Cherreads

Chapter 3 - Bab 3: Dongeng, Iblis, dan Telinga yang Terlalu Tajam

Olivia tidak membawa Rian ke tempat yang ramai. Sebaliknya, ia membimbingnya melewati gang-gang sempit yang berbau debu dan bir basi, akhirnya berhenti di depan sebuah pintu kayu yang tidak mencolok di belakang sebuah penginapan. Dengan kunci tua, ia membukanya dan mempersilakan Rian masuk.

Ruangan itu kecil dan penuh dengan gulungan perkamen serta buku-buku bersampul kulit yang retak. Sebuah lentera minyak di atas meja memberikan penerangan yang remang-remang.

"Tempat apa ini?" tanya Rian sambil melihat sekeliling.

"Arsip. Catatan klan-ku selama beberapa generasi," jawab Olivia sambil menutup pintu. Ia bersandar di meja, tatapannya serius. "Sekarang, bicara. Siapa kamu dan dari mana kekuatanmu berasal?"

Rian ragu sejenak. Bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa ia berasal dari dunia di mana dunia mereka ini hanyalah sebuah permainan video? Ia memutuskan untuk memberikan versi yang lebih sederhana. "Namaku Rian. Aku... tersesat. Sangat tersesat. Mengenai kekuatan, aku juga baru tahu memilikinya beberapa jam yang lalu."

Olivia mengamatinya, mencari kebohongan. "Kekuatan tidak muncul begitu saja. Pasti ada pemicunya."

"Aku tidak tahu," jawab Rian jujur. "Hal terakhir yang kuingat, aku berada di kamarku. Lalu aku bangun di gurun."

Olivia menghela napas, sepertinya menerima bahwa Rian sama bingungnya dengan dirinya. "Baiklah, orang asing. Dengarkan baik-baik, karena kebodohanmu akan membuatmu terbunuh. Dunia ini bukan tempat yang ramah. Para preman yang kau hajar tadi hanyalah hama. Ancaman sebenarnya adalah para iblis."

Jantung Rian berdebar sedikit lebih kencang.

"Dahulu kala," lanjut Olivia, suaranya seperti seorang pendongeng, "seorang malaikat yang jatuh, Angra, mencoba menguasai dunia manusia dengan pasukan iblisnya. Manusia nyaris punah, sampai seorang pria datang dan mengalahkannya. Pria itu dianugerahi kekuatan dewa di kedua lengannya, yang dikenal sebagai 'God Hand'."

Rian menelan ludah. Cerita ini... ia tahu cerita ini. Ini adalah intro dari gamenya.

"Angra tidak bisa dibunuh, jadi ia disegel. Namun, segelnya melemah," kata Olivia. "Para iblis mulai muncul kembali, lebih berani dari sebelumnya. Mereka dipimpin oleh Four Devas, empat iblis terkuat. Tapi harapan muncul kembali. Seseorang telah mewarisi kekuatan God Hand."

"Pria di gurun tadi," potong Rian. "Yang lengannya..."

"Bersinar?" Olivia mengangguk. "Itu Gene. Dia pewarisnya. Dan tugasku, tugas klan-ku, adalah membantunya. Lalu kau muncul. Orang aneh dengan kekuatan yang tak bisa dijelaskan, membuat keributan, dan menarik perhatian yang tidak diinginkan."

Rian terduduk di kursi kayu. Jadi ini nyata. Semuanya nyata. Gene, Olivia, Four Devas, Angra. Ia bukan hanya di tempat yang mirip, ia di dalam God Hand. Pengetahuan itu membawa gelombang teror yang baru. Ia tahu betapa gilanya musuh yang akan datang. Elvis si gendut perokok. Shannon si dominatrix sadis. Azel, si pemilik Devil Hand.

Saat Rian sedang tenggelam dalam pikirannya, ia tiba-tiba tersentak dan menoleh ke arah pintu.

"Ada apa?" tanya Olivia, waspada.

"Ssst," bisik Rian. Ia berkonsentrasi. Samar-samar ia bisa mendengar percakapan dari jalanan di luar, padahal seharusnya tidak mungkin dari dalam ruangan tertutup ini.

"...katanya dia menghajar geng si Pipa bengkok sendirian..."

"...kulitnya keras seperti baja. Si Lucha sampai melempar botol ke kepalanya, tapi dia tidak terluka..."

"Ada bayaran besar untuk kepala orang aneh itu. Katanya bos ingin lihat sendiri..."

"Mereka membicarakanku," bisik Rian pada Olivia, matanya melebar. "Aku bisa mendengar mereka dari luar. Dengan sangat jelas."

Ini kemampuan baru lagi. Pendengaran super. Kekuatannya benar-benar berevolusi.

Sebelum Olivia bisa merespons, pintu kayu yang mereka pikir aman tiba-tiba hancur berkeping-keping.

BRAKKK!

Dua sosok besar berdiri di ambang pintu yang kini sudah hancur. Mereka bukan preman biasa. Yang satu botak plontos dengan seringai kejam dan memegang pisau daging raksasa di masing-masing tangan. Yang satu lagi memakai topeng badut yang mengerikan dan memutar-mutar rantai dengan bola berduri di ujungnya.

"Nah, nah, nah," kata si botak sambil menggesekkan kedua pisaunya, menimbulkan percikan api. "Kami dengar ada sirkus baru di kota. Kami datang untuk melihat badutnya."

More Chapters