Cherreads

Chapter 160 - BAB 151: MEMBUNUH

​Lorong asrama itu sunyi, hanya derit kayu dan tiupan angin malam yang menelusup dari celah jendela. Qin Tianyang berjalan dengan langkah berat. Seluruh tubuhnya masih terasa pegal akibat guncangan energi di Jurang tadi sore.

​Di balik saku jubahnya, jemarinya menyentuh sesuatu yang hangat: sebungkus bakpau daging sisa jatah makan malamnya. Perutnya berbunyi pelan. Biasanya, di tengah malam seperti ini, perutnya akan menuntut upeti sebelum ia bisa terlelap masuk ke dalam meditasi penenangan jiwa.

​Langkahnya terhenti.

​Di sudut lorong yang remang, makhluk itu masih di sana. Anjing kecil yang lebih mirip gumpalan penyakit daripada hewan.

Bau busuk dari luka-luka di punggungnya menyerang indra penciuman Qin Tianyang. Makhluk itu tidak menggonggong, hanya menatapnya dengan mata berair yang seolah berkata, "Aku hanya butuh satu gigitan untuk hidup satu jam lagi."

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Hanya seekor anjing. Tapi di tempat seperti ini, tidak ada yang 'hanya'. Apakah ini mata-mata Lin Feng? Ataukah jebakan baru Gandron? Jika aku memberinya makan, apakah aku sedang memberi makan takdirku sendiri?

​Qin Tianyang mengeluarkan bakpau daging itu. Uap tipis masih mengepul, aromanya sangat menggoda perutnya yang keroncongan. Ia ragu. Antara rasa lapar yang manusiawi dan kecurigaan seorang kultivator yang terjepit.

​Kedatangan Mo Li

​Tiba-tiba, suara langkah kaki yang angkuh terdengar dari belakang. Mo Li berjalan mendekat dengan tangan terlipat di belakang punggung, auranya masih dipenuhi sisa-sisa kemarahan akibat dipermalukan oleh Luo Xuanyin tadi.

​Begitu melihat makhluk kurus itu menghalangi jalannya, wajah Mo Li langsung berubah menjadi topeng kejijikan yang murni.

​Mo Li:

​"Menjijikkan. Benar-benar sampah yang merusak pemandangan."

​Tanpa peringatan, Mo Li mengayunkan kaki dengan sepatu laras kerasnya.

​"PLAK!"

​Tendangan itu telak menghantam perut kurus si anjing. Makhluk malang itu terlempar ke dinding, mengeluarkan suara rintihan pendek yang memilukan sebelum jatuh kembali ke lantai, gemetar hebat.

​Mo Li tidak berhenti di situ. Ia melangkah maju dan meludah tepat di samping kepala si anjing yang terkulai.

​Mo Li (Mendesis dingin)

​"Klan ini sedang ditempa menjadi emas, tapi kotoran seperti ini masih saja dibiarkan berkeliaran.

Mengapa kau diam saja di sini, Tianyang? Kau tidak sedang berniat memberikan makananmu pada hama ini, bukan?"

​Mo Li menatap bakpau di tangan Qin Tianyang dengan tatapan meremehkan.

​Mo Li ​"Ingat posisi kita. Kita adalah pemangsa yang sedang bertarung di puncak.

Memberi makan sampah hanya akan membuat tanganmu berbau busuk."

​Qin Tianyang tidak menjawab. Ia melihat anjing itu yang meskipun ditendang dan dihina sama sekali tidak menunjukkan taring.

Ia hanya meringkuk, matanya yang merah kini tertuju pada ludah Mo Li dengan kepasrahan yang mengerikan.

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Mo Li memang cerdas, tapi dia buta. Dia melihat anjing ini sebagai sampah. Tapi aku... aku melihat sesuatu yang lain. Sesuatu yang sedang menunggu.

​Mo Li mendengus, merasa telah memberi "pelajaran" yang cukup, lalu melangkah pergi melewati mereka dengan angkuh.

​Kini, Qin Tianyang sendirian lagi dengan anjing yang sekarat itu. Darah tipis keluar dari mulut anjing tersebut akibat tendangan Mo Li. dan pergi berlari terseok seok.

Bakpau daging di tangan Qin Tianyang masih terasa hangat.

​Qin Tianyang (Berbisik hampir tak terdengar)

​"Dunia ini memang kejam, kecil. Tapi setidaknya, bakpau ini lebih enak daripada ludah Mo Li."

