Cherreads

Chapter 51 - Gosip

Evelyn tersenyum lembut, tidak masalah baginya membagikan identitasnya kepada gadis didepannya. "Evelyn, panggil aku Evelyn."

"Terimakasih Evelyn, aku sungguh mengagumimu. Namaku Olivia, bolehkah kita bertemu lagi dimasa depan dan menjadi teman?"

Evelyn mengangguk setuju, tidak masalah jika berteman dengan gadis malang ini.

Melihat persetujuanya, Olivia kemudian bangkit menuju Evelyn dan memeluk gadis itu erat. Air mata yang sedari tadi ditahannya jatuh dan ia menangis penuh haru. Evelyn balas memeluk dan menepuk pelan punggung gadis itu canggung, ia tidak terbiasa berkontak terlalu dekat dengan siapapun.

Olivia sama sekali tidak mengenali Evelyn yang telah menjadi Putri Kedua karena keterbatasan lingkungannya. Ia hanya mengangguk pelan dan ingin menjadikan gadis didepannya sebagai teman.

Sekian menit berpelukan, Olivia akhirnya menghentikan tangisannya dan kembali tenang. Ia sedikit tersenyum malu dengan kelakuan kurang sopannya pada teman barunya itu.

"Evelyn, setelah ini, kau akan kemana?" tanya Olivia.

"Aku berencana langsung pulang ke kediaman, ada sesuatu yang harus dikerjakan," jawab Evelyn.

Olivia mendengar itu langsung merasa sedih dan murung lagi. Mereka tidak sempat menghabiskan waktu bersama.

"Padahal aku ingin mengajakmu makan atau jalan-jalan santai." Olivia berkata sambil cemberut, gadis 17 tahun itu memang lebih seringnya berinteraksi dengan rakyat dan pedagang ibukota daripada bangsawan lainnya.

Walaupun tidak disayang, orang tuanya memberi cukup banyak uang untuk dibelanjakan. Itu wajar, Marquess merupakan salah satu bangsawan tinggi di Kerajaan, kedudukannya hanya satu tingkat dibawah Duke.

Evelyn menghela napas, dengan sabar meladeni gadis polos ini. "Jika hanya makan, aku masih bisa."

Olivia segera mengembangkan senyumnya lebar dan berkata dengan antusias, "baiklah, ayo kita makan sekarang. Aku akan membawamu ke sebuah restoran paling enak di Kerajaan ini."

Evelyn terkekeh senang, "tentu."

Mereka pun pergi untuk berpamitan dengan petugas lelang dan segera keluar dari tempat itu.

Evelyn semakin mengeratkan jubahnya, ia tidak ingin penampilannya terlihat banyak orang. Olivia memperhatikan itu dengan seksama, ia lihat tadi gadis ini sangat cantik, mengapa Evelyn seakan tidak ingin terlihat oleh banyak orang?

Ia memilih mengedikkan bahu acuh, bukan tipenya yang selalu mencampuri urusan orang lain. Pasti ada alasan tertentu seseorang melakukan itu.

Di jalan, Evelyn sesekali menanggapi obrolan Olivia santai sambil memperhatikan sekitar dengan seksama.

Tidak lama, mereka sampai di sebuah restoran sederhana dua lantai. Sekilas dilihat, ini bukanlah tempat makan mewah yang biasa dikunjungi para bangsawan, tempatnya juga masih terbuat dari kayu.

Restoran ini menjual makanan hangat yang cocok dimakan di cuaca dingin. Baunya yang harum tercium sampai keluar membuat Evelyn lapar, perutnya sekarang bahkan keroncongan.

"Disinilah tempatnya, harumkan. Makanan disini sangat enak, kau harus mencobanya." Olivia menarik tangan Evelyn pelan membawanya kedalam restoran itu.

Suara pintu yang terbuka menarik perhatian pelayan, ia segera datang dengan sigap sambil membawa kertas catatan dan pena.

"Halo selamat siang. Anda ingin memesan apa Nona." Pelayan itu bertanya untuk mencatat pesanan mereka.

"Apa tempat di lantai dua masih tersedia?" Olivia bertanya dengan nada sopan.

"Masih ada Nona, ada satu tempat lagi di lantai dua yang masih kosong. Anda bisa menempatinya."

"Baiklah. Aku ingin sepanci sup, hotpot dan pangsit rebusnya. Bawakan juga...."

Pelayan itu dengan sigap mencatat semua pesanan gadis didepannya. Olivia memesan dengan lancar karena ia sudah sering makan ditempat ini.

