Vir, menatapnya mencoba merasakan penderitaan gadis itu. Dia menaruh gelasnya dan bertanya tentang sesuatu yang janggal.
"Epiphany, pernahkah setelah kematian orang tuamu kau mengecek bagaimana lingkungan tempat tinggalmu ? Seperti area desamu mungkin ?" Tanyanya dengan tangan yang sibuk menjamah biscuit
"Ada apa dengan lingkungan tempat tinggalku ? Seperti nya tidak ada yang aneh di sini" aku mengernyitkan alis
"Aku hanya merasa tak nyaman berada di lingkungan ini selain di kediaman mu, dan masih belum ku ketahui mengapa" ujarnya sambil mengunyah biscuit
Ingatan Epiphany kembali pada kejadian naas malam itu, ia ingat sesuatu tergambar jelas di memorinya malam itu. Sosok dengan senyum yang mengembang di wajahnya, dia bersembunyi di antara kerumunan warga malam itu.
"Ah..manusia itu ! Aku ingat sosok itu tapi dia bukan berasal dari desa ini sepertinya"
"Tak pernah ku lihat sosoknya di antar warga sekitar seingatku!" Sanggahku mantap
"Aku hanya bisa menyarankan, kau bisa mulai ngecek lingkungan sekitarmu Epiphany mungkin kau akan menemukan sesuatu, feelingku mengatakan begitu..."
"Terserah kau mau percaya atau tidak'' jawabnya tangannya meraih gelas minuman, dan menengguk habis isinya.
Epiphany hanya mengangguk diam, pikirannya berkelana memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.
"Oh iya berbicara soal kasus kemarin, qpa mantra mu ada ritualnya ? Bolehkah aku berguru ?"
"Aku benar-benar penasaran dengan bagaimana kau melakukannya" rengek nya seperti bocah.
"Aku hanya meramu mencari di antara almanac tua titipan orang tuaku"
"Hanya ritual biasa pada malam bulan purnama merah" sahut Epiphany sambil jalan ke arah rak buku di samping Vit dan menarik salah satu bukunya. Saat menariknya buku itu terhempas dari tangannya dan jatuh tepat di pangkuan Vir.
"Upss...maaf !" Kataku dan menunduk mengambil buku di pangkuannya, tak sengaja jemariku menekan pahanya. Membuatnya melihat ku yang sedang salah tingkah. Wajahnya mendekat menatapku lekat, hembusan nafas hangat dan bau manis yang keluar dari mead yang dia minum seketika membiusku.
Vir membantuku bangun jemarinya menggenggam ku lembut
"Kau tak apa Epiphany ?" Tanyanya
"Emm... Ya aku baik-baik saja"
"Maaf...,!" Ujarku kaku
Epiphany mulai membuka almanac tua di samping Vir dan menunjukan padanya sumber mantra-mantra yang ia ramu. Vir sibuk terkesima bukan dengan mantra nya tapi dengan bibir Epiphany yang menggoda nya ketika ia berbicara. Rasanya ingin ia lumat bulat-bulat bibir nya yang merona dan tebal itu.
Di tengah-tengah penjelasan nya ekor mata Epiphany beradu pandang dengan Vir. Mata mereka saling menatap seperti ada rasa haus akan kesendirian di dalam diri mereka yang berusaha melepaskan diri dari jeratan.
Mata mereka berdua menceritakan tentang hasrat yang tak mudah padam, mata mereka berdua mengisyaratkan tentang hawa nafsu yang mereka coba rantai kuat-kuat.
Epiphany merasakan tubuhnya panas, dia segera menenggak habis mead di gelasnya dengan sekali teguk. Vir hanya tersenyum melihatnya, karena ia pun merasakan hal yang sama. Panas dan membara.
Vir jarang sekali merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Meskipun dia di kelilingi wanita cantik seperti tak ada yang mampu membuatnya jatuh hati hanya dengan menatapnya. Pertama dia melihat Epiphany gadis itu seperti menerobos masuk ke dalam pikirannya. Mendobrak pintu hatinya yang segelnya bahkan sudah berkarat. Gadis itu membuatnya mati penasaran. Bukan tentang mantranya tapi tentang siapa dirinya.
Seperti saat ini di dekatnya Vir berusaha menjaga agar debaran jantungnya tidak terdengar begitu berisik oleh Epiphany. Sejak gadis itu menyambutnya di rumahnya. Vir seperti tersihir oleh pesona gadis cantik itu. Caranya berjalan, pakaiannya, caranya berbicara, tatapannya.
Vir seperti tak menemukan jalan keluar untuk berlari dari jeratan gadis cantik itu. Dia pun pasrah membiarkan dirinya jatuh oleh pesonanya.