Cherreads

Chapter 3 - Bab 3: Surat Tanpa Nama

Hari berikutnya, suasana sekolah kembali seperti biasa—atau setidaknya begitulah yang terlihat. Tapi bagi Tara, segalanya sudah berubah.

Ia berjalan menuju loker dengan langkah perlahan. Setiap suara terasa lebih nyaring dari biasanya. Setiap tatapan teman-teman terasa seperti penghakiman. Padahal, mungkin semua itu hanya perasaannya sendiri.

Sambil membuka loker, Tara menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.

Dan saat itu juga, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa.

Sebuah amplop putih. Tanpa nama. Tanpa stempel.

Tangannya gemetar saat mengambilnya. Ia melihat ke sekitar—tak ada yang memperhatikannya. Ia membuka amplop itu perlahan. Di dalamnya hanya ada satu kertas kecil dengan tulisan tangan rapi:

"Terima kasih sudah diam. Tapi diam pun kadang bisa berbahaya."

Tara menelan ludah. Tangannya berkeringat. Ia melipat kembali kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku rok.

Siapa yang mengirim ini?

Apakah ini dari Rayhan? Tapi kalimatnya terasa seperti... peringatan. Atau bahkan ancaman?

Hari itu terasa panjang. Di kelas, Tara kesulitan fokus. Rika sempat bertanya apakah dia sakit, tapi Tara hanya tersenyum dan menggeleng.

Saat istirahat, ia pergi ke perpustakaan seperti biasa. Tapi pikirannya tidak bisa fokus pada halaman buku.

Tak lama kemudian, langkah seseorang terdengar mendekat.

"Kamu baca buku yang aku pinjam kemarin?"

Tara menoleh. Rayhan berdiri di ujung rak, tersenyum kecil sambil menggendong ransel.

"Belum. Aku malah belum sempat ngapa-ngapain hari ini."

"Kamu kelihatan... tegang."

Tara ragu-ragu. Tapi entah kenapa, ia merasa ingin bicara.

"Ada yang masukin surat ke lokerku. Nggak ada nama. Isinya... agak mengancam."

Rayhan langsung duduk di kursi depan Tara.

"Kamu bawa suratnya?"

Tara mengangguk dan menyerahkannya.

Rayhan membaca cepat, lalu mendengus pelan.

"Ini bukan dari aku. Tapi... kurasa aku tahu siapa yang mungkin kirim."

"Siapa?"

"Ada seseorang yang dulu dekat dengan korban bullying itu. Dia pernah bentrok sama OSIS. Sejak itu, dia curiga kita nutupin kasus itu. Bisa jadi dia yang mulai memantau orang-orang yang 'terlibat'."

Tara menggigit bibir.

"Aku bukan 'terlibat'. Aku cuma lewat waktu itu."

"Aku tahu. Tapi kamu sudah masuk ke dalam pusaran ini. Dan itu nggak bisa dihindari sekarang."

Rayhan menatapnya serius.

"Kalau kamu mau mundur, aku ngerti. Tapi kalau kamu tetap diam, kamu bisa bantu aku lebih dari yang kamu bayangkan."

Sore itu, saat Tara pulang dan melepas seragamnya, ia menatap dirinya di cermin.

Gadis itu… masih dirinya. Tapi kini, ia memegang satu rahasia. Dan satu pilihan.

Diam… atau ikut terlibat lebih dalam.

Dan entah kenapa, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, diam terasa jauh lebih sulit daripada bicara.

More Chapters