Cherreads

Chapter 55 - Sandera

Botol itu ia bawa dan masukkan dalam kantong jubahnya yang dalam. Tatapannya beralih pada pintu, berdebu dan tertutup rapat seolah jarang sekali dibuka.

Mustahil keluar dari ruangan ini karena pasti terkunci. Mata emasnya menelisik sekitar sampai pandangannya terkunci pada buku besar yang menonjol di atas meja.

Evelyn mendekat, meniup debu di atas buku itu dan mulai membukanya. Keningnya mengerut samar, tak paham dengan bahasa dan huruf latin yang tertulis dalam buku dengan tinta yang mulai memudar.

Namun ia tahu, ini adalah buku panduan membuat racun dengan berbagai resep di dalamnya. Tulisan ini disertai ilustrasi gambar sederhana, ada guci, daun gerbal dan... ular?

Namun semakin dia membuka... ia baru sadar bahwa di pertengahan buku adalah pengulangan dari lembar pertama, dengan bahasa asli.

Evelyn bernapas lega dan mulai lancar membaca, disana ada banyak ramuan racun lain dengan berbagai efeknya. Gadis itu tetap membolak-balikan halaman sampai di penghujung buku... ia menemukan pembahasan tentang racun Lican.

Disana tertulis:

Lican, berasal dari tanaman beracun yang tumbuh di wilayah tropis tengah di benua Nomaden. Tanaman ini pertama kali ditemukan di zaman Raja pertama kerajaan Salaryn.

Mematikan, sulit terdeteksi dan akan berubah warna ketika terkena tempat lembab.

Pembuatan, satu gram tanaman Lican yang sudah kering dengan....

Semakin jauh, kerutan samar di kening Evelyn semakin jelas. Ia bingung dengan bahan dan bahasa kuno yang sesekali muncul di buku tersebut hingga dentingan keras terdengar.

Ting!!!

Misi : mencari fakta dengan racun Lican.

Status : Selesai

Hadiah : 10.000 koin sistem.

Evelyn menarik napas tajam karena kaget, bunyi notifikasi sistem terdengar begitu keras di kepalanya.

Gadis itu menghela napas menenangkan diri, mengelus tulisan pada buku itu untuk mengetahui teksturnya. Tangannya merasakan volume samar pada tulisan itu, seolah ada ruang hampa di bawahnya.

Dan benar saja, begitu tulisan timbul itu ditekan, terdengar bunyi klik kecil yang cukup membuatnya waspada.

Dan sesaat kemudian, suara pintu yang bergeser terdengar dan mengejutkan Evelyn. Matanya menatap pintu dengan jantung berdetak kencang, khawatir Count Hubert sedang di luar dan berniat masuk.

Namun pintu itu tetap diam tak bergerak, membuat Evelyn menyadari satu hal. Suara itu bukan berasal dari pintu, melainkan salah satu rak buku yang bergeser pelan.

Suasana gelap ruangaan terlihat di baliknya, membuat Evelyn melangkah penasaran. Tangannya menggenggam cincin, penuh waspada.

Semakin masuk, ia melihat cahaya obor redup yang menyinari seluruh ruangan. Dan apa yang ada di dalamnya mengejutkannya.

Disana banyak kandang berisi berbagai macam hewan. Ada kelinci, ular dan harimau yang semuanya dalam kondisi lemah dan tertidur pulas.

Ini semacam percobaan atau eksperimen racun, mereka menggunakan hewan tak bersalah tak bersalah untuk dijadikan kelinci percobaan.

Evelyn tidak berniat masuk lebih dalam, khawatir pintu tertutup dan sulit baginya keluar. Merasa misinya sudah selesai, ia berbalik dan berniat keluar dari ruangan.

Evelyn keluar melewati jendela yang hanya muat untuk sosok mungilnya itu dan memanjat turun dengan perlahan.

Sesampainya di bawah, Evelyn duduk istirahat di tempat pertama kali kereka berpisah, menunggu Ethan kembali. Tangannya mengambil botol hijau dari balik jubah hitamnya, mengamati dengan seksama.

Ia tidak tahu Ethan dimana dan apakah Ethan berhasil menemukan sesuatu di dalam sana. Tapi begitu pria itu sampai nanti, Evelyn bisa langsung memberikan botol ini padanya.

