Cherreads

Chapter 12 - BAB 12 — Dua Bayangan, Satu Nama yang Diperebutkan

Setelah kejadian di rumah Garda Adinata, nama Surya menyebar seperti angin yang membawa bau hujan—datang tiba-tiba, dingin, dan membuat orang menutup pintu lebih cepat.

Dalam dunia gelap, kabar selalu bergerak lebih cepat daripada logika.

Dan cerita tentang seorang pemuda pendiam yang membuat bos sekaliber Garda menyerah tanpa suara… itu bukan hal yang bisa diabaikan.

Dua kelompok besar kota seketika memasang telinga:

Kelompok "Lingkar Atas,"

dipimpin oleh seorang lelaki tua berwibawa bernama Brahma Kartabrata, mantan pejabat yang menyembunyikan kekuasaannya lewat bisnis bersih—dan memutar uang kotor lewat jaringan yang tak pernah muncul di berita. Kelompok "Anak Barat,"

dikuasai oleh Rango, mantan jawara yang membangun kerajaannya dari lorong gelap, judi, dan darah.

Ia kasar, cepat marah, tapi cerdik seperti harimau tua yang sudah kenyang perang.

Mereka berdua mendengar nama yang sama:

Surya.

Dan mereka ingin memilikinya.

 

 

TIGA MALAM SETELAH KASUS GARDA…

Surya duduk di pos ronda kampung kecil pinggir kota, hanya ditemani kopi hitam dan radio tua. Ia tampak seperti pemuda biasa, malam biasa, hidup biasa.

Tapi malam itu bukan malam biasa.

Dari ujung gang, dua mobil hitam berhenti.

Orang-orang berpakaian rapi turun—membentuk barisan seperti rombongan pejabat.

Seorang lelaki setengah baya, rambut perak, setelan licin, berjalan mendekat sambil tersenyum kecil.

"Mas Surya, ya?"

Suaranya halus, tapi ada kekuatan yang tidak terlihat.

Surya hanya mengangguk.

"Perkenalkan, saya utusan Pak Brahma. Beliau mengagumi… kemampuan panjenengan."

Ia menekankan kata "kemampuan" seolah mengetahui sesuatu yang tidak boleh diucapkan.

"Pak Brahma ingin bertemu. Tidak sebagai atasan, tapi sebagai seseorang yang ingin memberi… panggung yang layak."

Surya menatapnya sebentar.

Tak ada jawaban.

Hanya angin yang menggeser daun-daun kering.

Namun sebelum lelaki itu sempat bicara lagi…

Suara knalpot kasar menggetarkan gang.

Lima motor besar melaju masuk, berhenti mendadak.

Di tengah mereka, pria berjaket kulit turun, tubuh kekar penuh luka lama, tatapan liar seperti orang yang menikmati kekacauan.

Rango.

Ia menatap utusan Brahma lalu tertawa pendek.

"Wah, wah… Lingkar Atas sampai nyelonong ke kampung beginian?"

Lalu ia menengok ke arah Surya.

"Dik, kamu ikut saya saja. Saya ga bakal suruh kamu kerja pakai jas. Di tempat saya, orang sepertimu bisa naik secepat kilat."

Surya tetap diam.

Rango mendekat, menepuk pundaknya keras.

"Dunia ini butuh orang yang ga banyak cing-cong seperti kamu. Yang penting kerja, berani, selesai."

Utusan Brahma tidak tinggal diam.

"Pak Rango, mohon jaga sikap. Mas Surya adalah—"

"Adalah anak kampung yang baru naik daun," potong Rango. "Dan kami yang duluan lihat dia."

Keduanya kemudian menatap Surya.

Menunggu.

Menimbang.

Berebut.

Karena mereka tahu satu hal:

Siapa pun yang berhasil membawa Surya, dialah yang menguasai peta kekuasaan kota ini untuk bertahun-tahun ke depan.

Namun Surya hanya meneguk kopi.

Pelan.

Tak terburu-buru.

Seperti orang yang sedang memilih:

bukan siapa yang paling kuat,

bukan siapa yang paling kaya,

tapi siapa yang paling ia butuhkan untuk melangkah ke tempat lebih gelap.

"Besok pagi," katanya singkat. "Aku yang datang."

Dua kubu itu saling berpandangan.

Tidak ada yang menang malam itu.

Tidak ada yang kalah.

Yang ada hanya… ketidakpastian baru.

Dan ketidakpastian seperti itu adalah bibit perang.

Ketika kedua kelompok pergi, meninggalkan bau bensin dan ego yang saling berbenturan, Surya duduk kembali.

Ia memejamkan mata sebentar.

Ada suara lama—suara yang pernah ia dengar saat kecil—menggumam pelan:

"Ojo nganti kowe dadi pion ing dalanmu dhewe."

(Jangan sampai kamu menjadi pion di jalanmu sendiri.)

Surya membuka mata.

Hening.

Kosong.

Tapi tenangnya aneh—tenang yang tajam, seperti pisau sebelum digunakan.

Besok pagi, ia akan melangkah.

Bukan untuk dipilih.

Tapi untuk memilih.

Karena Surya bukan alat.

Bukan senjata yang menunggu pemilik.

Ia adalah bayangan yang sedang mencari gelap yang paling cocok untuk menampungnya.

 

 

 

More Chapters