. Tekanannya begitu besar hingga Rian merasa perutnya seperti diisi oleh batu bara panas yang siap meledak. Ini adalah tahap Saturasi. Kapasitas tiga bintangnya sudah penuh sesak, namun dinding menuju bintang keempat masih kokoh berdiri, menolak untuk pecah.

Rian mengaktifkan Aethel’s Veil. Seketika, persepsinya meluas. Dengan Mastery 60%, cadangan mana yang ia habiskan untuk mempertahankan penglihatan "Kutukan" ini berkurang drastis hingga tiga puluh persen. Ia kini bisa melihat setiap kepakan sayap belalang itu bukan sebagai gerakan acak, melainkan sebagai koordinat dalam ruang yang memiliki rasionya masing-masing.

Sring!

Seekor belalang melesat ke arah wajahnya. Rian tidak menghindar dengan gerakan besar. Ia hanya memiringkan kepalanya tiga derajat ke kanan—tepat di celah aliran angin yang paling tenang. Lonceng di telinganya tetap diam. Tidak ada satu tetes pun mana yang meluap keluar. Ia benar-benar "hening" secara energi.

"Bagus, Bocah. Kau mulai terlihat seperti hantu daripada manusia," suara Soran terdengar di tengah badai angin, namun anehnya, suara itu terdengar sangat jelas di telinga Rian.

Soran berdiri di atas tebing batu yang menghadap lembah, memegang botol araknya yang seolah tidak pernah habis. Ia menatap Rian dengan mata yang sedikit menyipit. "Tapi keheningan saja tidak cukup. Kau sedang penuh, Rian. Dantianmu sudah di ambang ledakan. Jika kau tidak belajar cara membuang tekanan itu tanpa membocorkannya, kau akan mati sebelum mencapai umur delapan belas."

Rian merasakan apa yang dikatakan Soran. Panas di perutnya semakin menjadi-jadi. Tiga bintangnya seolah-olah sedang saling bergesekan, mencoba menciptakan ruang yang tidak ada.

"Sakit... Soran," geram Rian, keringat dingin mulai mengucur di dahinya.

"Tahan! Jangan biarkan lonceng itu berbunyi! Jika kau membiarkan mana itu meluap sekarang, ribuan belalang itu akan mencabikmu menjadi serpihan daging!" teriak Soran. "Dengar, Rian. Kau butuh teknik baru untuk mengalirkan tekanan ini. Lihat aku."

Soran meletakkan botol araknya. Ia mengambil sebilah pedang kayu yang tampak biasa. Dalam sekejap, aura di sekitar Soran berubah. Rian, dengan penglihatan Aethel's Veil-nya, melihat sesuatu yang mengerikan. Seluruh mana dari sebelas bintang Soran tidak meluap keluar, melainkan terkumpul dengan sangat padat di satu titik pada bilah pedangnya.

"Soran Archive: Deviant Strike," gumam Soran.

Ia menebas ke arah kumpulan Gale-Biter Locust di depannya. Tidak ada ledakan api atau petir. Hanya sebuah tebasan linier yang sangat bersih. Namun, sedetik kemudian, udara di jalur tebasan itu seolah-olah terlipat. Seribu belalang hancur seketika menjadi debu, dan sebuah garis panjang terukir di lantai lembah sedalam tiga meter.

"Konsepnya sederhana," Soran kembali bersantai. "Kumpulkan auramu, jangan biarkan ia lari. Kalikan kekuatan tebasanmu dengan jumlah Star Core yang kau miliki. Aku punya sebelas, jadi kerusakannya dikali sebelas. Kau punya tiga, maka carilah cara agar tebasanmu memiliki bobot tiga bintang yang terkonsentrasi di satu titik rasio."

Rian terpana. Penjelasan Soran tentang Deviant Strike memberikan jawaban atas kegelisahannya. Selama ini ia hanya fokus pada memotong titik rasio 7:3 dengan teknik Septem, namun ia jarang memberikan "bobot" pada tebasan tersebut.

Namun, ia tidak punya waktu untuk berlatih teknik itu sekarang. Dari balik bayangan tebing, sebuah ancaman yang jauh lebih besar muncul. Sesosok makhluk setinggi dua meter dengan bulu hitam yang seolah menyerap cahaya merangkak keluar. Ghost-Stalker Panther.

Monster itu unik. Tubuhnya tampak semi-transparan, bergetar di antara dimensi padat dan gas. Ia tidak memiliki aroma, tidak memiliki suara langkah kaki, dan yang paling berbahaya: ia memancarkan Mana Suppression Aura yang mampu membuat ksatria biasa kehilangan kemampuan merasakan energi.

"Gunakan Mastery enam puluh persenmu, Rian. Jika kau kehilangan fokus, dia akan merobek jantungmu bahkan sebelum kau melihat bayangannya," perintah Soran dari atas.

Rian menenangkan pikirannya. Ia menyelam lebih dalam ke dalam "Samudra Dalam" miliknya. Dengan Mastery 60%, cadar mana yang menyelimuti saraf penglihatannya menjadi lebih stabil dan jernih. Ia mulai melihat dunia dalam level partikel.

Ghost-Stalker Panther itu melompat. Di mata orang biasa, ia hanya bayangan yang menghilang. Namun di mata Rian, ia melihat "riak" mana yang ditinggalkan monster itu saat ia berpindah fase.

Duk!