Sementara di sisi lain, Ethan berada di bagian belakang–tempat gudang berada. Puluhan penjaga telah tumbang di dekatnya, namun Ethan memilih memanjat dinding rumah dan naik ke atas plafon.

Di sana terdapat ruangan yang terkunci rapat. Ethan bertahan disana sampai terdengar suara langkah mantap yang perlahan mendekat. Ethan masuk menyelinap ke dalam ruangan melalui celah atas pintu.

Dari kejauhan, terlihat dua orang datang mendekat dengan salah satu dari mereka membawa kunci. Orang di belakangnya memakai jubah lebih mewah, berdiri dingin dengan tangan di belakang.

Ia masuk lebih dalam dan yang menyambutnya adalah ruangan pengap berbau anyir dan kotor. Disana hanya terdapat satu ranjang dan alat penyiksaan seperti cambuk, palu dan senjata beruncing tajam.

Dia atas ranjang, terlihat seorang pria tua berambut putih dengan wajah pucat. Tubuh ringkihnya terbaring lemah, penuh luka dengan rantai yang membelenggu kakinya.

Pria itu menutup mata, tak sadarkan diri di atas ranjang besi yang sepertinya menyimpan aura gelap. Tidurnya seperti mayat hidup sampai suara pintu dibuka membangunkannya.

Ethan naik semakin tinggi, ke plafon atas ruangan yang gelap untuk menyamarkan kehadirannya. Berniat memperhatikan dan menguping dari sana.

Dua orang yang tadi dilihatnya segera masuk ke dalam ruangan. Pria setengah baya berjubah mewah itu adalah Count Hubert, bersama pengikut setianya yang memegang kunci.

"Bangun!" Pria yang bersama Count Hubert membentak keras dan menendang ranjang tempat pria tua itu tidur.

Pria di tempat tidur kelabakan, tangan kurusnya berusaha menopang tubuhnya untuk bangkit perlahan. Setelahnya, pria itu menunduk lemah tanpa mengeluarkan suara apapun.

Count Hubert berdecak sinis ke arah pria tua itu, lalu memerintah, "Buatkan aku lagi racun itu."

"Tidak." Suara lemah terdengar menyahut.

Mendengar itu, pengikut setia Count Hubert membentak lagi, "Kau ingin mati?"

Pria di atas ranjang mendongakkan kepala, kilatan mata penuh tekad terlihat di matanya. Bibir pucatnya perlahan bersuara lagi, "Bahkan jika kalian membunuhku, aku tidak akan membuat racun itu lagi."

"Berani sekali kau melawan." Pengikut Count Hubert menampar kepala orang itu, membuatnya goyah namun hatinya tetap tak menyerah.

"Aku tidak ingin lagi menuruti manusia egois seperti kalian!"

Count Hubert menggertakkan giginya marah, rahangnya mengetat. Kemudian memerintah dengan suara dingin penuh tekanan.

"Siksa! Jangan berhenti sebelum dia patuh."

Pengikut bodoh itu segera menurut. Ia mengambil cambuk tajam dan mulai melesatkannya pada pria tua yang kini terbaring di atas ranjang.

Orang itu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyiksa tahanan mereka. Pria tua yang disiksa itu menutup mata, menggertakkan gigi menolak permintaan ampun. Hanya diam menanggung semua sabetan cambuk sambil sesekali meringis dan memuntahkan seteguk darah.

Setelah cukup menonton penyiksaan itu, Count Hubert keluar dari ruangan meninggalkan keduanya.

Ethan memperhatikan kejadian itu dengan tangan yang mengepal kuat. Hatinya panas, meski ia terkenal kejam, sangat pantang baginya menyiksa orang lemah dan tidak bersalah.

Ethan segera turun, membuat pengikut itu menoleh terkejut dan takut. Tangannya mengambil sebuah tongkat dan melayangkanya pada leher dan kepalanya, membuatnya tumbang.

Teriakan keras terdengar sebelum orang itu lebih dulu terjatuh tak sadarkan diri dengan kepala yang mengeluarkan banyak darah.

Pria tua mendengar suara itu dan perlahan mengangkat kepalanya. Sesaat kemudian, pria itu menatap Ethan yang telah melumpuhkan orang yang menyiksanya dengan kaget.

"Si-siapa kau?" Suaranya terdengar takut dan terkejut. Tangannya berpegangan erat pada batang ranjang, waspada akan aura pria misterius di depannya.

More Chapters