Cherreads

Chapter 53 - Perasaan yang tertahan

Evelyn akhirnya melihat Ethan, ia tersenyum lembut berusaha menampilkan peran istri penuh kasih di hadapan para bawahan Ethan.

Di samping pria itu, ada Silas yang juga menatapnya dengan rasa bangga dan sesekali menyenggol Ethan.

Ethan mengabaikan tatapan Silas di samping yang terus menggodanya. Ia melangkah mantap menuju Evelyn untuk mengambil tas besar yang dibawa gadis itu.

"Apa perjalanannya lancar?" tanya Ethan dengan perhatian.

Evelyn menyerahkan tas dari tangannya kepada Ethan dan berkata, "Ya, semua lancar. Aku membawakanmu makanan, aku sendiri yang memasaknya, cobalah."

Dalam hati Ethan menghangat melihat perhatian kecil itu, senyum tipisnya terbit bahkan tanpa ia sadari. Walaupun ia tahu itu hanya pura-pura, Ethan tetap merasa senang ada yang memperhatikannya.

Evelyn melihat sekilas senyum tipis Ethan dan terdiam. Sebenarnya, ia khusus memasak sesuatu untuk Ethan hari ini.

Ia memasak beberapa menu karena tidak tahu makanan apa yang disukai pria itu. Keterampilan memasaknya lumayan, ia sering memasak ketika ia tinggal sendiri dulu.

"Terimakasih," ucap Ethan tulus, nadanya pelan menatap tepat pada mata Evelyn.

"Hmm." Evelyn sedikit terkejut mendengar ucapan tulus itu. Ia hanya tersenyum kecil dan bergumam mengiyakan.

Silas yang melihat interaksi itu dari samping hanya bisa menghela napas iri. Ia tidak sempat mencari pasangan karena kesibukan yang selalu diberikan oleh Ethan. Sekarang temannya itu sudah punya pasangan, sedangkan dia masih sendiri, sungguh menjengkelkan.

Ethan berjalan mendahului untuk memimpin jalan. Evelyn mengikutinya, ia menduga mereka akan ke tempat istirahat pria itu.

Keduanya berjalan beriringan, tanpa obrolan ataupun pertanyaan lagi. Namun tak ayal, ketenangan itu justru terasa lebih nyaman ketika mereka saling memahami satu sama lain.

Ethan melirik Evelyn yang berjalan di sampingnya sambil sesekali mengagumi tempat sekitar. Cahaya matanya melembut dan tanpa sadar sebersit pemikiran salah hinggap di hatinya.

Mungkin akan indah jika hubungan kedua tetap seperti ini... untuk waktu yang lama. Tapi ironisnya, mereka bersama hanya untuk mencapai tujuan masing-masing.

Tidak ada ikatan emosional, tidak ada rasa memiliki ataupun takdir yang terjalin di antara mereka. Tidak ada dan seharusnya jangan pernah ada.

Ethan menghela napas pelan lalu bertanya untuk memecah keheningan di antara mereka, "kau belum makan, bukan?"

Ia menebak hal itu karena melihat bahwa Evelyn membawa bekal makanan, mungkin gadis itu ingin makan disini.

"Aku makan camilan di kereta tadi," sahut Evelyn, mengkonfirmasi tebakan Ethan.

"Aku pergi berburu sore tadi, ada rusa yang lumayan besar. Mari kita memanggangnya bersama." Ethan berkata dengan nada sedikit bangga. Ia ingin Evelyn tahu dan ikut menikmati hasil buruannya.

"Benarkah? Tentu. Kebetulan sekali aku ingin memakan daging panggang." Evelyn menyahut dengan sedikit antusias sambil terkekeh pelan.

Mereka sampai juga di tempat pribadi Ethan. Ini hanyalah rumah kayu tapi tempatnya kokoh dan kuat. Terbuat dari kayu kualitas tinggi dan cukup luas.

"Silahkan masuk." Ethan membuka pintu dan segera menuju dapur untuk mengambil hasil buruan serta beberapa tempat untuk membakar daging itu.

Evelyn juga mengikutinya, memperhatikan rumah itu dengan seksama, ruangannya sangat bersih. Ada kursi panjang, meja, satu kamar dan beberapa peralatan serta senjata tambahan.

Tak lama kemudian, Ethan kembali dari dapur dengan membawa banyak perlengkapan. Evelyn membantu menata dan mengambil hidangan tambahan yang telah dibawanya dari rumah.

Halaman rumah itu luas dan sangat cocok untuk membuat api. Ethan mengambil kayu bakar dan menyalakan apinya, sementara Evelyn menyiapkan daging rusa yang akan dipanggang.

Gadis itu membumbui daging dengan berbagai macam rempah. Daging segar tersebut Ethan tusuk ke dalam bilah bambu besar dan meletakkan setiap sisinya masing-masing di atas batu.

