Cherreads

Chapter 10 - Bab 10 – Pintu Gua Hitam

Malam turun perlahan, namun di hutan yang mereka lalui, kegelapan sudah terasa sejak sore. Kabut semakin tebal, dan udara dingin menusuk hingga ke tulang. Langkah Jaka, Laras, dan Ki Samudra terasa berat, seakan tanah yang mereka pijak mencoba menahan kaki mereka.

"Ki…" suara Laras bergetar, "berapa jauh lagi gua itu?"

Ki Samudra menatap lurus ke depan, matanya tajam meski tubuhnya renta."Tidak jauh. Saat kau mulai merasa hening yang terlalu dalam, saat suara dunia seakan lenyap, itulah tanda kita sudah berada di ambang gua hitam."

Jaka merapatkan genggaman pada keris Cahaya Sukma. Cahaya biru dari bilahnya mulai meredup, seakan lelah setelah dua pertarungan sebelumnya. Namun tekad dalam hatinya tak berkurang sedikit pun.

Bisikan dalam Kegelapan

Mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan mati. Semakin jauh, semakin sunyi. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada desir angin, bahkan langkah mereka pun terasa teredam oleh kabut.

Tiba-tiba, suara lirih mulai terdengar. Suara itu bukan sekadar tangisan Mayang Sari, tapi suara yang lebih berat, lebih menyeramkan.

"Jaka…" bisikan itu mendesah."Jaka… darahmu hangat… kekuatanmu manis… bergabunglah denganku, dan kita akan abadi."

Jaka berhenti, matanya membelalak. Suara itu begitu nyata, langsung menembus pikirannya. Ia menoleh ke kiri, dan sekejap ia melihat bayangan pria tinggi dengan wajah penuh luka Rangga Sakti.

Laras segera mengguncang bahunya."Jaka! Jangan dengarkan! Itu hanya bisikan!"

Jaka menghela napas berat, berusaha menepis suara itu. Tapi jauh di dalam dirinya, ia bisa merasakan sesuatu: semakin dekat mereka ke gua, semakin kuat suara Rangga Sakti menyeruak ke dalam pikirannya.

Gerbang Bayangan

Akhirnya, setelah berjalan berjam-jam, mereka tiba di sebuah lapangan kosong. Di tengah lapangan itu berdiri tebing hitam yang menjulang tinggi, seakan menjilat langit. Di kaki tebing terdapat celah besar berbentuk lengkungan, menyerupai mulut yang menganga. Dari dalamnya, kabut hitam pekat terus mengalir keluar.

"Gua hitam…" Ki Samudra berbisik. "Inilah pusat perjanjian. Naskah kutukan itu ada di dalam."

Namun sebelum mereka sempat melangkah mendekat, tanah bergetar. Dari mulut gua, kabut menebal, lalu membentuk sosok besar berwujud menyeramkan. Tubuhnya terdiri dari bayangan hitam pekat, namun wajahnya… adalah wajah-wajah manusia yang silih berganti: menangis, tertawa, menjerit.

Penjaga Ketiga telah muncul.

"Aku adalah wujud dari ketakutanmu yang terdalam," suaranya bergema. "Siapa pun yang masuk gua tanpa melewati aku… akan hilang ditelan kegelapan selamanya."

Ujian Ketakutan

Kabut penjaga itu menyebar, melingkupi Jaka, Laras, dan Ki Samudra. Seketika pandangan mereka berubah.

Jaka mendapati dirinya kembali di desa, namun desa itu hancur terbakar. Tubuh warga berserakan, dan Laras tergeletak tak bernyawa di pelukannya. Dari langit, suara Rangga Sakti tertawa.

"Akhirnya semua mati karena kebodohanmu, Jaka."

Jaka berteriak, namun suaranya tak terdengar. Tubuhnya gemetar, air matanya jatuh. Rasa bersalah menelannya bulat-bulat.

Di sisi lain, Laras juga terjebak dalam ilusi. Ia melihat dirinya sendirian, berjalan di hutan gelap. Dari balik pepohonan, muncul sosok Mayang Sari dengan wajah pucat penuh darah.

"Ini salahmu, Laras," suara arwah itu lirih. "Kau yang menarik Jaka ke dalam kutukan ini. Kau yang akan membuatnya mati. Semuanya karena kau."

Laras jatuh berlutut, menangis tanpa daya.

Sementara itu, Ki Samudra berdiri di dunia ilusinya sendiri ia melihat masa mudanya, saat ia gagal menyelamatkan murid-muridnya dari kebinasaan akibat serangan bayangan. Rasa penyesalan itu kembali menggerogoti jiwanya.

Kekuatan Persatuan

Di dunia nyata, tubuh ketiganya terguncang hebat, hampir diserap kabut hitam. Namun, sesuatu mulai berkilau keris Cahaya Sukma yang digenggam Jaka masih memancarkan cahaya samar.

Dalam ilusi, Jaka menunduk memeluk tubuh Laras yang tak bernyawa. Namun dari genggamannya, keris itu bersinar, dan suara Laras terdengar di telinganya bukan suara ilusi, melainkan suara asli.

"Jaka! Aku di sini! Jangan menyerah!"

Jaka membuka mata. Desa terbakar itu menghilang seketika, digantikan oleh wajah Laras yang nyata, menggenggam tangannya erat. Ia terengah, namun kini matanya kembali jernih.

Laras pun tersadar dari ilusinya saat Jaka memanggil namanya. Mereka saling menggenggam, cahaya keris semakin terang. Ki Samudra, meski hampir terseret oleh rasa bersalahnya, kembali tegak saat cahaya biru itu menembus kabut ilusi.

Runtuhnya Penjaga

Penjaga Ketiga meraung keras, tubuhnya retak. Wajah-wajah di tubuhnya berteriak sebelum meledak menjadi abu hitam. Kabut buyar, meninggalkan gua hitam yang kini terbuka lebar, seperti mulut raksasa yang menunggu mangsanya.

Jaka terengah, namun sorot matanya tajam."Ujian ketakutan sudah selesai. Sekarang saatnya masuk… dan menghancurkan perjanjian itu."

Ki Samudra menatap mulut gua dengan sorot penuh kecemasan."Hati-hati, anak muda. Apa yang menunggu di dalam… bukan lagi bayangan biasa, melainkan inti dari kegelapan itu sendiri."

Laras menggenggam tangan Jaka erat-erat. "Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."

Dan dengan langkah mantap, mereka bertiga melangkah memasuki gua hitam, menuju jantung kutukan yang telah menghantui Sungai Darah selama ratusan tahun….

More Chapters