"Anda tidak usah khawatir, orang ini sudah mati. Anda aman sekarang." Ethan bersuara.
Pria tua itu menatap Ethan dalam sebelum mengangguk dengan penuh kelegaan. Tidak percaya bahwa pertolongan untuknya akhirnya tiba.
"Apa yang dia inginkan dari anda? Katakan saja dengan ringkas, setelahnya saya akan membawa anda keluar dari sini," ucap Ethan.
Pria itu melirik pintu dengan ragu. Ia takut Count Hubert tiba-tiba muncul dan memergoki mereka.
Ia menarik napas dalam kemudian bersuara, "Mereka ingin saya membuat lagi racun Lican."
Ucapan bernada pelan itu sudah cukup memberi tahu Ethan garis besar permasalahan.
"Anda masih kuat berjalan?" Akan membutuhkan waktu lama untuk keluar jika pria di depannya tidak mampu berjalan.
"Saya masih kuat. Tapi ranjang ini yang telah membelenggu kekuatan saya. Ranjang ini disertai sihir terlarang, membuat saya tidak kuasa melawan."
Tanpa basa-basi, Ethan mendekati rantai besi di kakinya untuk memeriksa. Rantai itu terbuat dari besi yang sangat kuat dan tebal, sulit untuk mematahkannya namun tidak sempat mencari kuncinya.
Ethan melirik sekitar dan menemukan palu besar dan berat yang tampaknya akan berguna. Ia mengambil palu itu, menimbang kemungkinan untuk memukul dan menghancurkan rantai besi itu.
Ethan menggenggam erat gagang palu dengan satu tangan dan membawanya ke arah kaki pria tua.
Lelaki tua itu menelan ludah menatap Ethan ngeri. Jantungnya berdetak kecang, merasa ragu karena takut palu itu menghancurkan kaki kurusnya.
"Tutup mata anda." Suara dingin Ethan membawa sedikit kepercayaan yang membuat lelaki itu menghela napas pasrah.
Memilih mempercayai pria muda di depannya, ia menutup mata mengantisipasi rasa sakit yang mungkin datang.
Ethan memusatkan energi dan fokusnya pada rantai besi itu sepenuhnya. Ia menarik napas dalam dan dengan sekali percobaan memukul rantai itu dengan akurat dan kuat.
Suara besi yang beradu mengagetkannya, terdengar nyaring. Sampai akhirnya ia merasakan kakinya melonggar dan rantai yang membelenggu kakinya retak–terbelah menjadi dua tanpa melukai kakinya.
Sang empu kaki segera membuka mata dan sesaat kemudian menghela napas lega. Ia kemudian memperhatikan keseluruhan proses saat Ethan memukul rantai kaki satunya dengan penuh rasa syukur dan takjub.
Setelah berhasil menghancurkan kedua rantai, Ethan membantu pria tua itu bangkit dari ranjang dengan cepat dan keluar dari ruangan itu melalui pintu ruangan yang tidak dikunci.
"Anda bisa turun lebih dulu lewat sana." Ethan berucap sambil menunjuk pintu tempatnya masuk tadi. Sementara ia masih tinggal, berjaga dari penjaga yang mungkin akan datang.
"Baik Nak. Terimakasih." Lelaki tua itu berkata dengan pelan dan lemah. Ia turun tangga, melangkah tertatih-tatih menuju pintu yang terdapat banyak pengawal tak sadarkan diri.
Di ruang kerja, Count Hubert mengerutkan kening aneh di sela kesibukannya. Penjaganya tadi belum juga kembali.
"Kau," tunjuk Tyson Hubert ke salah satu pengawal di luar ruangan. "Periksalah ke lantai dua, ruangan itu."
Pengawal itu memahami maksud ruangan yang diperintahkan oleh Tyson kemudian pergi untuk memeriksa rekannya. Tanpa tahu, bahwa orang yang dimaksud sudah tidak bernyawa.
Ethan mendengar langkah kaki samar dari kejauhan. Suara itu semakin kuat, ia menatap waspada. Matanya melirik ke arah tempat pria tua itu, ternyata sudah keluar lebih dulu.
Ethan turun dalam senyap, menuju pintu ruangan lain dan naik ke atasnya. Dari kejauhan, terlihatlah seorang pria berpakaian pengawal berjalan santai sambil bersiul. Ia berjalan naik dari lantai bawah menuju ruangan tempat mereka tadi.
Tanpa menunggu lama, Ethan melompat turun dan menendang pengawal itu mundur. Pengawal itu terpental, menimbulkan bunyi keras. Namun sebelum ia melawan, Ethan sudah lebih dulu menyerang titik vitalnya dan melumpuhkannya.
