Cherreads

Chapter 17 - Chapter 16 – Langit yang Akhirnya Menangis

Beberapa minggu setelah kepergian Auren, dunia mulai membentuk dirinya sendiri—dengan cara yang belum pernah dicoba: tanpa satu suara tunggal, tanpa satu sistem pusat, tanpa janji kesempurnaan.

Orang-orang mulai belajar menyebut rasa mereka.

Ada yang belajar marah.

Ada yang baru pertama kali berkata, "Aku sedih."

Dan ada yang… hanya duduk dan membiarkan air mata jatuh, tanpa perlu alasan.

Dan tidak ada yang menghentikan mereka.

 

Di Marevia, gedung-gedung tak lagi bersih sempurna. Taman mulai tumbuh liar. Langit berubah warna sesuka alam.

Beberapa warga tidak bisa menerima. Mereka mengurung diri, menolak keluar dari rumah.

Tapi sebagian lainnya keluar, menatap langit… dan menangis.

Bukan karena takut. Tapi karena untuk pertama kalinya… mereka tahu itu tangis mereka sendiri.

 

Kalea berdiri di tebing di luar Drexan, memandang kota yang perlahan menyatu dengan sekitarnya. Ia membaca surat Auren untuk entah keberapa kalinya. Kertas itu lecek, ujungnya robek, tapi tulisannya tetap jelas.

"Jangan biarkan dunia tidur lagi."

Ia tersenyum kecil. Lalu menatap langit.

Hujan turun.

Tidak deras. Tidak keras. Tapi hujan sungguhan. Air dari langit yang tidak bisa diprogram. Tidak bisa dihentikan.

Anak-anak tertawa. Beberapa orang dewasa ketakutan, karena mereka tidak tahu kenapa tubuh mereka basah.

Tapi tak seorang pun mencoba menghentikannya.

Karena sekarang, langit boleh menangis.

Dan manusia pun begitu.

 

Auren tidak pernah kembali.

Tapi orang-orang tidak bertanya ke mana ia pergi.

Karena setiap kali mereka merasa sesuatu yang sulit dijelaskan—rasa getir yang hadir bersamaan dengan harapan—mereka tahu: ia ada di sana.

Bukan sebagai sosok. Tapi sebagai kesadaran.

Bukan pahlawan. Tapi bukti bahwa dunia yang terlalu sempurna adalah dunia yang tak bisa tumbuh.

Dan kini, dunia tumbuh… dengan rasa.

 

 

Bersambung.

More Chapters