Cherreads

Chapter 35 - Bab 35: Kemarahan di Dataran Salju Kedua

Bulan-bulan berlalu dalam ketegangan yang kian memuncak. Perang rahasia antara Volturi dan The Veil telah mencapai puncaknya. Agen-agen Volturi yang licik, meskipun berhasil menimbulkan kekacauan, tak pernah mampu sepenuhnya melumpuhkan jaringan Sang Guru Berbayang. Di sisi lain, Sephiroth, melalui Adrian dan kendalinya atas The Veil, telah membalikkan banyak manipulasi Volturi, melemahkan posisi mereka. Namun, Aro takkan menyerah. Ia tahu satu-satunya cara untuk menegaskan kembali dominasinya adalah dengan menghadapi Cullen dan membasmi anomali Renesmee secara langsung, bahkan jika itu berarti memancing keluar kekuatan misterius yang telah menghentikannya sebelumnya.

Di Forks, keluarga Cullen dan sekutu mereka berkumpul kembali. Meskipun aliansi mereka sedikit goyah akibat intrik Volturi, mereka tetap bertekad. Alice, dengan visinya yang kini lebih terfragmentasi dan menyakitkan, merasakan kedatangan Volturi tak terhindarkan. Adrian, yang terus mendampinginya sebagai manusia biasa, merasakan energi yang melonjak dari semua sisi. Perasaan "ketertarikan" yang aneh pada Alice kini berubah menjadi sebuah tarikan yang kuat dan mengganggu.

Puncak Konfrontasi: Dataran Salju Berdarah

Akhirnya, hari itu tiba. Di dataran salju yang sama, sekali lagi, dua kekuatan besar berhadapan. Volturi, kali ini datang dengan jumlah yang lebih besar dan ekspresi yang lebih kejam. Aro, Caius, dan Marcus berdiri di garis depan, dikelilingi oleh pengawal elite mereka yang tangguh dan vampir-vampir kuat dengan kemampuan mematikan. Di sisi lain, keluarga Cullen berdiri teguh, didukung oleh sekutu-sekutu mereka yang gagah berani—vampir dari berbagai klan, serta Suku Quileute yang berubah wujud menjadi serigala raksasa.

Ketegangan membeku di udara, lebih tebal dari sebelumnya. Kata-kata dipertukarkan, ancaman dilontarkan, tetapi kali ini, tidak ada intervensi dari langit. Volturi datang dengan tekad untuk menyelesaikan ini. Aro mengulurkan tangannya, dan pertempuran pun dimulai.

Gelombang vampir saling menyerang. Kekuatan super beradu, sihir berbenturan, dan cakar werewolf mengoyak. Ini adalah badai kehancuran yang tak terhindarkan, setiap benturan adalah ledakan, setiap tetes darah adalah kemenangan bagi kematian.

Alice Terluka: Kemarahan Sang Pendekar Pedang

Di tengah kekacauan itu, Alice adalah pusat badai, menggunakan visinya untuk mengantisipasi serangan dan membimbing sekutu-sekutu. Namun, Aro telah belajar dari pengalaman. Ia mengirimkan Jane, vampir dengan kekuatan rasa sakit psikis, untuk mengalihkan perhatian Alice, sementara Felix, brute Volturi yang perkasa, menembus pertahanan Cullen.

Felix menerjang ke arah Alice. Dengan kecepatan luar biasa, ia berhasil melewati garis pertahanan, cengkeramannya menggapai Alice. Alice, yang tengah fokus pada visinya yang rumit, tidak punya waktu untuk bereaksi penuh. Felix mencengkeramnya, dan dengan kekuatan brutal, ia menghempaskan Alice ke tanah bersalju. Terjadi suara retakan yang mengerikan, dan Alice terhuyung, darah mengalir dari luka di kepalanya yang menghantam tanah. Sekali lagi, luka serius pada vampir adalah pemandangan langka, dan pemandangan Alice yang terluka mengirimkan gelombang horor ke seluruh keluarga Cullen. Edward meraung, mencoba menerjang, namun ia terhalang oleh Demetri.

Pada saat itu, di antara kerumunan saksi manusia yang ketakutan, sebuah perubahan terjadi pada Adrian. Wajahnya, yang selama ini mempertahankan ekspresi tenang dan biasa, kini mengeras. Mata abu-abunya yang disamarkan berkedip, kilatan perak yang dingin muncul sesaat. Aura yang selama ini ia tekan hingga hampir tidak terdeteksi, tiba-tiba memancar dengan gelombang kemarahan yang murni dan menusuk. Itu adalah kemarahan yang melampaui batas emosi manusia, sebuah amarah primordial dari entitas yang telah menguasai segalanya, namun kini melihat 'miliknya' terluka.

Tanpa mengeluarkan suara, tanpa menarik perhatian siapapun di tengah hiruk pikuk pertempuran, Adrian bergerak. Ia tidak menggunakan kecepatan supernatural yang biasa ia pakai sebagai The One. Ia bergerak dengan kecepatan manusia biasa, namun setiap langkahnya memancarkan sebuah aura yang aneh, seolah ia adalah pusat gravitasi. Ia tidak memanggil Masamune dari dimensi lain. Sebagai gantinya, ia menarik pedang panjang yang tampak biasa dari balik jubahnya yang entah bagaimana ia sembunyikan. Itu adalah pedang yang sama sekali berbeda dari Masamune, namun ia memegangnya dengan presisi yang sama mematikannya.

Adrian, dengan wajah yang kini diselimuti kemarahan dingin, menerobos kerumunan manusia yang ketakutan. Ia melangkah maju, langsung menuju Felix yang masih berdiri di dekat Alice yang terluka. Gerakannya tampak tenang, bahkan lambat bagi kecepatan vampir, namun ada sesuatu yang mengerikan dalam setiap langkahnya.

Felix, yang terbiasa mendominasi, merasakan sebuah getaran aneh di udara. Ia menoleh, melihat sosok manusia yang mendekat. Ada yang salah. Aura manusia ini terlalu kuat, terlalu dingin.

Adrian berhenti di hadapan Felix. Tanpa sepatah kata pun, ia mengangkat pedangnya. Bukan dengan kekuatan vampir, bukan dengan kecepatan The One, melainkan dengan presisi dan kekuatan yang hanya bisa dimiliki oleh seorang ahli pedang yang sempurna, seorang Pendekar Pedang sejati yang telah mengasah keahliannya selama ribuan tahun.

Bilah pedang itu berkelebat. Bukan kilatan sihir, melainkan tebasan murni dari baja yang diasah dengan presisi. Felix yang perkasa, bahkan dengan kecepatannya, tidak dapat sepenuhnya menghindari. Bilah itu menghantam bahu Felix dengan suara memecah belah. Felix meraung kesakitan, terhuyung mundur. Itu bukan luka fatal, tetapi itu adalah luka yang mengejutkan, sebuah bukti bahwa manusia biasa ini memiliki kekuatan dan keahlian yang melampaui pemahaman vampir mana pun.

Seluruh medan perang, untuk sesaat, terdiam. Semua mata tertuju pada Adrian. Siapa pria ini? Bagaimana seorang manusia bisa melukai Felix, salah satu pengawal terkuat Volturi?

Adrian tidak berbicara. Matanya, yang kini memancarkan kilatan perak yang lebih jelas dari sebelumnya, hanya terpaku pada Felix, lalu beralih sekilas ke Alice yang terluka. Kemarahannya yang dingin terasa, namun ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya berdiri di sana, seorang "manusia" dengan pedang, sebuah anomali yang baru di tengah badai.

More Chapters