​Apa yang akan dilakukan Qin Tianyang sekarang? Apakah ia akan tetap memberikan bakpau itu meskipun tahu tindakan ini mungkin menarik perhatian kekuatan gelap yang lebih besar?

​Anjing kecil itu telah menghilang ke dalam kegelapan lorong luar asrama, meninggalkan aroma darah dan rintihan yang menggantung di udara malam. Qin Tianyang berdiri terpaku sejenak, menatap bayangan yang ditelan malam. Entah mengapa, ada dorongan di dalam hatinya yang sulit dijelaskan mungkin karena ia merasa senasib dengan makhluk yang ditendang dan dihinakan itu.

​"Tunggu! Hei, kecil!" bisik Qin Tianyang, berusaha tidak membangunkan murid lain.

​Ia melangkah keluar dari koridor, menyusuri jalan setapak yang dingin. Angin malam menusuk jubahnya yang tipis, sementara perutnya mengeluarkan suara gemuruh yang semakin menuntut.

Luka-luka akibat tekanan di Jurang Penempaan Jiwa tadi mulai terasa perih lagi. Tubuhnya membutuhkan nutrisi, membutuhkan energi untuk memulihkan meridian yang nyaris retak.

​Qin Tianyang sampai di dekat sebuah taman batu yang sunyi. Ia tahu anjing itu bersembunyi di sekitar sini.

​"Keluar... aku punya sesuatu untukmu," bisiknya sambil memegang bakpau daging yang masih hangat di telapak tangannya.

​Satu menit berlalu. Lima menit. Sepuluh menit. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya suara jangkrik dan desau angin yang mempermainkan dedaunan.

​Rasa lapar Qin Tianyang mencapai puncaknya. Aroma gurih dari lemak daging di dalam bakpau itu seolah-olah memiliki tangan yang menarik hidungnya.

Pandangannya mulai kabur karena kelelahan spiritual dan fisik yang ekstrem.

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Mungkin anjing itu sudah mati di tengah jalan. Atau mungkin dia takut. Aku butuh kekuatan... hanya satu gigitan kecil agar aku tidak pingsan saat menunggunya.

​Ia merobek pinggiran roti bakpau yang lembut. Hanya satu gigitan.

​Kenikmatan rasa daging yang berbumbu langsung meledak di lidahnya. Tanpa ia sadari, gigitan kecil itu berubah menjadi lahap. Sesuap... dua suap... ia mengunyah dengan rakus, membiarkan energi makanan itu mengalir ke tubuhnya yang lemas.

Di bawah pengaruh kelelahan yang luar biasa, otaknya seolah-olah terputus dari niat awalnya.

​Dalam waktu kurang dari satu menit, hanya tersisa sedikit remah di ujung jarinya. Bakpau itu telah hilang.

​Kemunculan sang Anomali

​Tepat saat ia menjilat sisa minyak di jarinya, terdengar suara gesekan kaki yang lemah di atas tanah. Dari balik bayangan sebuah batu besar, moncong hitam yang kusam muncul perlahan.

​Si anjing kecil itu keluar dengan langkah gemetar. Ia menatap Qin Tianyang dengan mata merahnya yang penuh harap, ekornya yang pendek bergoyang sedikit, seolah tahu bahwa pria di depannya ini baru saja memegang sesuatu yang harum. Makhluk itu mendekat, lalu duduk tepat di depan kaki Qin Tianyang, menengadah dengan mulut yang sedikit terbuka karena haus dan lapar.

​Qin Tianyang membeku. Ia menatap telapak tangannya yang kosong, lalu menatap mata anjing yang malang itu.

​"Sialan!" umpat Qin Tianyang dengan nada tertahan, wajahnya memerah karena malu pada diri sendiri. "Sial! Sial! Sial!"

​Qin Tianyang (Menyumpah serapah dengan suara lirih)

​"Kau... kenapa kau baru keluar sekarang, dasar kutu busuk?! Aku sudah menunggumu sampai nyaris pingsan! Dan sekarang... sekarang bakpau itu sudah di perutku!"

​Ia merogoh saku jubahnya dengan panik, berharap ada sisa remah atau sepotong kecil daging yang terjatuh, namun tidak ada apa-apa. Anjing itu mengeluarkan suara rintihan pendek, seolah mengerti bahwa ia baru saja kehilangan satu-satunya kesempatan untuk makan malam.

​Hebat, Qin Tianyang. Kau ingin menjadi pahlawan bagi makhluk terbuang, tapi perutmu sendiri mengkhianati nuranimu. Kau benar-benar tidak lebih baik dari Ye Chen atau Mo Li saat rasa lapar menyerang.