Ethan turun dengan cepat, berjalan senyap menuju pintu belakang dan menguncinya dari luar. Di sana, pria tua tadi masih berjalan pelan dan menunggu kedatangannya.
"Ayo pergi dari sini." Ethan mengarahkan orang itu untuk segera pergi sebelum pengawal Hubert menyadari kekacauan itu.
Ia melihat keberadaan Evelyn dari kejauhan, dekat tempat mereka masuk tadi. Pria muda itu memanggil pelan, memberi isyarat pada Evelyn.
Gadis itu berlari pelan menghampiri keduanya, membuat Ethan menatap pria di sebelahnya. "Dia istri saya, tunggulah disini sebentar."
Evelyn datang, menatapnya dengan pandangan bertanya membuat Ethan menatap penuh arti. Gadis itu mengangguk paham, ia tahu bahwa orang ini kemungkinan besar seseorang yang bisa membantu mereka.
Ethan segera pergi. Evelyn memperhatikan penampilan pria itu yang kotor dan penuh luka. Sejenak, ia dapat membuat perkiraan kasar akan apa yang terjadi pada pria malang ini.
Untungnya, ia telah menunggu di tempat mereka semula dan tempat itu lumayan jauh dari ruang kerja Count Hubert.
"Siapa nama anda Tuan?" Evelyn bertanya, agak membingungkan jika ia ingin memanggil orang ini karena belum tahu namanya.
"Marcus, Marcus Liu." Marcus menjawab dengan nada lemah. "Terimakasih telah menolong saya."
"Tidak masalah Tuan, ayo kita ke tempat aman terlebih dahulu." Evelyn menunjukkan jalan kepada Marcus dan segera mereka sampai pada tembok tinggi tempat pertama kali masuk. Sekarang Evelyn harus memikirkan cara untuk membawa Marcus keluar dari sini.
Walaupun sudah terlepas dari sihir yang memblokir kekuatannya, Marcus tetap belum bisa melompat tinggi ataupun memanjat karena perlu memulihkan energinya.
Evelyn berjalan-jalan menuju sisi gerbang yang lain berniat mencari tembok dengan tumpukan barang atau sejenisnya yang bisa mereka gunakan sebagai tangga.
Tembok ini tinggi, mustahil bagi mereka untuk mengangkat Marcus ke atas dan menurunkannya seperti cara mereka masuk tadi.
"Eve, disisi ini ada sebuah lubang retakan. Itu cukup luas dan bisa digunakan sebagai pintu, Kane sudah menunggu disana." Ethan datang dari arah berlawanan dan sedikit berlari untuk menemui Evelyn.
"Baik." Evelyn segera pergi menemui Marcus tadi dan membawanya ke tempat yang dikatakan Ethan.
"Pergilah lebih dulu menggunakan kereta kuda. Aku perlu menjaga disini sebentar, ada beberapa penjaga yang akan menyerang. Hati-hatilah."
Ethan melihat bahwa beberapa pengawal Hubert telah menyadari adanya kejanggalan dan berniat untuk berpatroli di luar.
"Ya, kau juga." Evelyn menatap langsung pria itu, pakaian hitamnya sedikit basah akan darah. Evelyn tahu, Ethan sudah bekerja keras.
Ethan balas menatapnya lama, pupil birunya berkedip samar sebelum meredup. Ia tersenyum tipis lalu mengangguk dan pergi ke arah berlawanan.
Hatinya sedikit menghangat. Untuk pertama kalinya, Ethan merasa seseorang benar-benar memperhatikannya.
Evelyn berbalik pergi dengan membawa serta Marcus. Menuju jalan keluar yang berasal dari retakan besar di dekat bangunan terbengkalai. Letaknya di belakang kediaman, tak terurus karena dipenuhi tanaman merambat.
Lubang itu tidak luas, hanya cukup untuk satu orang. Karena Marcus kurang makan selama bertahun-tahun dan kurus, ia dengan lancar bisa melewati tempat itu.
Di luar, sudah ada Kane dan beberapa pengawal bayangan yang telah menunggu. Sebuah kereta kuda juga disediakan di depan pintu keluar untuk Evelyn dan Marcus berkendara pulang. Mereka segera pergi dari kediaman itu dengan kecepatan tinggi.
Suara ringkikan kuda terdengar, cukup nyaring untuk malam yang hening tersebut. Tak lama, roda kereta yang berputar cepat mengalihkan perhatian semua penjaga kediaman Hubert.
Mereka bergegas datang ke arah sumber suara. Langkah mereka tergesa-gesa, jelas panik. Suara yang berasal dari arah belakang membuat mereka tahu bahwa telah terjadi penyusupan.
