Cherreads

Chapter 3 - Chapter 3 – Echoes of a Spiritual Root Ring

Chapter 3 – Echoes of a Spiritual Root Ring (Gema dari Cincin Akar Roh)

Sore itu berubah menjadi malam yang hangat. Setelah cerita mengejutkan tentang Cincin Akar Roh dari Defei Sixie dan Jian Lode, suasana mulai kembali tenang. Gelak tawa kecil mulai terdengar kembali di ruang utama, menandakan bahwa kehangatan keluarga jauh lebih kuat daripada rasa penasaran akan benda misterius itu.

Lawzi Jeu meneguk tehnya perlahan. “Kalau memang benda itu bereaksi pada seseorang, maka waktunya pasti akan datang sendiri,” katanya bijak. Paman Gue mengangguk, “Selama tidak membahayakan siapa pun… biarlah tetap menjadi rahasia alam.”

Anak-anak pun kembali ke halaman. Zienxi, Vuyei, Wafei, dan Sixie duduk melingkar di bawah pohon mangrove kecil yang ditanam oleh kakek mereka dulu.

“Cincin itu… menurutmu bisa buat orang jadi kuat?” tanya Wafei dengan suara lirih namun penuh semangat.

Sixie menjawab sambil menggoyang-goyangkan rumput, “Kata ibuku, dia bisa merasakan energi spiritual dari cincin itu… seperti napas bumi.”

Zienxi hanya memandangi langit. Ia tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan soal kekuatan. Baginya, hidup bahagia bersama keluarga sudah lebih dari cukup. Tapi Vuyei tampak berpikir. Matanya menatap langit dengan sedikit binar penasaran.

Paman dan bibi mereka pun diminta untuk menginap beberapa hari. Karena perjalanan dari tempat tinggal mereka cukup jauh, Lawzi Jeu dan Quim Zunxi merasa tidak pantas membiarkan keluarga kembali terlalu cepat.

Jian Lode dan Defei Sixie berasal dari kota Holuang, kota yang dikenal sebagai pusat pertemuan para kultivator, cendekiawan dan pedagang.

Sementara Defei Heifei dan Lawzi Gue datang dari Desa Wuxije, sebuah desa terpencil di wilayah selatan, dekat lereng gunung suci.

Tiga hari berlalu dengan cepat. Selama itu mereka menikmati kebersamaan, memasak bersama, bercerita, dan sesekali berburu binatang kecil di hutan sekitar. Namun, ada berita besar yang mengguncang seluruh desa Yunboa pada pagi hari ketiga.

Sekte Daun 7 Sisi secara resmi membuka pendaftaran murid baru untuk musim kultivasi berikutnya.

Berita itu tersebar secepat angin. Di papan pengumuman utama, tertulis jelas.

"Untuk semua jiwa muda di negeri ini, The Seven-Faced Leaf Sect memanggil mereka yang memiliki semangat dan keberanian.

Menjadi bagian dari jalan kami berarti menantang langit itu sendiri."

Kualifikasi untuk menjadi murid dibagi ke dalam tiga tahap seleksi. Tahap pertama adalah yang paling mendasar, namun tetap dianggap sulit bagi banyak calon.

Tahap 1 – Pencarian Buah Spiritual

Para calon murid diwajibkan untuk mencari dan mempersembahkan satu dari empat jenis Spiritual Fruit.

Buah Spiritual Bumi (Earth Spiritual Fruit)

Tingkat dasar, tapi tetap langka. Biasanya tumbuh di hutan tua atau goa lembap.

Buah Spiritual Langit (Sky Spiritual Fruit)

Berada di ketinggian tebing dan jurang curam. Energinya ringan tapi kuat.

Buah Spiritual Petir (Lightning Spiritual Fruit)

Ditemukan di wilayah bekas badai atau area dengan medan magnet tinggi. Sangat berbahaya.

Buah Spiritual Surgawi (Heavenly Spiritual Fruit)

Sangat langka. Konon hanya tumbuh di tempat yang telah diberkati oleh roh leluhur atau energi kosmik yang murni. Buah ini bersinar dan hanya muncul saat waktu tertentu.

Dari total 650 calon kultivator, hanya 325 murid terbaik yang akan lolos ke tahap selanjutnya. Setiap calon harus membawa buah tersebut dalam waktu 6 bulan penuh dari dimulainya uji coba.

Para tetua di desa mulai membicarakan siapa saja anak-anak yang akan mencobanya. Dan meski tidak semua menunjukkan ketertarikan, aroma persaingan dan takdir perlahan mulai tercium di udara...

Keluarga besar Zienxi juga mendengar kabar ini. Obrolan malam itu pun kembali memanas, kali ini bukan karena benda misterius, tapi karena panggilan takdir dari sekte ternama.

Lawzi Jeu menatap Zienxi sejenak saat semua mulai membahas pengumuman itu. “Zienxi,” katanya lembut, “kalau kau sudah cukup dewasa nanti… kau mungkin bisa mencobanya. Siapa tahu kau cocok dengan jalan kultivasi.”

Namun Zienxi hanya menggeleng pelan. Ia tidak merasa terpanggil. Dunia luar terlalu luas dan dingin menurutnya. Ia lebih suka keseharian yang sederhana bersama keluarga.

Vuyei, yang duduk di sampingnya, tampak lebih antusias. “Aku tertarik… sedikit,” ujarnya ragu. Tapi cepat-cepat menambahkan, “Tapi… kalau Kakak Zienxi tidak ikut, aku juga tidak akan ikut.”

