Cherreads

Chapter 12 - Bab 12 — Lelaki Berjubah Hitam

Kabut turun lebih tebal malam itu, seolah menelan seluruh Desa Gunung Awan dalam gumpalan kelabu yang lembap dan dingin. Orang-orang mulai menutup pintu dan jendela rumah masing-masing begitu kabar tersebarnya serangan misterius di markas Garuda Hitam mencapai telinga mereka.

Namun di tengah kecemasan yang merayap di desa, Boy berdiri tegak di dekat gerbang. Detak jantungnya cepat, tapi matanya dipenuhi keyakinan yang tidak ia miliki beberapa bulan lalu.

Badu dan Danu berdiri di sisi kanan dan kiri Boy, tak bersuara namun siap berlari jika terjadi apa-apa. Sita mencengkeram tongkat bambu di tangannya sementara Rani berdiri beberapa langkah lebih jauh, memeluk sapu tangan menahan kecemasan.

Master Raga maju beberapa langkah, tubuhnya berdiri sebagai benteng pertama.

"Semua tetap di belakangku," katanya.

Angin tiba-tiba berhenti. Sunyi. Bahkan suara jangkrik mendadak hilang.

Dari balik kabut, langkah kaki terdengar.

Tap… tap… tap…

Sosok itu muncul dengan perlahan. Jubah hitam panjang menutupi seluruh tubuhnya, berkibar tipis setiap kali angin malam bergerak. Di pinggangnya tergantung liontin perak berbentuk naga.

Wajahnya tertutup topeng putih polos, hanya dengan satu garis hitam melintang di bagian mata.

Setiap langkahnya membuat bulu kuduk Boy berdiri.

Sosok itu berhenti beberapa meter dari mereka.

"Jadi ini…" kata sosok itu, suaranya datar dan tenang, "…anak yang dicari."

Master Raga bergerak ke depan. "Siapa kau?"

Sosok berjubah hitam itu mengangguk kecil, seakan memberi hormat.

"Aku… hanya seseorang yang datang membawa pesan."

"Pesan dari siapa?" tanya Master Raga dengan tegas.

Sosok itu mengangkat kepala sedikit.

"Dari seseorang yang sangat lama menantikan kebangunan kekuatan lama, kekuatan yang diwariskan dari Naga Samudra."

Boy menelan ludah.

"Ayahmu," lanjut sosok itu, "pernah menjadi bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar daripada desa kecil ini."

Boy hampir maju, tapi Master Raga menahan lengannya.

"Kenapa kau menyerang markas Garuda Hitam?!" tanya Sita lantang.

Sosok itu tertawa kecil.

"Anak-anak itu hanya gangguan kecil, kebisingan yang tidak perlu. Aku mencari dia," ujarnya sambil menunjuk Boy dengan satu jarinya. "Dan aku ingin menguji dunia di sekelilingnya."

"Bagaimana dengan pemuda yang dibawakan pesan untuk Boy?" tanya Rani, suara bergetarnya hampir tak terdengar.

"Dia masih hidup," jawab sosok itu tenang. "Aku tidak membunuh orang yang tidak perlu dibunuh."

Bahkan kata-katanya yang tenang membuat suasana terasa semakin menyeramkan.

Boy akhirnya maju selangkah, hatinya berdegup keras. "Apa maumu dariku?"

Sosok itu berdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab:

"Aku ingin melihat apakah kau layak menyandang warisan ayahmu."

Boy mencengkeram tinjunya. "Warisan apa?"

Sosok itu mengangkat tangan ke arah Boy. Kabut di sekelilingnya terputar, seperti mengikuti perintahnya. Ia membuka telapak tangan, dan angin di sekitarnya berputar semakin cepat.

"Warisan yang bisa mengubah dunia."

"Warisan yang membuat banyak perguruan musnah."

"Warisan yang… membuat ayahmu diburu."

Boy merasakan dadanya sesak.

Ia menahan diri, lalu bertanya lagi. "Siapa ayahku sebenarnya?!"

Sosok itu tertawa pelan.

Tawa yang dingin.

Tawa yang membuat Badu gemetar dan mundur setengah langkah.

"Jika kau ingin tahu, datang ke Bukit Bayangan tiga hari lagi."

Master Raga langsung menggeleng keras. "Tidak! Itu jebakan!"

Sosok itu menoleh ke Master Raga. "Kau tidak bisa menghentikannya. Takdirnya sudah mulai bergerak."

Ia lalu menatap Boy.

"Datanglah sendirian."

Sita langsung maju. "Tidak mungkin Boy pergi sendiri!"

Sosok itu memiringkan kepala sedikit, lalu berkata dingin:

"Kalau ia membawa satu orang saja… aku akan menghabisi semuanya."

Sita terdiam.

Badu terjatuh duduk.

Danu memucat.

Rani menutup mulut menahan nafasnya.

Master Raga maju selangkah, aura kuat terpancar dari tubuhnya. "Jangan sentuh muridku."

Untuk pertama kalinya, sosok berjubah hitam itu menatap Master Raga secara penuh.

"…Raga. Aku tahu siapa kau."

Master Raga menegang.

"Dan aku tahu alasan kau menyembunyikan bocah ini selama bertahun-tahun."

Aura keduanya bentrok. Angin berdesir kencang di antara mereka.

Sosok itu kemudian memalingkan wajah ke arah Boy lagi.

"Anak Naga Samudra…"

Dadanya serasa ditusuk.

"…namamu sudah mulai terdengar."

Kabut menutup sosok itu. Dalam hitungan detik, ia menghilang.

Tidak ada langkah kaki menjauh.

Tidak ada bayangan bergerak di balik kabut.

Sosok itu benar-benar menghilang seperti ditelan bumi.

Setelah sosok itu hilang, suasana jatuh ke dalam keheningan. Angin kembali bergerak. Suara jangkrik kembali terdengar. Seolah dunia baru saja berhenti sesaat ketika ia muncul.

Boy memegang dahinya, napasnya tercekat. Pikirannya penuh dengan pertanyaan.

"Ayahku… diburu?" bisiknya.

Master Raga menahan bahunya. "Boy, jangan pergi ke Bukit Bayangan—"

"Aku akan pergi."

Semua terkejut.

Sita paling dulu melompat ke depan. "Boy!! Kau gila?! Itu orang berbahaya! Kau lihat sendiri apa yang dia lakukan!"

Badu mengangguk cepat. "Benar! Dia menghilang kayak hantu! Kita gak bisa—"

"Aku gak peduli," Boy memotong mereka. "Kalau dia tahu tentang ayahku… aku harus tahu."

Rani mendekat, suaranya bergetar. "Tapi Boy… kalau dia mencelakaimu? Kalau kau ga kembali?"

Boy menatap Rani pelan.

"Aku janji… aku akan kembali."

Air mata muncul di sudut mata Rani, tapi ia mengangguk.

Sita mendesah keras, lalu menatap Boy tajam. "Kalau kau mati, aku bangkitin kau cuma buat kubanting lagi."

Ucapan kasar itu membuat Boy tersenyum kecil.

Namun Master Raga tetap serius. "Baik. Kalau kau benar-benar ingin pergi… maka tiga hari ini akan menjadi latihan paling keras dalam hidupmu."

Boy menarik napas panjang.

"Aku siap."

Master Raga menatap muridnya dalam-dalam. Dan untuk pertama kalinya, Boy melihat kekhawatiran yang tidak pernah ada sebelumnya di mata gurunya.

"Kalau begitu," Master Raga berkata sambil menepuk bahunya…

"…mari bersiap menghadapi takdirmu."

More Chapters