Cherreads

Chapter 13 - Bab 13 - Mata yang Mencintai Klan

Langit pagi di atas wilayah timur klan Uchiha berwarna kelabu, seolah ikut mendukung suasana tegang yang mengalir di lapangan latihan. Bukan karena pelatihan seperti biasanya. Hari ini, untuk pertama kalinya sejak dekade terakhir, sebuah misi berskala eliminasi penuh akan dijalankan secara terbuka, klaim murni dari seorang tetua klan. Ini adalah misi Uchiha Kanami—dan semua orang tahu, bila seorang tetua mengklaim sebuah misi untuk dirinya sendiri, ia tidak sedang mencari kemenangan. Ia sedang mencari kehormatan, kepastian, dan, jika perlu, akhir yang abadi bagi musuh-musuhnya.

Kanami berdiri di tengah lapangan. Tubuhnya tegap, tinggi, dan hanya ditutupi oleh jubah lapangan Uchiha berwarna hitam legam. Usianya 45 tahun, namun setiap gerakannya menyiratkan disiplin dan kematangan teknik di luar batas umur. Rambut hitamnya diikat rapi ke belakang, dan Sharingan-nya menyala sejak menit pertama dia menginjakkan kaki di lapangan. Bukan dua tomoe. Bukan tiga. Mata Kanami tak pernah kembali ke bentuk biasa sejak tiga tahun lalu—sebuah pengorbanan yang disengaja.

Di hadapannya berdiri dua belas shinobi pilihan. Dua di antaranya adalah pemilik Sharingan tiga tomoe, yang sangat mahir dalam Genjutsu dan Taijutsu presisi. Sepuluh lainnya adalah pemilik dua tomoe, pemuda-pemudi yang telah cukup matang untuk medan perang, namun belum cukup tua untuk disibukkan oleh politik internal.

“Ini bukan misi dari kepala klan, ini juga bukan strategi Ganja,” kata Kanami dengan suara tenang, dingin, dan padat seperti batu. “Ini misi untuk nama baik Uchiha. Untuk menunjukkan bahwa siapa pun—baik Kaguya yang bodoh, maupun Shimura yang licik—yang menyentuh darah kita... akan menyesalinya hingga generasi terakhir mereka.”

Para shinobi mengangguk serempak. Tak satu pun dari mereka berbicara. Di klan Uchiha, kata-kata tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi hasil.

Setelah menyampaikan formasi tempur dan protokol komunikasi nirkata, mereka bergerak meninggalkan lapangan. Langkah mereka cepat, senyap, dan beraturan—berbeda dari pasukan perang biasa. Ini adalah regu eksekusi. Sebuah barisan pembunuh yang mewakili garis keras dalam tubuh klan.

Perjalanan melintasi wilayah timur berlangsung cepat. Pohon-pohon pinus dan cemara berlalu seperti bayangan gelap. Dalam waktu dua jam mereka telah memasuki area hutan batas lembah, tempat yang dulunya merupakan jalur perdagangan yang kini nyaris kosong akibat konflik.

“Berhenti,” ujar Kanami tiba-tiba.

Semua anggota regu menghentikan langkah tanpa perlu aba-aba kedua.

Di bawah tebing pendek di sisi kanan, ada kelompok kecil manusia—sekitar dua puluh lima orang. Mereka tampak seperti rombongan sipil, mengenakan pakaian biasa, membawa kantung berisi hasil panen dan perlengkapan perjalanan.

Namun tidak bagi seorang Uchiha. Sharingan mereka melihat aura chakra yang tersembunyi.

“Mereka terlalu terlatih untuk ukuran pedagang,” gumam salah satu shinobi muda yang memiliki dua tomoe, matanya menyipit, mengaktifkan Sharingan. Ia melihat pola napas dan kuda-kuda mereka.

“Gerakan bahu mereka... mereka membawa senjata tersembunyi di bawah pakaian,” sahut yang lain. "Mereka juga bergerak menuju perbatasan Kaguya."

Kanami tidak berbicara. Ia sudah bertindak.

Dalam sekejap, tubuhnya meluncur seperti bayangan ke arah rombongan. Tak ada peringatan. Tak ada perkenalan. Hanya satu bunyi:

Srak!

Tenggorokan pertama dipotong dengan pisau kunai pendek, yang diisi dengan chakra angin. Dua lainnya mencoba melompat mundur, namun Kanami sudah tiba di belakang mereka lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan mata biasa untuk berkedip. Ini adalah Ippon-kuzushi—teknik assassination Uchiha.

Tubuh-tubuh jatuh, suara tercekik, percikan darah, dan tatapan kaget bercampur panik.

