Cherreads

Chapter 13 - Bab 15 (Alkein-Ruhosi)

Bab 15 – Bisikan Cahaya di Lembah Para Elf

Jauh dari dataran angin dan ancaman yang mulai mengintai Ruhosi, di sebuah lembah tersembunyi yang diselimuti keindahan abadi, hiduplah seorang anak perempuan yang sangat berbeda dari sekelilingnya. Lembah itu bernama Lumina'val, tempat tinggal Ras Elf Sylvarian, makhluk-makhluk anggun yang hidup harmonis dengan alam, di bawah naungan pohon-pohon raksasa yang usianya ribuan tahun dan di tepi sungai sebening kristal.

Di sinilah Elara, seorang gadis kecil berusia tujuh tahun, menghabiskan hari-harinya. Dan hari-harinya, bagi para Elf yang tenang dan penuh kontemplasi, seringkali terasa… sangat ramai.

"Lyris! Lyris! Lihat! Aku berhasil membuat bunganya mekar lebih cepat!" Suara nyaring Elara memecah keheningan pagi di salah satu taman penyembuhan kaum Elf. Ia berlari kecil—atau lebih tepatnya, melompat-lompat penuh semangat—ke arah seorang Elf perempuan dewasa bernama Lyris, yang tengah bermeditasi di bawah kelopak bunga raksasa.

Elara menyodorkan setangkai bunga bulan sabit yang kelopaknya memang tampak sedikit lebih cerah dari yang lain. Rambutnya yang berwarna pink dengan gradasi putih perak berkilau tertimpa sinar matahari yang menembus kanopi hutan, bergerak-gerak seiring antusiasmenya. Kulitnya yang pucat memancarkan cahaya lembut, warisan dari ayahnya yang berasal dari Ras Cahaya. Mata merah muda meronanya, sejernih kelopak sakura di musim semi, menatap Lyris penuh harap.

Lyris membuka matanya perlahan, senyum tipis tersungging di bibirnya yang biasanya tenang. "Itu kemajuan yang bagus, Elara. Tapi ingat, inti dari Seni Kehidupan bukan hanya tentang kecepatan, tapi juga tentang pemahaman dan kasih sayang pada setiap helai nyawa."

"Iya, iya, aku tahu!" potong Elara cepat, bibirnya sedikit mengerucut. "Tapi kan lebih seru kalau cepat! Nanti aku bisa buat semua bunga di lembah ini mekar sepanjang tahun! Pasti semua orang akan lebih memperhatikanku!"

Lyris hanya menggeleng lembut. Elara memang seperti itu: cerewet, selalu ingin menjadi pusat perhatian, dan sedikit manja karena ia adalah satu-satunya anak manusia (setengah cahaya) di antara para Elf yang cenderung pendiam. Namun, di balik semua itu, ada semangat yang membara dan keinginan kuat untuk membuktikan diri.

Bertahun-tahun lalu, Elara tiba di Lumina'val dalam sebuah keranjang kecil yang dianyam dari cahaya bulan, diletakkan diam-diam di depan gerbang kuil utama oleh kedua orang tuanya—ayahnya dari Ras Cahaya dan ibunya seorang manusia—yang terpaksa meninggalkannya demi keselamatannya dari konflik yang mengancam darah campuran seperti dirinya. Para tetua Elf, setelah berdiskusi panjang, memutuskan untuk merawatnya, melihat potensi cahaya murni dalam dirinya.

Meskipun para Elf menyayanginya dengan cara mereka yang tenang, Elara sering merasa berbeda. Ia tidak setenang mereka, tidak sepandai mereka dalam seni memanah atau menyatu dengan alam secara instingtif. Tapi ia tidak pernah menyerah.

Siang itu, misalnya, setelah "membantu" Lyris (yang lebih banyak diisi dengan celotehannya), Elara memutuskan ia ingin belajar memanah seperti anak-anak Elf lainnya. Ia mengambil busur kecil yang dibuatkan khusus untuknya. Anak-anak Elf bisa mengenai target bergerak dari jarak seratus langkah dengan mudah. Elara? Anak panah pertamanya malah tersangkut di rambut salah satu patung penjaga taman.

"Hmph! Panahnya saja yang tidak mau menurut!" gerutunya, pipinya menggembung. Beberapa anak Elf yang lebih tua terkikik geli dari kejauhan.

Wajah Elara memerah. Bukannya menyerah, ia mengambil anak panah lain. "Aku pasti bisa! Lihat saja nanti!"

Ia mencoba lagi. Kali ini, anak panahnya meleset jauh. Gagal. Lagi. Gagal lagi.

Setiap kegagalan hanya membuat tekadnya semakin membara. Ia terus mencoba, mengabaikan tangan yang mulai pegal dan rasa frustrasi yang mengintip. Lyris mengamatinya dari jauh dengan senyum maklum.

Saat Elara hendak melepaskan anak panah kesekian kalinya, rasa kesal karena terus gagal membuatnya tanpa sadar memfokuskan energi. Tiba-tiba, dari ujung anak panah itu, muncul percikan cahaya kecil, hanya sesaat, lalu anak panah itu melesat… dan menancap tepat di pinggiran target. Bukan di tengah, tapi setidaknya mengenai sasaran.

"Yess! Aku berhasil! Sedikit!" serunya kegirangan, melompat-lompat sambil bertepuk tangan untuk dirinya sendiri, lupa pada semua kegagalan sebelumnya. Kulitnya bersinar sedikit lebih terang dari biasanya.

Malam harinya, saat bintang-bintang mulai menghiasi langit Lumina'val, Elara duduk sendirian di balkon kamarnya yang menghadap ke hutan bercahaya. Celotehannya hilang, digantikan keheningan yang jarang terjadi. Ia memegang sebuah liontin kecil berbentuk matahari separuh, peninggalan ibunya.

"Ibu… Ayah… kalian di mana?" bisiknya pelan. "Apa kalian juga blasteran aneh sepertiku?"

Di balik sifat ceria dan manjanya, tersembunyi kerinduan dan pertanyaan besar tentang jati dirinya. Ia cantik, bercahaya, penuh semangat, namun seringkali merasa seperti potongan puzzle yang tidak pas di tengah keanggunan dan ketenangan para Elf.

Tanpa ia sadari, takdir tengah menenun benang-benang rumit yang suatu hari nanti akan menghubungkan bisikan cahayanya dengan petualangan seorang bocah konyol berdarah campuran lainnya, yang kini tengah bersiap menghadapi bahaya di belahan dunia Alkein yang lain. Perjalanan mereka mungkin berbeda, namun kerinduan akan identitas dan tempat untuk merasa utuh adalah melodi yang sama dalam jiwa keduanya.

More Chapters