"Baiklah Nona, anda bisa menempati ruang nomor 5 di lantai atas. Harap menunggu dengan sabar untuk makanan anda." Pelayan itu tersenyum sopan dan pergi untuk menyiapkan pesanan mereka.

Mereka berdua naik ke lantai atas menggunakan tangga kayu, tangga itu masih terlihat kokoh karena menggunakan bahan berkualitas baik.

Di lantai dua adalah area makan pribadi dan tertutup. Di dalamnya ada delapan ruangan yang masing-masing luasnya hanya mampu menampung paling banyak empat orang.

Semua ruangan dipisahkan oleh dinding yang terbuat dari kayu. Pintunya menggunakan pintu geser transparan yang hanya memperlihatkan orang di dalamnya dengan buram.

Tempat itu tidak ada kursi, hanya tikar anyaman yang nyaman untuk diduduki dan sebuah meja persegi empat yang lumayan besar.

Mereka mengobrol dengan santai dan nyaman. Olivia kebanyakan bercerita tentang kehidupannya di kediaman Marquess dan betapa tidak adanya yang benar-benar mendukungnya.

Bahkan untuk pelayan, gadis itu tidak punya pelayan tetap, selalu berganti setiap beberapa waktu dan sebagian besarnya adalah orang-orang yang dikirim ibunya untuk mengawasinya.

Evelyn semakin bersimpati dengan gadis ini, kehidupannya pasti juga kesepian dan monoton. Tidak ada yang menemani dan mendukungnya.

Olivia yang diluarnya selalu pendiam dan pemalu ternyata bisa mengeluarkan semua sifat aslinya kepada gadis yang baru saja dikenalnya.

Ia tidak tahu mengapa, tapi setiap bersama Evelyn, ia merasa nyaman dan tenang. Gadis di depannya tidak pernah memandang rendah dan tidak menghakiminya.

"Aku belum bertanya, dari mana asalmu?" Olivia menyeletuk. Ia penasaran karena sedari tadi hanya ia yang bercerita panjang lebar.

Evelyn tertegun sejenak, bingung ingin menjawab apa. Akhirnya, ia menjawab dengan hal paling masuk akal. "Aku berasal dari Wilayah Utara. Kekuasaan Duke Gregory."

"Gregory? Yah aku pernah mendengar tentang keluarga itu. Putrinya kalau tidak salah adalah gadis pendiam juga sama sepertiku. Kasian sekali dia, pasti ia juga merasa kesepian."

Olivia bersimpati dengan Evelyn karena merasa nasib mereka sama saja, terpenjara di kediaman dengan tidak adanya teman. Ia pernah mendengar beberapa rumor tentang gadis Gregory itu dari beberapa pedagang pasar yang bergosip.

"Oh benar, beberapa waktu lalu bukankah dia telah menjadi putri kedua. Wah hebat sekali, gadis itu pasti cantik karena dapat membuat seorang pangeran jatuh cinta. Dia sangat beruntung, tapi pangeran kedua jarang terlihat. Apakah akan baik-baik saja, apa pangeran itu akan bersikap baik dengan istrinya?"

Olivia berpikir keras dan dilanda kesedihan. Ia memikirkan rumor itu dengan seksama, pangeran dikenal sebagai orang yang dingin dan kejam. Bagaimana jika gadis yang menjadi istrinya itu merasa sedih karena dinginnya sifat pangeran?

Evelyn tersenyum simpul mendengar kesedihan dan curhatan Olivia tentang putri kedua. Ia kira dengan buruknya reputasinya, tidak akan ada orang yang benar-benar memikirkan perasaannya.

"Jangan percaya rumor, itu tidak bisa dijadikan pegangan untuk menilai seseorang. Kita tidak tahu bagaimana pastinya kehidupan putri kedua itu sebelum ataupun setelah menikah. Beberapa rumor yang beredar justru hanya dilebih-lebihkan."

Olivia mengangguk, sepenuhnya setuju dengan ucapan Evelyn. "Kau benar, tidak boleh menghakimi atau menebar asumsi kepada seseorang yang bahkan kita tidak kenal kehidupannya. Lagipula jika kita mengenalnya, kita belum tentu tahu bagaimana perasaannya."

Orang-orang yang mengenal mereka, belum tentu memahami cara pikir dan kesulitan mereka. Apalagi yang bahkan tidak mengenalnya sama sekali. Kita tidak mempunyai hak untuk menghakimi siapapun.

"Kalau begitu, rumahmu cukup jauh dari sini. Apa kau menetap disini sekarang?" Tidak ingin bersedih dan bersimpati terlalu dalam, Olivia mengalihkan pembicaraan.

More Chapters