​Bayangan di Kegelapan

​Di balik dahan pohon yang tak jauh dari sana, Gandron (dalam bentuk aslinya) dan Lin Feng mengamati kejadian itu. Lin Feng tidak bisa menahan tawa tertahan yang sangat menghina.

​Lin Feng

​"Lihat itu, Gandron. 'Anak Emas' yang kau harapkan ternyata lebih setia pada perutnya daripada pada anomali-mu. Dia memakan harapan terakhir anjing itu dengan lahap."

​Gandron (Matanya menyipit, memperhatikan setiap gerak-gerik Qin Tianyang)

​"Jangan terlalu cepat menilai. Rasa bersalah adalah bumbu yang paling kuat dalam sebuah pengabdian.

Lihatlah wajahnya... dia tidak hanya lapar, dia sekarang merasa berutang. Dan utang kepada anomali... adalah rantai yang tidak bisa diputuskan."

​Qin Tianyang masih menggerutu, menatap anjing itu dengan perasaan campur aduk antara jengkel dan kasihan yang amat sangat.

​Qin Tianyang:

​"Dengarkan aku, anjing gudikan. Jangan menatapku seperti itu. Besok... besok aku akan membawakan mu dua bakpau. Kau dengar? Dua! Tapi sekarang, pergilah sebelum aku merasa semakin bersalah!"

​Anjing itu tidak pergi. Ia justru mendekat dan menjilat ujung sepatu Qin Tianyang yang terkena sedikit remah bakpau, seolah memberikan tanda bahwa ia telah menetapkan pilihannya pada "Tuan" yang ceroboh ini.

​Qin Tianyang akan menebus kesalahannya besok, dan a?berharap anjing itu akan tetap hidup sampai fajar tiba?

​Matahari baru saja naik sepenggalah, namun suhu di Kota Daoji sudah memanas. Bukan hanya karena cuaca, tetapi karena ketegangan yang merayap di pasar utama. Lin Feng, dengan selera makannya yang aneh dan menuntut, telah memberikan tugas baru kepada Qin Tianyang: membawakan satu porsi Mie Pangsit "Naga Langit" yang hanya dijual di satu kedai legendaris di pusat kota.

​"Jika mie itu sudah dingin saat kau tiba, atau jika kau pulang dengan tangan hampa... kau tahu risikonya," ucap Lin Feng pagi tadi dengan senyum yang tidak sampai ke mata.

Gila!!! batin Qin Tianyang berkecamuk padahal pagi ini ia ingin sarapan dan mengambil lauk lebih buat si anjing dan menyelamatkannya. tapi tugas dari Master bertepatan dengan jam lapar si anjing.

" Aku harus bergegas agar tak terlalu lama di pasar!"

Wussshssss

Qin Tianyang melesat cepat.

​Arena Para Kultivator

​Saat Qin Tianyang tiba di lokasi, jantungnya nyaris merosot ke perut. Antrean di depan kedai itu bukan berisi warga biasa, melainkan kumpulan kultivator beringas dari berbagai sekte kecil dan kelompok tentara bayaran.

​Mereka berdiri dengan tangan bersilang, memanggul pedang besar, atau mengelus jenggot dengan aura yang menekan. Bagi mereka, kekuatan adalah nomor satu, bahkan dalam urusan mengantre makanan.

​Di tengah kerumunan raksasa otot dan energi spiritual itu, Qin Tianyang yang bertubuh remaja terlihat seperti seekor anak ayam di antara sekumpulan serigala.

​Kultivator Berotot (Melihat ke bawah ke arah Qin Tianyang)

​"Hei, bocah! Apa yang dilakukan sampah kecil seperti kau di sini? Mau minta sedekah kuah mie? Pergi sebelum aku menjadikan kepalamu sebagai alas duduk!"

​Qin Tianyang hanya terdiam, wajahnya datar namun matanya tajam. Ia harus mendapatkan mie itu.

​Ejekan Mo Li

​Di seberang jalan, di area pasar kering, tampak Mo Li sedang mengawasi beberapa pelayan yang membawa karung-karung berisi perlengkapan dapur.

Awalnya, Mo Li merasa sangat terhina karena hanya ditugaskan membeli bumbu dapur, sayuran, dan kuali baru oleh pengawas asrama. Ia merasa tugas itu sangat tidak layak bagi jenius seperti dirinya.