Wafei langsung berseru, “Aku mau mencoba! Tapi bukan di sana. Di desaku ada sekte lain, namanya Red Moon Sect Aku ingin jadi murid di sana suatu hari nanti.”

Sixie, lebih kalem dari yang lain, menanggapi dengan senyum kecil. “Aku… mungkin akan memikirkannya nanti. Kalau waktunya tepat.”

Para orang tua menyimak dengan senyum dan harapan berbeda. Beberapa tertawa, beberapa hanya mengangguk. Tapi di antara mereka, Lawzi Jeu dan Quim Zunxi menyimpan harapan diam-diam. Harapan bahwa suatu hari, anak mereka bisa menjadi kultivator hebat.

Bukan demi kebanggaan.

Tapi demi masa depan yang tak akan mereka lihat sepenuhnya.

Malam mulai menyelimuti Desa Yunboa dengan damai. Lampu-lampu lentera berkelip lembut di sepanjang pekarangan rumah keluarga Lawzi, memantulkan cahaya hangat ke dinding kayu yang sudah usang namun kokoh. Suara obrolan dan tawa mulai mereda, satu per satu anggota keluarga mulai masuk ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat setelah hari yang panjang dan penuh cerita.

Di beranda depan, Quim Zunxi duduk berdampingan dengan suaminya, Lawzi Jeu. Di depan mereka, dua cawan teh hangat mengepulkan aroma daun rempah dari pegunungan timur. Angin malam bertiup pelan, membawa serta suara jangkrik dan gemerisik dedaunan.

"Apa menurutmu Zienxi akan tertarik mengikuti jalan kultivasi?" tanya Quim Zunxi sambil menatap langit malam.

Jeu tidak langsung menjawab. Ia memutar cawan di tangannya perlahan. "Dia punya ketenangan tapi juga keteguhan. Ia belum tertarik, iya. Tapi aku merasa suatu hari nanti dunia akan menariknya ke jalur itu, entah dia ingin atau tidak."

Zunxi menarik napas pelan. "Aku hanya takut... dia akan terlalu terlambat saat waktunya benar-benar tiba."

Jeu menatap jauh ke arah pegunungan, tempat matahari terbenam beberapa jam lalu. "Dia tak harus menjadi yang terkuat, Zunxi. Aku hanya ingin dia mampu menjaga dirinya sendiri."

Tak lama setelah itu, mereka pun masuk ke dalam rumah, membiarkan keheningan malam menjaga semuanya.

Sementara itu, di dalam kamar, Zienxi tertidur di dekat jendela terbuka. Angin malam menyentuh wajahnya lembut, membawa aroma tanah dan pepohonan dari luar. Namun dalam tidur lelapnya, bayangan mimpi mulai menyusup.

Ia berdiri di tengah padang rumput luas yang tak dikenalnya. Langit di atasnya awalnya cerah, tapi perlahan berubah menjadi kelam. Awan-awan hitam berputar membentuk pusaran. Angin menderu kencang, mencambuk tubuh kecilnya.

Di depannya, siluet seorang lelaki berjubah hitam muncul dari balik kabut. Ia tak memiliki wajah, namun dari balik bayangan itu terpancar dua mata merah yang menyala lembut namun penuh tekanan.

"Kau tak bisa menghindari takdirmu, anak dari darah Lawzi," suara itu berkata, berat dan menggema langsung ke dalam dada Zienxi.

Zienxi ingin melangkah mundur, tapi tubuhnya seperti terpaku. Angin makin kencang, dan padang rumput di sekitarnya mulai luruh menjadi gelombang kegelapan.

Tiba-tiba, ia terbangun dengan napas memburu. Tubuhnya berkeringat meski udara malam terasa dingin. Ia duduk perlahan, mencoba mengatur napas.

Zienxi duduk di atas tempat tidurnya, napasnya masih belum sepenuhnya tenang. Tangan kecilnya menggenggam selimut dengan erat, matanya menatap kosong ke arah jendela.

“Mimpi apa itu tadi…?” gumamnya pelan, hampir seperti berbisik hanya untuk dirinya sendiri. “Langit berubah… suara aneh… dan… siapa itu… lelaki berjubah hitam?”

Ia mengusap dahinya, mencoba meredam sisa rasa takut yang masih melekat. Tapi di lubuk hatinya, rasa gelisah itu tak mau benar-benar hilang.

Di sisi lain rumah, tepat di kamar Defei Sixie, suasana yang awalnya tenang tiba-tiba berubah. Kotak kecil tempat Cincin Akar Roh disimpan bergetar pelan. Tutupnya tidak terbuka, tapi dari sela-sela celah halus kayu, muncul cahaya hijau kehitaman yang berdenyut lembut seperti nadi yang hidup.

Crrrrrk...

Suara halus itu nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat seekor burung kecil yang bertengger di jendela kamar terbang menjauh. Lalu... seperti tak terjadi apa-apa, semuanya kembali diam. Cahayanya lenyap. Kotaknya diam.

Dan di kamar Zienxi, ia masih menatap keluar jendela dengan pikiran bercampur aduk.

“Mungkin cuma mimpi buruk biasa…” katanya akhirnya, meskipun dalam hatinya sendiri ia tahu mimpi itu terlalu nyata.

Terlalu... tajam.

Ia menarik napas panjang, lalu membaringkan tubuhnya kembali. Menarik selimut hingga ke dagu, dan memejamkan matanya perlahan.

Beberapa menit kemudian, napasnya mulai teratur. Tidurnya tampak tenang. Tapi di balik itu semua, roda takdir telah mulai berputar.

Dan jauh di kedalaman sesuatu yang belum dikenali, Cincin Akar Roh menunggu...

More Chapters