Aula besar di kediaman pemimpin klan Uchiha kembali dipenuhi, tetapi suasana kali ini terasa lebih fokus dan tegang. Dua puluh tetua telah berkumpul tepat waktu, berdiri berjajar dengan sikap kaku yang sudah seperti ukiran batu. Malam sebelumnya, mereka membahas kemungkinan perang; malam ini, mereka merencanakan respons.
Bukan Hanji, kepala klan, yang memimpin diskusi. Ia duduk di kursi utama, mengawasi dengan tenang.
Di ujung aula, berdiri seorang pria bertubuh sedang dengan tatapan tajam yang mengingatkan pada pisau yang baru diasah. Uchiha Ganja. Lengan kirinya terlipat di balik jubah gelap, sementara tangan kanannya menekan meja kecil tempat beberapa gulungan peta dan laporan yang baru dibuka—laporan dari Daien.
Ganja berbicara dengan nada tenang, namun cukup berotoritas untuk menembus seluruh ruang.
“Shimura, Utatane, dan Mitokado. Tiga nama yang selama ini bersikap seperti nyamuk di telinga kita, kini mulai berani menyalak di depan pintu rumah kita. Mereka telah bergabung dengan yang keempat, Kaguya, untuk mengganggu ketenangan kita.”
Beberapa tetua mendengus pelan, mengekspresikan jijik mereka. Yang lain masih diam, menunggu kelanjutan.
“Mereka menyusup ke perbatasan. Merusak segel, mencuri informasi, dan memberi dukungan logistik kepada Kaguya yang sudah terlalu liar. Namun berbeda dengan Kaguya, tiga klan ini tidak berisik. Mereka licin, bergerak di bayangan politik. Mereka tidak mencari kekuatan dalam pertempuran... mereka mencari tempat di bawah lindungan Senju.”
Salah satu tetua tua yang bersandar pada tongkat kayu bersuara dingin, “Penjilat. Mereka selalu begitu. Mengandalkan nama besar Senju."
“Tapi mereka lebih cerdas dari Kaguya,” sambung Ganja. “Dan karena itu, mereka lebih berbahaya. Saya tidak akan membuang waktu menegur mereka secara formal. Mereka telah melewati batas politik dan militer.”
Ganja membuka gulungan di atas meja. Rute suplai Shimura. Lokasi titik rapuh di segel wilayah. Catatan dari dua tawanan yang diselamatkan. Semuanya rinci dan akurat, hasil kerja Sharingan Daien.
“Uchiha tidak akan menyerang sipil,” Ganja melanjutkan, menekankan prinsip klan. “Tapi kita tidak sedang berbicara tentang sipil. Ini adalah operasi militer terencana, dilakukan dengan penyamaran. Pembunuhan dengan senyap. Mereka ingin mendorong kita ke jurang perang terbuka—yang akan merusak reputasi kita di mata Negara Api.”
“Dan kita akan menjawabnya?” tanya salah satu tetua pria, suaranya pelan namun tajam.
“Bukan dengan perang terbuka,” jawab Ganja. “Bukan sekarang. Itu adalah tujuan mereka. Kita akan bertindak dengan presisi bedah. Kita akan menutup jalur suplai mereka. Kita serang hulu logistik dan informasi mereka. Kita hancurkan reputasi mereka, kita buat mereka terlihat kacau dan tidak mampu, sebelum mereka sempat merangkak ke kaki Senju.”
Suara kursi bergeser pelan, lalu terdengar langkah tumit yang tenang dan percaya diri. Seorang wanita melangkah ke tengah lingkaran para tetua. Rambut panjangnya digulung ke atas dengan rapi, mengenakan jubah klan berwarna gelap tanpa motif mencolok. Uchiha Kanami, tetua wanita termuda, namun salah satu shinobi tempur yang paling dihormati.
“Aku mengajukan diri untuk menangani Kaguya,” katanya dingin, langsung dan tanpa basa-basi.
Beberapa kepala menoleh; Ganja sendiri mengangkat alis sedikit.