Baru setelah sembilan orang tewas, sepuluh dari mereka mengaktifkan chakra dan mencoba melawan. Mereka membuka kamuflase, menunjukkan lambang keluarga Shimura, Utatane, dan Mitokado di pelindung dahi mereka.

Sia-sia.

Pertarungan berlangsung kurang dari dua menit.

Kanami bergerak dengan efisiensi mematikan. Sharingan tiga tomoe-nya membaca setiap gerakan dan niat, memprediksi jalur serangan mereka, dan membalas dengan kecepatan yang tak tertandingi.

Satu demi satu, kepala mereka jatuh ke tanah. Beberapa mencoba lari ke hutan, namun Kanami sudah menempatkan kertas ledak di jalur pelarian sejak mereka mendeteksi kehadiran mereka.

BOOM.

Satu tubuh terlempar ke udara.

Yang terakhir tersisa mencoba merangkak sambil memohon, “T-tunggu... aku hanya—”

“Yang hanya,” kata Kanami dingin, Sharingan-nya menatap tanpa belas kasihan, “tidak akan pernah dilibatkan dalam misi pengkhianatan terhadap kami.”

Lalu dia mematahkan lehernya dengan satu gerakan karate chop yang cepat.

Semua dua puluh empat penyusup mati. Regu Kanami menyaksikan dengan tenang dari kejauhan, tak satu pun menawarkan bantuan atau menghalangi. Mereka tahu aturan tidak tertulis: ini adalah misi pribadi Tetua; campur tangan hanya akan mengganggu presisinya.

Matahari mulai condong ke barat saat mereka kembali bergerak. Hutan menjadi semakin sepi, dan aroma udara berubah menjadi lebih asin—tanda mereka mulai mendekati wilayah rawa di dekat barat daya Negara Api, tempat klan Kaguya tinggal.

Salah satu shinobi perempuan dalam regu melirik ke arah Kanami, yang berjalan tanpa setetes darah pun di jubahnya. “Apa kita akan menghadapi seluruh klan Kaguya, Kanami-sama?”

Kanami menoleh perlahan. Untuk pertama kalinya sejak misi ini dimulai, dia tersenyum. Tapi bukan senyum lembut. Ini adalah senyum dingin dan tajam, seperti besi yang baru diasah.

“Bukan menghadapi,” ujarnya. “Memusnahkan. Kita akan memotong generasi mereka yang liar, agar mereka kembali ke kandang mereka selamanya.”

Mereka semua kembali diam.

Langkah mereka tak melambat. Rombongan terus bergerak melewati padang alang-alang dan jembatan kayu yang tua, hingga langit mulai menghitam.

Di saat matahari terakhir tenggelam, Kanami berhenti sejenak. Ia memejamkan mata.

Detik berikutnya, sesuatu berdenyut dalam chakra-nya. Matanya membuka kembali, dan untuk pertama kalinya dalam misi ini, pupil-nya berubah bentuk.

Mangekyō Sharingan.

Polanya rumit dan indah, seperti roda berputar yang terukir dalam batu suci. Kekuatan besar mengalir dari tubuhnya, membuat udara di sekelilingnya terasa lebih berat, lebih kaku... lebih mematikan.

“Sudah lama aku menyimpan ini untuk hari yang pantas,” bisiknya. Ia merujuk pada energi dan chakra yang telah ia simpan selama bertahun-tahun. “Tapi Kaguya bukan lawan biasa yang bisa mati karena kunai biasa. Mereka bukan ninja... mereka binatang buas yang haus darah.”

Ia menoleh ke regunya. “Mulai dari sini, jangan ikut campur. Kalian hanya akan menjadi beban jika masuk terlalu dalam, dan aku tidak akan menanggung nyawa kalian di sini. Kalian hanya pengamat dan penjamin keamanan.”

Salah satu shinobi tiga tomoe menunduk, gemetar pelan. “Kami mengerti, Kanami-sama. Kami akan menunggu sinyal di perbatasan.”

Perjalanan mereka masih menyisakan waktu semalam. Tapi medan sudah semakin membuka, dan jarak ke wilayah klan Kaguya sudah tak lebih dari dua hari penuh.

Di malam itu, mereka berhenti untuk istirahat. Api unggun tidak dinyalakan. Para Uchiha tidak butuh kehangatan. Mereka butuh fokus. Dan bagi Kanami, malam itu bukan malam untuk tidur. Ia duduk bersila menghadap arah barat, matanya masih menyala dengan cahaya Mangekyō samar.

Di balik kelopak matanya, ia bisa melihat bayangan-bayangan klan Kaguya yang mulai bergerak ke arah utara. Dan dalam bayangan itu, ia melihat api. Darah. Dan pembuktian dirinya kepada klan.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya... dia tidak sabar membunuh. Ia mencintai klannya lebih dari dirinya sendiri.

More Chapters