Langit Auralis berubah kelam. Angin berputar seperti pusaran besar yang menelan cahaya. Di tengah pelataran selatan istana, jam-jam besar yang biasanya mati kini berdetak—mundur. Bukan ke depan seperti waktu seharusnya berjalan.
Rania berdiri terpaku di antara para prajurit yang tampak cemas. Suara dentang jam terdengar menggema… satu… dua… tiga… setiap detik seperti menarik tubuhnya ke dalam ruang tanpa gravitasi.
"Apa yang terjadi?" tanya Rania panik.
Arven, yang masih menggenggam tangannya, menatap lurus ke arah langit yang mulai membentuk celah menyerupai lingkaran cahaya berputar.
"Itu… Celah Waktu," jawab Arven lirih. "Dulu, celah itu hanya mitos. Tapi gelangmu membukanya."
Rania menatap gelang yang mulai bersinar lagi. Merah keemasan. Hangat… dan menyakitkan.
"Tapi aku nggak nyalain apa-apa! Aku cuma pencet bagian tengahnya dan—"
"Dan kau menghubungkan dua masa," potong Arven tajam. "Sadar atau tidak, kau telah melintasi batas takdir."
Suara gemuruh makin keras. Dari celah itu, sesuatu muncul: bayangan kabur menyerupai manusia—tinggi, berjubah hitam, dengan jam melingkar di pinggangnya. Matanya seperti kosong, memantulkan cahaya waktu.
Para prajurit segera menghunus pedang.
"Itu... Penjaga Detik," desah Arven. "Makhluk dari celah. Mereka menjaga keseimbangan waktu. Dan sekarang… mereka datang mencarimu."
"A-apa? Kenapa aku?!"
"Karena kau bukan bagian dari zaman ini, dan kehadiranmu telah menyalahi hukum waktu."
Rania mundur beberapa langkah. "Kukira aku cuma nyasar ke kerajaan tua. Bukan diburu monster jam!"
Bayangan hitam itu melayang pelan. Tanah retak setiap kali ia bergerak. Tapi ketika hendak menyentuh tanah istana, gelang di tangan Rania bersinar sangat terang—dan mengeluarkan ledakan energi yang mendorong semua penjaga waktu itu menjauh.
Arven segera memeluk Rania, melindunginya dari serpihan energi.
"Gelang itu tak hanya pembuka celah, tapi juga pelindung waktu. Kau benar-benar... perempuan dalam ramalan."
Rania menunduk, napasnya memburu. "Aku nggak ngerti… aku cuma manusia biasa."
"Takdir jarang memilih orang luar biasa. Tapi dia selalu menempatkan orang yang tepat."
Arven menarik Rania, membawanya menjauh dari pusat celah waktu yang mulai menyusut. Namun sebelum benar-benar tertutup, sosok berjubah hitam sempat berbisik—suara yang entah bagaimana hanya Rania yang dengar:
> "Jika kau tetap tinggal, satu masa akan musnah. Jika kau kembali, satu hati akan hancur."
Setelah celah tertutup, waktu kembali normal. Langit cerah. Jam-jam berhenti berdetak.
Tapi dalam dada Rania, sesuatu mulai berubah. Seolah hatinya ikut tertambat di istana tua itu. Seolah ada bagian dari dirinya… yang memang ditakdirkan untuk tersesat di sana.
Arven melepaskan genggaman tangan mereka perlahan. Tapi ia tetap menatap Rania, kali ini dengan sorot yang berbeda.
"Kau harus tetap di istana, sampai kita tahu bagaimana gelang itu bekerja."
Rania mengangguk pelan, meski dalam hati masih bergetar. Ia baru saja melangkah ke dunia yang bukan hanya asing… tapi juga penuh rahasia yang bisa mengubah segalanya.
Termasuk perasaannya.