Cherreads

Chapter 10 - Bab 10 — Kebangkitan Sang Penjaga Kegelapan

Ledakan cahaya hitam itu memecah malam bagai petir yang jatuh tepat di tengah hutan. Tanah berguncang seakan ada raksasa yang bangkit dari tidur panjang. Suara angin yang berputar mengerikan menggema dari dalam pusaran gelap di sekitar Monument Angin Hitam.

Boy dan teman-temannya tak mampu menahan diri untuk mundur beberapa langkah.

Debu dan pecahan tanah beterbangan, udara terasa berat seperti ditekan oleh kekuatan tak kasatmata.

"W-what… apa itu…?" suara Sita bergetar.

Danu menggenggam tongkat kayu kecil yang ia bawa dari rumah dengan gemetar. "Aku nggak tahu… tapi ini bukan kekuatan yang biasa."

Rani menutup wajahnya dari angin yang berputar. "Bukan cuma nggak biasa… ini berbahaya banget!"

Boy menatap ke arah pilar yang kini dipenuhi asap hitam. Di dalam pusaran itu, sesuatu mulai bergerak.

Master Ruyak berdiri di depan Monument, menengadahkan tangan, seperti menyambut kedatangan dewa gelap.

"Bangkitlah… Sang Penjaga Angin Hitam… bangkit untukku!!"

Asap itu menggumpal, menebal, dan perlahan membentuk wujud.

Dua mata merah menyala muncul dari kegelapan. Napas makhluk itu berat dan dalam, seperti suara guruh yang bergulung di dada bumi.

Haaahhh… HUUUUFFF…

Tegar memekik kecil. "Astaga… itu… itu makhluk apaan?!"

Sita merapat ke Boy, menggenggam lengan bajunya begitu erat sampai Boy bisa merasakan tangannya gemetar hebat.

Boy berdiri kaku. Ia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini, tidak dalam latihan, tidak dalam cerita neneknya, bahkan tidak dalam cerita rakyat desa. Ini murni kekuatan gelap yang tak seharusnya tersentuh manusia.

Saat asap semakin menipis, wujud makhluk itu akhirnya terlihat jelas:

Tubuh besar, dua kali ukuran manusia.

Kulitnya hitam pekat seperti asap yang memadat.

Di punggungnya ada pola spiral angin yang bergerak sendiri.

Dan dari dadanya memancar cahaya merah tipis, seperti inti kekuatan yang sedang bangun dari tidur panjang.

Sang Penjaga Angin Hitam.

Makhluk yang diceritakan dalam legenda kuno desa sebagai pelindung Monument…

Tapi legenda juga menyebutkan:

Jika dibangunkan dengan cara yang salah, ia tidak lagi menjadi penjaga… melainkan pembawa kehancuran.

Garwolf tertawa keras.

"Hahaha! Lihatlah! Kekuatan yang bahkan Master Raga sendiri tak bisa hadapi!"

Di belakangnya, para anggota Garuda Hitam berteriak dalam kegirangan. Mereka tidak mengerti bahwa mereka sedang membangunkan sesuatu yang tidak akan memandang kawan atau lawan.

Boy menelan ludah. "Ini… gila… Master Ruyak sudah melewati batas…"

Makhluk itu mengangkat wajahnya ke langit.

GRUUUUAAARRRHHHHH!!!

Suara raungan itu memaksa semua orang menutup telinga. Angin kencang berputar dari tubuhnya dan menghantam pepohonan di sekeliling bukit. Pohon-pohon besar tumbang dalam sekejap.

Rani terpental ke belakang, dan lily menahan tubuhnya.

"Pegang aku!! Anginnya kuat banget!!"

Sita berusaha tetap berdiri dengan menancapkan tongkat ke tanah, tapi tubuhnya tetap terdorong mundur.

Danu memeluk Tegar agar tidak jatuh ke dalam jurang kecil di belakang mereka.

"Boy!! Kita nggak bisa dekat-dekat!!"

Boy mengangguk. "Iya… aku tahu…"

Tapi ia tidak bisa mundur. Bukan saat ini.

Bukan ketika sesuatu sebesar itu bangun karena ulah Master Ruyak.

Teknik Angin Dalam Melindungi

Di tengah badai angin yang memukul tubuhnya, Boy tiba-tiba teringat kata-kata Master Raga:

"Kekuatan angin ada di sekitarmu, Boy. Tapi kendali ada di dalam dirimu. Dengarkan… bukan dengan telinga, tapi dengan hati."

Boy memejamkan mata sejenak.

Ia menyatukan kedua telapak tangan di depan dada, menarik napas perlahan, dalam dan panjang.

Hembusan angin mendadak melambat.

Udara berat yang tadi menekan dadanya mulai terasa lebih ringan.

"Boy! Kamu ngapain!? Ini bukan waktu meditasi!!!" Tegar berteriak, berusaha menahan tubuhnya dari angin.

Tapi Boy tidak menjawab.

Ia menundukkan kepala… dan merasakan aliran energi di dalam tubuhnya bergerak. Bukan energi berwarna terang atau panas, tapi energi tenang, seperti angin.

