Naira adalah gadis muslim taat, aktif dalam kegiatan sosial dan mengabdi pada komunitas pesantren kecil di desanya. Di sisi lain, Liam adalah mahasiswa arsitektur keturunan Tionghoa yang penuh semangat, ceria, dan beragama Kristen. Takdir mempertemukan mereka saat proyek kemanusiaan di wilayah bencana mempertemukan dua dunia yang berbeda.

Hubungan mereka tumbuh dalam diam—lewat bantuan kecil, percakapan mendalam, dan mimpi yang tak pernah dijanjikan. Tapi seiring waktu, keduanya sadar: cinta mereka tidak hanya diuji oleh perbedaan, tapi juga oleh keluarga, dogma, dan keyakinan masing-masing.

Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan garis takdir... atau justru harus dikubur dalam doa yang tak pernah sama?

Tahun berganti. Naira menikah dengan seorang lelaki pilihan keluarganya. Liam pun melanjutkan hidupnya di luar negeri.


Tapi setiap kali senja datang, dan angin sore meniupkan rindu, mereka tahu... di suatu tempat dalam hati masing-masing, masih ada nama yang disebut pelan.


"Dalam doa yang tak sama, kita tetap saling mengirim rindu."


Karena tak semua cinta ditakdirkan bersatu. Tapi tak semua cinta juga bisa hilang.


Chapter 3 - Doa yang Tak Sama, Cinta yang Tak Padam