​Namun, begitu ia melihat Qin Tianyang berdiri terjepit di antara para kultivator yang siap baku hantam demi sepiring mie, Mo Li tidak bisa menahan tawanya.

​Mo Li (Tertawa terbahak-bahak hingga memegang perutnya)

​"Hahaha! Lihat itu! Aku pikir tugasku membeli peralatan dapur adalah yang paling menyedihkan hari ini.

Ternyata si 'Anak Emas' Lin Feng diturunkan pangkatnya menjadi pelayan antrean!"

​Mo Li sengaja mengeraskan suaranya agar Qin Tianyang mendengar.

​Mo Li

​"Tianyang! Hati-hati jangan sampai terinjak! Kultivator di sana tidak peduli kau murid siapa.

Mereka akan mengunyah tulangmu sebelum mengunyah mie mereka! Sungguh malang, murid favorit yang kini berubah menjadi pengemis pangsit!"

​Qin Tianyang melirik Mo Li sekilas, lalu kembali fokus pada pria raksasa di depannya yang baru saja menyikut bahunya dengan kasar.

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Tertawalah, Mo Li. Kau sibuk dengan panci dan wajan, sementara aku sedang berdiri di tengah medan tempur yang sesungguhnya.

Lin Feng tidak memintaku membeli mie hanya karena dia lapar. Dia ingin melihat bagaimana aku menangani tekanan tanpa menggunakan kekuatan terbuka.

​Tantangan Dimulai

​Antrean bergerak lambat. Bau harum kaldu pangsit yang gurih mulai menguar, memicu kegilaan para pembeli. Tiba-tiba, seorang kultivator dari Sekte Kapak Hitam mencoba menyerobot antrean tepat di depan Qin Tianyang.

​Kultivator Kapak

​"Minggir, bocah! Aku tidak punya waktu seharian!"

​Pria itu mendorong Qin Tianyang dengan tenaga dalam yang cukup untuk mematahkan tulang orang biasa. Namun, tubuh Qin Tianyang hanya bergeser sedikit, kakinya seolah tertanam di bumi.

​Qin Tianyang (Dengan suara dingin yang membuat suasana sekitar mendadak sunyi)

​"Ada aturan di sini. Mengantre atau... kau akan kehilangan selera makanmu selamanya."

​Para kultivator di sekitar mulai menoleh. Mereka tidak menyadari bahwa di balik tubuh kecil itu, terdapat esensi Bunga Es Peninggalan yang tersimpan dan aura penempaan Lin Feng yang siap meledak.

​Dapatkah Qin Tianyang mendapatkan mie pangsit itu tanpa membuat keributan besar yang akan menarik perhatian Lin Feng, ataukah pasar ini akan berubah menjadi lautan darah demi sepiring makanan?

Ini adalah bagian yang sangat krusial. Mari kita kembali ke momen di pasar, di mana keributan fisik pecah dan indra tajam Qin Tianyang bekerja mengungkap pengkhianatan tersebut.

Intuisi Sang Senjata

​Di tengah hiruk pikuk antrean yang beringas, Qin Tianyang berdiri dengan napas yang teratur. Di depannya, dua kultivator dari Sekte Parang Karat sedang bersitegang, saling dorong hingga menciptakan gelombang energi yang menghempaskan meja-meja kayu di sekitar.

​"Minggir, bocah!" Salah satu dari mereka mengayunkan sikutnya ke arah kepala Qin Tianyang.

​[Pergumulan di Tengah Antrean]

Qin Tianyang tidak menghindar jauh. Ia hanya memiringkan kepala sedikit gerakan minimalis yang dipelajarinya dari kegilaan Lin Feng.

Saat sikut itu lewat, Qin Tianyang menangkap pergelangan tangan pria raksasa itu, lalu menggunakan momentum lawan untuk membantingnya ke arah kultivator lainnya.

​DUAK!

​Dua tubuh besar bertabrakan. Qin Tianyang melangkah maju, kakinya menginjak punggung salah satu dari mereka sebagai tumpuan untuk melompat melewati kerumunan.

Gerakannya secepat kilatan es. Ia mendarat tepat di depan konter penjual mie, tepat saat kuali besar mendidih itu mengeluarkan aroma yang memabukkan.

​Penemuan yang Mengerikan

​Saat sang penjual seorang pria tua dengan tangan gemetar menuangkan kaldu ke dalam mangkuk, Qin Tianyang merasakan sesuatu yang aneh. Esensi Bunga Es yang tersimpan di dalam intinya tiba-tiba berdenyut kencang. Suhu di sekitar telapak tangan Qin Tianyang mendadak turun drastis.