Rian menangkis cakar Panther itu dengan pedang kayu hitamnya. Benturan itu aneh; rasanya seperti menangkis gumpalan asap yang tiba-tiba berubah menjadi baja.

Lonceng di pergelangan tangan Rian berdenting pelan. Ting.

"Sial, aku terlalu tegang," batin Rian.

Panther itu menyerang lagi dengan serangkaian cakar yang sangat cepat. Rian dipaksa mundur. Setiap gerakan Panther ini tidak sinkron; tubuhnya berada di fase gas saat Rian menebas, namun berubah menjadi padat saat ia menyerang balik.

Rian menutup matanya sejenak, mengandalkan Mastery 60%-nya untuk merasakan keberadaan energi. Ia menyadari sesuatu melalui teknik Septem-nya. Titik rasio 7:3 pada monster ini tidak berada di kepalanya atau lehernya, melainkan di jantungnya yang berdenyut tidak selaras dengan fase tubuhnya.

"Di sana..."

Rian berhenti bergerak. Ia membiarkan Panther itu mendekat, seolah-olah ia sudah menyerah. Monster itu melompat, mulutnya yang penuh taring transparan terbuka lebar menuju leher Rian.

Pada saat kritis itu, Rian tidak menghindar. Ia justru maju satu langkah. Ia memusatkan seluruh tekanan dari tiga bintangnya yang sedang jenuh ke ujung pedang kayu hitamnya. Ia tidak membuang mananya; ia menguncinya di sana dengan Mastery 60%.

"Deviant Strike... Percobaan Pertama," bisik Rian.

Pedang kayu hitamnya melesat, bukan ke arah kepala, tapi ke arah dada kiri Panther tersebut saat monster itu memadat untuk mendaratkan serangan.

SHRIIIIK!

Terdengar suara seperti kaca yang pecah dalam skala raksasa. Pedang Rian tidak hanya memotong daging, tapi menghancurkan struktur keberadaan Ghost-Stalker Panther tersebut. Monster itu melolong pilu sebelum tubuhnya hancur secara struktural menjadi serpihan mana hitam yang menguap di udara.

Rian berdiri terengah-engah. Tubuhnya gemetar hebat. Panas di Dantiannya perlahan mereda, seolah-olah tekanan yang tadinya memuncak telah menemukan jalan keluar melalui tebasan tadi. Meskipun lonceng di tubuhnya kini berdenting kacau karena ia kelelahan, ia berhasil bertahan hidup.

Soran melompat turun dari tebing, mendarat dengan santai di depan Rian. Ia menatap bekas hancurnya Panther itu, lalu menatap Rian yang masih memegang pedangnya dengan tangan gemetar.

"Kaku, kasar, dan hampir saja gagal," kritik Soran dengan nada datarnya yang biasa. "Tapi... kau berhasil mendaratkan konsep dasar Deviant Strike dengan Mastery enam puluh persen. Itu cukup untuk membuat ksatria lima bintang di luar sana kencing di celana jika mereka melihatnya."

Soran meletakkan tangannya di pundak Rian. Seketika, Rian merasakan mana Soran yang sangat tenang dan luas mengalir masuk, menstabilkan tiga bintangnya yang baru saja mengalami krisis saturasi.

"Dengar, Rian. Satu tahun ke depan adalah masa transisimu," ujar Soran dengan nada yang jarang sekali ia gunakan—nada seorang guru yang sungguh-sungguh. "Di umur delapan belas, kau harus mencapai empat bintang. Bintang keempat itu bukan sekadar tambahan energi. Ia adalah pengunci. Tanpa bintang keempat, Mastery seratus persenmu hanya akan menghanguskan otakmu sendiri."

Rian menatap tangannya yang kini dibalut sisa-sisa aura biru tua yang sangat tipis namun sangat tajam. "Aku merasakannya, Soran. Bintang keempat itu... dia sudah ada di sana. Hanya tinggal menunggu satu dorongan lagi."

"Tentu saja dia ada di sana. Dia sedang menunggu kau menjadi cukup kuat untuk menampungnya," Soran berbalik dan mulai berjalan menuju gubuk mereka. "Sekarang, kumpulkan belalang-belalang yang mati itu. Kita akan makan sate belalang malam ini. Mastery enam puluh persen tidak memberimu hak untuk bermalas-malas soal urusan perut."

Rian tersenyum tipis, sebuah senyuman yang penuh dengan tekad. Ia melepas dua belas Lonceng Hening dari tubuhnya satu per satu. Ia tahu bahwa perjalanannya menuju angka 100% Mastery masih panjang, dan setiap kenaikan sepuluh persen ke depan akan menjadi neraka yang lebih berat. Namun, saat ia melihat bayangannya sendiri di air danau yang kini tenang, ia tidak lagi melihat seorang murid. Ia melihat seorang ksatria yang sedang bersiap untuk mengguncang dunia di luar Silvaris Aeterna.

Malam itu, di bawah langit lembah yang kini sunyi, Rian kembali bermeditasi. Ia membiarkan mana safir gelapnya mengalir dengan efisiensi yang semakin terasah. Di dalam Dantiannya, tiga bintang itu kini bersinar dengan cahaya yang jauh lebih solid, bersiap untuk momen di mana bintang keempat akan lahir dan mengubah sang Penimbang Dunia menjadi bencana yang tak terelakkan bagi musuh-musuhnya.

More Chapters