Cherreads

Chapter 2 - Bab 1 — Sebelum Garis Startn

Langit masih pucat ketika Aira mulai berlari.

Lintasan kota itu sepi, terlalu dini bagi kebanyakan orang untuk peduli pada langkah kaki yang memantul pelan di aspal basah. Udara dingin masuk ke paru-parunya, tajam tapi bersih. Napasnya teratur. Tidak dipaksakan. Tidak tertinggal.

Aira selalu menyukai jam seperti ini—saat dunia belum meminta apa pun.

Ia berlari lurus ke depan, menjaga ritme yang sama sejak langkah pertama. Tidak ada bayangan di depannya, tidak ada punggung yang harus disalip. Ruang kosong terbentang luas, dan entah sejak kapan, itu terasa alami baginya.

Bukan mengejar.

Menjaga jarak.

Ketika matahari mulai muncul di balik gedung-gedung, Aira memperlambat langkahnya. Keringat tipis membasahi pelipis, detak jantungnya tetap stabil. Ia berhenti di pinggir lintasan, membuka tas kecil yang selalu dibawanya.

Amplop putih itu masih ada di sana.

Rapi. Bersih. Dengan namanya tertulis jelas di bagian depan.

Tracen Academy.

Ia sudah membacanya semalam. Berkali-kali. Namun perasaannya tetap sama—tenang, hampir datar. Tidak ada ledakan emosi, tidak ada janji besar yang terucap di dalam hati. Hanya satu pemahaman sederhana: jalur hidupnya akan berubah.

Aira melipat surat itu kembali.

Keputusan itu tidak terasa berat. Tidak juga ringan. Ia hadir seperti napas yang baru saja ia tarik—alami, tak terelakkan.

---

Gerbang Tracen Academy menjulang di hadapannya beberapa jam kemudian.

Suasana di dalamnya jauh berbeda dari lintasan pagi tadi. Suara tawa bersahutan, langkah kaki berirama cepat, percakapan kecil memenuhi udara. Gadis-gadis seusianya berlalu-lalang dengan seragam yang sama, membawa mimpi masing-masing.

Nama-nama terdengar di sana-sini. Nama yang sebelumnya hanya ia dengar sekilas, dari cerita orang lain atau potongan percakapan yang lewat begitu saja. Kini, nama-nama itu punya wajah. Punya suara.

Nyata.

Aira berhenti sejenak di depan gerbang.

Bukan karena ragu.

Bukan karena takut.

Ia hanya menyadari satu hal: setelah ini, lintasan kosong tidak akan selalu menunggunya. Akan ada orang lain. Akan ada sorot mata. Akan ada jarak yang diperebutkan.

Aira menarik napas pendek, lalu melangkah masuk.

Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara—seperti saat ia mulai berlari pagi tadi.

Ia tidak menoleh ke belakang.

Garis start sudah ada di depannya.

More Chapters