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Esensi Bunga Es-ku bereaksi... Bunga ini adalah pemurni alami. Jika dia berdenyut seperti ini, artinya ada sesuatu yang sangat 'kotor' di dekatku.

​Qin Tianyang menyipitkan mata. Ia melihat uap yang keluar dari mie tersebut. Bagi mata orang biasa, itu hanyalah uap panas. Namun, bagi Qin Tianyang yang kini memiliki penglihatan "Dewi Es" yang dipinjam dari esensi bunga, ia melihat serat-serat halus berwarna hitam keunguan yang menari di dalam uap tersebut.

​Itu bukan rempah-rempah. Itu adalah Spora Mayat Hitam racun yang hanya bisa terdeteksi jika suhu udara di sekitarnya menjadi dingin.

​Qin Tianyang (Suaranya rendah, nyaris berbisik pada sang penjual)

​"Kau menambahkan sesuatu yang tidak ada di menu, Pak Tua."

​Penjual itu membeku. Sendok besarnya berdenting jatuh ke lantai. Matanya yang semula sayu mendadak berkilat dengan niat membunuh yang tajam.

​"Bocah ingusan... kau seharusnya hanya membawa mie ini dan mati bersama tuanmu."

​Pertarungan Kilat di Dapur

​Tanpa peringatan, penjual mie itu menghujamkan sepasang sumpit besi ke arah tenggorokan Qin Tianyang. Sumpit itu dilapisi dengan energi gelap yang sanggup melubangi baja.

​Qin Tianyang tidak menarik pedang. Ia mengambil sebuah pangsit mentah dari meja, menyuntikkannya dengan esensi dingin, dan melemparnya. Pangsit itu membeku menjadi sekeras batu dalam sekejap, menangkis serangan sumpit besi tersebut dengan suara dentuman logam.

​Qin Tianyang:

​"Lin Feng mungkin iblis, tapi dia iblisku. Aku tidak akan membiarkan tangan kotor seperti milikmu mencuri nyawanya sebelum aku melakukannya sendiri."

​Dengan satu serangan telapak tangan yang dilapisi embun es, Qin Tianyang menghantam dada penjual itu. Sang penjual terlempar ke belakang, menabrak rak-rak mangkuk hingga hancur berkeping-keping.

​Pilihan yang Licik

​Massa di pasar mulai panik dan ricuh. Mo Li, yang masih menonton dari jauh, mengira Qin Tianyang hanya sedang berkelahi karena menyerobot antrean.

Ia tertawa melihat kekacauan itu, tidak menyadari bahwa Qin Tianyang baru saja menggagalkan upaya pembunuhan tingkat tinggi.

​Qin Tianyang menatap mangkuk mie yang sudah terisi. Ia tahu racun itu ada di sana.

​[Dialog Internal Qin Tianyang]

​Jika aku membuangnya, Lin Feng akan menganggapku gagal. Jika aku membawanya tanpa memberitahunya, aku mungkin akan ikut mati saat ia tahu. Tapi... jika aku membawanya dan mengungkapnya, aku akan mendapatkan kepercayaan sekaligus menunjukkan taringku.

​Ia membungkus kotak mie itu dengan tenang. Ia mengambil selembar kain sutra, mencelupkannya ke dalam sisa esensi dingin untuk menjaga agar racunnya tetap stabil (sebagai bukti), lalu melangkah keluar dari kedai yang sudah hancur itu.

​Ia berjalan melewati Mo Li yang masih terbahak-bahak.

​Qin Tianyang (Sambil lewat)

​"Teruslah tertawa, Mo Li.

Setidaknya jika aku mati hari ini, aku mati membawa rahasia. Kau? Kau akan mati membawa panci."

​Sekarang kita kembali ke aula utama, di mana Qin Tianyang memberikan mie tersebut kepada Lin Feng dengan penuh percaya diri.

​Qin Tianyang melangkah masuk ke aula utama dengan ketenangan seorang algojo. Di tangannya, kotak kayu berisi Mie Pangsit Naga Langit masih memancarkan uap tipis. Di singgasananya, Lin Feng duduk menyamping, menopang dagu, menatap Qin Tianyang seolah-olah sedang melihat serangga yang berhasil mendaki gunung.

​Di sudut ruangan, Mo Li berdiri dengan pakaian compang-camping dan wajah lebam. Ia baru saja lolos dari amukan massa di pasar, namun harga dirinya jauh lebih hancur daripada fisiknya.