Dalam sekejap, api membesar dan harum daging panggang menyeruak memenuhi udara di sekitar. Bau sedap itu tercium oleh para tentara lain membuat mereka mendadak merasa lapar.

Beberapa orang juga bangkit dan memilih untuk memanggang daging yang mereka dapatkan siang tadi.

Evelyn duduk di atas rumput, di depannya ada api unggun yang Ethan buat tadi. Matanya menunduk, menatap pantulan cahaya berwarna kuning melalui air dalam gelasnya.

Suasana seperti ini sangat nyaman, apalagi dengan warna kuningnya api unggun membuat malam yang dingin terasa lebih hangat dan menenangkan.

Lagi-lagi, Ethan memilih memperhatikan wajah damai Evelyn yang berada di sampingnya. Ingin mengukir semua pemandangan itu kedalam hatinya sebagai salah satu kenangan indah.

Keduanya diam tanpa suara dengan suara detak jantung yang seirama membuat Ethan sekali lagi tersenyum tipis. Selama bertahun-tahun, baru kali ini ia merasa hidup tidak seburuk itu untuk dinikmati.

Setelah lama tenggelam dalam keheningan damai itu, Ethan teringat dengan kesepakatan mereka dulu.

Evelyn tidak menikah dengannya untuk membangun sebuah keluarga, melainkan tujuan tertentu yang telah sedari awal mereka sepakati.

Ia tidak tahu, takdir akan membawa mereka kemana. Apakah takdir kali ini akan memihak padanya? Atau justru terus meninggalkannya dalam kesengsaraan dan kesendirian yang membunuh.

Ethan menghela napas, ia tidak bisa mengutarakan keinginan untuk membangun hubungan dengan Evelyn begitu saja. Gadis ini bersedia bersamanya untuk balas dendam dan sebuah perlindungan.

Mungkin, jika Ethan memintanya untuk mencoba dan memberi kesempatan pada hubungan mereka, tidakkah Evelyn akan membencinya? Dan parahnya lagi... mungkin gadis ini akan memberinya bahu dingin seperti pertemuan pertama mereka dulu.

Tidak... Ethan tidak ingin itu terjadi. Seharusnya dia tetap pada jalurnya, pada janjinya pada Evelyn. Kepercayaan yang telah dilimpahkan padanya tidak bisa semudah itu Ethan hancurkan.

Namun tak bisa ia pungkiri, rasa nyaman dan hangat yang terjalin membuat Ethan mulai berpikir sebaliknya.

"Evelyn." Ethan memanggil dengan suara rendah, nyaman didengar.

Evelyn menoleh pelan, mata keemasannya berkilau semakin indah di bawah api unggun. Melihat itu, ia melanjutkan, "setelah tujuan kita tercapai dan aku menjadi raja, apa kau akan kembali ke kediaman Gregory?"

Setelah tenggelam dalam pikirannya, Ethan tak bisa menahan rasa penasarannya dan memilih bertanya.

Gadis itu sempat terdiam sejenak, cahaya matanya meredup samar sebelum menjawab dengan suara pelan.

"Tidak, aku akan pergi ke suatu tempat yang jauh. Sangat jauh dari sini."

Evelyn memalingkan wajahnya lurus ke depan, matanya menerawang jauh seolah melihat kehidupan lain yang berjalan di ruang dan waktu yang berbeda.

Ethan tak menyangka akan jawaban itu lalu bertanya lagi, "kau akan meninggalkan kerajaan ini?"

Evelyn bergumam mengiyakan, "Aku ingin menjadi seorang pengembara."

"Kau...tidak berniat menjadi Ratu?" Hati Ethan sedikit sakit membayangkan bahwa mereka mungkin tidak akan bertemu lagi di masa depan.

"Tidak, aku tidak ingin menjadi Ratu, tidak ingin kehidupan seperti itu." Evelyn menggeleng pelan, menjadi seorang Ratu akan sangat melelahkan.

Ethan ingin bertanya beberapa hal lagi sampai akhirnya memilih menelan rasa ingin tahunya dalam-dalam.

Tidak bisa dipungkiri, dalam hal tujuan saja mereka sudah berbeda. Bagaimana mungkin ia memiliki niat untuk membangun hubungan baik mereka selamanya.

Evelyn menikah dengannya untuk bisa meninggalkannya...

Evelyn akan pergi nanti, dan mungkin akan membangun keluarga baru. Itu tidak salah, hanya saja pikiran dan niat Ethan yang sedikit tak tahu malu.

Ia menghela napas pelan, merasa sedikit kekalahan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ethan bertekad untuk melupakan keinginan sesaatnya dan lebih fokus pada tujuan akhir mereka.

More Chapters