Ruang kelas Tracen Academy terasa lebih sunyi dari yang Aira bayangkan.
Bukan karena kosong—justru karena semua orang sedang menyesuaikan diri. Suara kursi ditarik pelan, buku dibuka rapi, dan bisikan kecil yang segera berhenti begitu guru masuk. Aira duduk di dekat jendela, posisi yang sengaja ia pilih sejak awal.
Cahaya pagi menyentuh mejanya dengan lembut.
Ia mengamati—bukan dengan rasa canggung, melainkan kebiasaan. Cara seseorang menata alat tulis. Cara yang lain menggerakkan telinga saat berpikir. Cara beberapa siswa tampak bersemangat berlebihan, sementara yang lain menyembunyikan ketegangan di balik wajah datar.
Semua berbeda. Tapi berada di titik awal yang sama.
"Baik," suara guru terdengar tenang. "Mulai hari ini, kalian resmi menjadi siswa Tracen Academy. Kelas pagi akan berjalan seperti sekolah biasa, tapi jangan lupa—kalian adalah Uma Musume."
Beberapa siswa langsung menegakkan punggung. Yang lain menelan ludah pelan.
Aira hanya mengangguk kecil.
---
Istirahat pertama datang lebih cepat dari perkiraannya.
Beberapa siswa langsung berkumpul membentuk lingkaran kecil. Nama-nama mulai dipanggil, dikenali, dan diulang—sebagian dengan antusias, sebagian dengan kehati-hatian.
"Aira, kan?"
Ia menoleh. Seorang siswi dengan senyum cerah berdiri di samping mejanya.
"Iya."
"Nama kamu gampang diingat. Kamu kelihatan tenang banget."
Aira tersenyum tipis.
"Mungkin karena belum mulai berlari."
Jawaban itu membuat lawan bicaranya tertawa kecil, lalu mengangguk seolah mengerti.
---
Lapangan latihan terbentang luas di bawah langit siang.
Aira berdiri di tepi lintasan, menggulung lengan jaket latihan dengan gerakan rapi. Suara sepatu menghantam tanah, napas yang mulai berat, dan instruksi pelatih bercampur menjadi satu irama.
Hari ini bukan tentang kecepatan.
"Pemanasan dan penyesuaian," ujar pelatih. "Kenali lintasan. Kenali tubuhmu."
Aira melangkah masuk ke lintasan.
Langkah pertama ringan.
Langkah kedua stabil.
Langkah ketiga—ia berhenti.
Bukan karena ragu. Karena mendengar.
Di sekitarnya, banyak gaya berlari muncul. Ada yang langsung memacu diri. Ada yang menahan, seolah takut melangkah terlalu jauh. Ada yang menoleh ke kiri dan kanan, membandingkan.
Aira menatap lurus ke depan.
Langkah yang sama. Arah yang berbeda.
Ia mulai berlari.
Bukan cepat. Tapi konsisten.
Angin menyentuh rambutnya. Suara dunia menyempit, menyisakan napas dan irama kaki. Tidak ada dorongan untuk mempercepat. Tidak ada keinginan untuk menyalip.
Ia hanya menjaga posisinya.
---
Di akhir sesi, pelatih memperhatikan catatan di tablet.
"Kamu tidak mengubah tempo sama sekali," katanya saat Aira mendekat. "Kenapa?"
Aira berpikir sejenak.
"Karena belum perlu."
Pelatih tersenyum samar.
"Menarik."
---
Sore itu, Aira duduk di tribun kecil, meminum air dengan tenang. Beberapa siswa masih berlatih, sebagian sudah duduk kelelahan.
Ia melihat mereka satu per satu.
Hari ini belum ada pesaing.
Belum ada rival.
Belum ada perlombaan.
Tapi arah mulai terlihat.
Aira menutup botol minumnya.
"Pelan tidak apa-apa," gumamnya lirih.
"Yang penting… jangan berhenti."
Langit Tracen Academy berwarna biru pucat.
Dan langkah pertama Aira—sudah tertanam di lintasan.