“Mereka memang kuat,” lanjut Kanami, tatapannya tajam. “Tapi mereka juga pecundang paling bising. Klan dengan kekuatan fisik murni tapi tanpa disiplin atau Genjutsu. Mereka bisa dijinakkan dengan cukup darah dan ketakutan. Biarkan aku dan pasukanku menangani mereka. Kalian semua... fokus ke yang lebih licik, Shimura dan kroninya.”
“Apa kau yakin, Kanami-dono?” tanya tetua lain, Uchiha Daiki, yang dikenal lebih konservatif. “Klan Kaguya tidak mengenal belas kasihan. Bahkan kami menyebut mereka binatang.”
Kanami mengangguk, senyum tipis di bibirnya. “Saya juga tidak mengenal belas kasihan. Lagipula, mereka binatang yang bisa diburu, dan diburu sendirian.”
Ganja menyipitkan mata. “Alasanmu selain untuk melampiaskan amarah, Kanami?”
“Karena aku bukan diplomat. Karena aku benci diskusi seperti ini,” katanya sambil menatap tajam. “Dan karena aku tahu kalian tidak bisa berkonsentrasi menyingkirkan Shimura dan kroninya jika harus memikirkan anak-anak liar Kaguya yang terus mengganggu dari belakang. Aku akan menjadi tameng fisik kalian, dan sumber ketakutan mereka.”
Ganja tidak menjawab langsung. Dia hanya menatap Kanami selama beberapa detik, menilai tekadnya. Hanji, dari kursinya, memberi anggukan kecil. Tak satu pun dari dua puluh tetua menolak.
“Baik,” ujar Ganja akhirnya. “Kau akan memimpin operasi terhadap Kaguya. Gunakan pasukan kecil, tidak menarik perhatian. Operasi hit-and-run. Tapi cukup untuk membuat satu generasi mereka ketakutan.”
Kanami tersenyum tipis, kepuasan terlihat di matanya. “Mengerti. Aku akan kembali dengan kepala mereka... atau setidaknya, dengan keheningan mereka.”
Dia kembali ke tempatnya dengan langkah ringan namun penuh ancaman.
Ganja menggulung peta perlahan, mengalihkan perhatian ke target utama.
“Dan untuk kalian yang tersisa,” katanya sambil menatap tetua lain, "Bersiaplah. Kita akan memutus aliran informasi dan logistik Shimura. Kita akan menggunakan Genjutsu dan Sharingan untuk membongkar fondasi mereka. Lalu kita seret nama mereka ke lumpur dengan bukti yang tak terbantahkan.”
Salah satu tetua lain bertanya, “Apa Senju akan ikut campur jika kita bertindak terlalu cepat, Ganja?”
“Senju terlalu sibuk mengatur pertahanan barat mereka, dan Kaguya sudah membuat kekacauan di wilayah mereka juga. Kita punya waktu, karena mereka sendiri sedang menimbang. Tapi tidak banyak. Kita harus bertindak sebelum Senju memutuskan untuk melindungi Shimura.”
Lalu Ganja berhenti, menatap mereka semua satu per satu.
“Kita bukan sedang mempertahankan wilayah, Tetua. Kita sedang mempertahankan wibawa. Jika tiga klan penjilat Senju ini berhasil melemahkan kita... maka tidak akan ada lagi yang takut pada mata kita. Tidak akan ada lagi yang menganggap Uchiha sebagai benteng timur Negara Api.”
“Dan jika itu terjadi,” gumam salah satu tetua, “Kita akan menjadi klan besar... yang tak lagi disegani. Kita akan menjadi sasaran empuk.”
Ganja mengangguk pelan, menyimpulkan.
“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kita akan membuktikan bahwa kekuatan senyap kita lebih menakutkan daripada jutsu api yang terang.”
Pertemuan berakhir dalam diam yang berat. Tak ada teriakan. Hanya tatapan penuh keputusan. Langkah kaki yang berat keluar dari aula menuju malam yang sepi, membawa misi rahasia: Kanami memburu Kaguya dengan darah, sementara Ganja memburu Shimura dan sekutunya dengan strategi dan kebenaran.