Lalu…

Wuuuuushhh…

Hembusan angin dari tubuh Boy mengalir keluar sebagai perisai tipis.

Debu di sekelilingnya turun.

Batu-batu kecil yang tadi terangkat kembali jatuh.

Badu terpana.

"Woooaaahh!! Boy bikin zona aman!!"

Danu terhuyung masuk ke area tenang Boy.

"Gila… ini kayak ada dinding angin…"

Boy membuka mata.

Sorot matanya lebih tajam dari sebelumnya.

"Aku… sedikit mengendalikannya."

Namun ia tahu ini baru permulaan.

Makhluk besar di depan mereka jauh lebih kuat dari badai yang ia tahan.

Master Ruyak dan Ambisi Gila

Master Ruyak menatap ke arah Boy dengan mata membara.

"Jadi… kau sudah belajar teknik itu?"

Ia tersenyum sinis.

"Bagus. Akan makin menarik saat aku menghancurkanmu nanti."

Boy melangkah ke depan. "Master Ruyak!! Hentikan ritualnya!! Kamu akan menghancurkan seluruh desa!!"

Master Ruyak tertawa. "Biarkan hancur!! Agar aku bisa membangunnya lagi… bawah kekuasaanku!!"

"TIDAK!!" Boy berteriak keras.

Master Ruyak menatap makhluk besar itu dan memberi perintah:

"Penjaga Angin Hitam! Serang bocah itu!!"

Makhluk besar itu menoleh.

Mata merahnya menyala seperti bara neraka.

Kakinya yang besar menghentak tanah.

DOOONNN!

Getarannya membuat mereka semua goyah.

Makhluk itu mengangkat tangan besar yang terbuat dari asap hitam pekat, lalu menghantam ke arah Boy!

"BOYYY!!! AAAAAAA!!!" semua temannya menjerit.

Boy menahan napas.

Ia menurunkan posisi kuda-kuda.

"Aku tidak akan kalah… bukan di sini… bukan sekarang…!"

Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan aliran Angin Dalam berkumpul di kedua telapak tangannya.

Makhluk itu mengayunkan tinju hitam raksasanya.

DUAAAAAARRRRRRR!!!

Boy menyerang balik dengan tinju yang bersinar tipis oleh pusaran angin.

Benturan dua kekuatan itu membuat ledakan udara mengguncang seluruh bukit.

Pepohonan tercabut.

Batu-batu melayang.

Tanah retak.

Teman-temannya terjatuh ke belakang oleh tekanan angin.

Tegar menjerit. "BOYYYYY!!!!"

Dan ketika debu mulai mereda...

Boy terlempar jauh ke belakang, membentur tanah keras, dan jatuh berguling beberapa meter.

Rani menjerit pertama kali.

"BOY!!!"

Makhluk itu tidak bergeming sedikit pun.

Tidak ada goresan. Tidak ada reaksi.

Boy mencoba bangun.

Tapi tubuhnya gemetar hebat.

Satu pukulan saja…

Dan ia hampir tidak bisa berdiri.

Makhluk itu mulai melangkah lagi, tanah bergetar setiap kali kakinya menyentuh bumi.

Master Ruyak tersenyum puas.

"Aku bilang apa, Boy… kau tidak akan pernah bisa mengalahkannya."

Boy memaksakan tubuhnya bangun.

Ia menggertakkan gigi sampai rahangnya terasa sakit.

"Aku tidak akan… menyerah…"

Tegar, Danu, Sita, Rani, Lily, dan Badu berlari menghampirinya dan membantunya berdiri.

Tegar mengangkat Boy dari ketiak. "Lu gila apa!? Kita semua bakal mati kalau tetap di sini!"

"Boy… tolong… jangan paksa dirimu…" Rani memohon sambil air mata menetes.

Tapi Boy menggeleng.

Ia menatap makhluk itu, dan Master Ruyak—tanpa berkedip.

"Aku harus melindungi desa ini…"

Sebelum ia sempat melangkah lagi...

Suara tongkat kayu memecah udara malam.

TOK.

Semua orang menoleh.

Siluet seorang tua berjubah putih berdiri di antara bayangan hutan…

angin berputar lembut di sekelilingnya.

Master Raga muncul.

Wajahnya tidak sekadar serius.

Wajah itu seperti wajah seorang legenda yang akhirnya turun gunung.

"Boy," katanya lirih. "Mundur."

Boy merinding dari ujung rambut sampai kaki.

Master Raga jarang sekali menggunakan nada seperti itu.

Master Ruyak terbelalak kaget.

"KAU!! Akhirnya keluar dari persembunyianmu, Raga!!"

Master Raga mengangkat tongkatnya perlahan.

"Ruyak… kau telah membangkitkan sesuatu yang terlarang."

Ia menatap makhluk raksasa itu tanpa gentar.

"Hari ini… aku tidak lagi menahan diri."

Dan udara sekitar tiba-tiba menjadi sangat sunyi…

sebelum berubah menjadi badai yang jauh lebih kuat dari sebelumnya.

More Chapters