​Lin Feng (Suaranya malas namun tajam)

​"Kau membawa pesananku, Tianyang? Atau kau membawa alasan mengapa aku harus memenggal kepalamu?"

​Qin Tianyang meletakkan kotak itu di meja batu. Ia tidak membungkuk serendah biasanya.

​Qin Tianyang:

​"Mie ini masih panas, Guru. Tapi harganya lebih mahal dari sekadar beberapa keping perak."

​Lin Feng: (Matanya berkilat, ia membuka kotak itu)

​"Oh? Kau ingin bicara soal harga padaku?"

​Qin Tianyang (Tersenyum tipis, sangat tipis hingga hampir terlihat seperti penghinaan)

​"Bukan harga uang. Tapi harga nyawa. Pemilik kedai itu... dia memasukkan Esensi Penelan Jiwa ke dalam kaldunya. Dia tahu siapa yang akan memakan mie ini. Dia menunggu Anda mati, Guru."

​Aula mendadak sunyi. Mo Li tersentak, wajahnya pucat pasi.

​Mo Li (Berteriak histeris)

​"Bohong! Dia hanya mencari alasan karena dia terlambat! Guru, dia ingin memfitnah orang lain untuk menutupi ketidakmampuannya!"

​Lin Feng (Mengabaikan Mo Li, menatap dalam ke mata Qin Tianyang)

​"Jika kau tahu itu beracun, mengapa kau tetap membawanya ke hadapanku? Apakah kau ingin aku mencicipinya, lalu kau bisa bebas?"

​Qin Tianyang (Melangkah maju satu tindak, memangkas jarak yang dilarang)

​"Karena saya ingin melihat, apakah Guru cukup kuat untuk memakan kematian, atau Anda hanya seorang pengecut yang bersembunyi di balik kekejaman. Jika Anda Anak Ilahi yang sejati, racun ini hanyalah bumbu tambahan. Jika tidak... silakan berikan pada Mo Li. Dia terlihat sangat lapar setelah dikeroyok massa."

​Mo Li (Gemetar hebat)

​"T-tianyang! Kau gila! Guru, dia menantang Anda!"

​Lin Feng terdiam. Tawanya meledak, mengguncang langit-langit aula. Ia mengambil sumpit, menjepit satu pangsit yang berkilau karena racun transparan, dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

​"Kau berani bertaruh dengan nyawaku di depan wajahku sendiri? Menarik. Sangat menarik."

​Lin Feng memasukkan pangsit itu ke mulutnya, mengunyahnya pelan, lalu menelan. Keheningan yang mencekam menyusul. Wajah Lin Feng membiru sesaat, pembuluh darah di lehernya menonjol hitam. Namun, dengan satu hentakan napas, auranya meledak dan warna wajahnya kembali normal.

​Ia menatap Qin Tianyang dengan tatapan yang bisa membunuh.

​"Racunnya enak. Tapi kau tahu apa yang lebih enak, Tianyang? Kesetiaan yang dibungkus dengan ancaman. Kau baru saja membuktikan bahwa kau bukan lagi anjing yang menunggu makan siang. Kau adalah serigala yang sedang mengukur leher tuannya."

​Qin Tianyang (Membungkuk sedikit, suaranya sedingin es)

​"Saya hanya memastikan Guru tetap hidup. Karena jika Anda mati oleh tangan tukang mie, saya tidak akan punya kepuasan untuk melampaui Anda suatu hari nanti."

​Lin Feng menyeringai. Ia melemparkan mangkuk kosong itu ke arah Mo Li hingga hancur berkeping-keping di depan kakinya.

​"Mo Li! Lihat dia! Dia membawa racun ke mejaku dan aku memberinya pujian. Kau membawa perlengkapan dapur dan kau membawa aib. Pergi dari hadapanku sebelum aku menjadikanmu bahan isi pangsit berikutnya!"

​Mo Li berlari keluar dengan air mata kemarahan. Sementara itu, Qin Tianyang tetap berdiri di sana. Di bawah jubahnya, bayangan anjing kecil itu mulai memadat, seolah-olah ia baru saja ikut berpesta atas keberanian tuannya.

​"Sekarang katakan, Tianyang... apa yang sebenarnya kau inginkan sebagai imbalan atas 'kejujuran' mematikanmu ini?"

​Qin Tianyang:

​"Saya ingin akses ke perpustakaan terlarang. Saya ingin tahu... bagaimana cara membunuh sesuatu yang sudah mati."

More Chapters