Cherreads

Akademi Kekaisaran ren Senja yg terbuang

xion_seihero_arya
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
565
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

​BAB 1: Aib Senja

​Langit di atas Akademi Pedang Bintang Tujuh selalu biru cerah, melambangkan kemurnian Energi Jiwa yang diagung-agungkan oleh Divisi Bintang. Namun, bagi Ren Senja, biru itu terasa seperti jeruji besi yang mengungkungnya.

​Di Aula Pelatihan Utama, lantai marmer dihiasi lambang bintang emas, seakan mengejek nasibnya. Di sanalah Ren berdiri, sendirian di tengah tatapan ratusan siswa elit. Lawannya berdiri beberapa langkah di depan: Kuro Senja, kakak kandungnya sendiri.

​Kuro adalah personifikasi kesempurnaan: seragamnya tanpa cela, bilah pedangnya berkilauan, dan Aura Pertarungan yang mengelilinginya tebal dan dingin, sekuat badai salju.

​"Tunjukkan padaku, Ren," suara Kuro berat dan tanpa emosi, namun sarat penghinaan. "Tunjukkan bahwa kau layak menyandang nama Senja."

​Ren menarik napas. Ia mencoba memfokuskan Energi Jiwanya, memanggil Chi yang seharusnya mengalir deras seperti sungai warisan keluarganya. Tetapi yang keluar hanyalah percikan kecil, seperti korek api yang kehabisan belerang.

​"Apa itu?" bisik seorang siswa.

​"Bahkan siswa Kelas Rendah memiliki getaran Chi yang lebih kuat darinya," sahut yang lain, suaranya dipenuhi jijik. "Dia ini benar-benar aib."

​Itulah masalah Ren. Meskipun berasal dari keluarga pendiri, meskipun Ayahnya, Rei Senja, adalah Kepala Disiplin yang ditakuti, dan Ibunya, Yumi Senja, adalah mantan penyembuh legendaris, Ren adalah sampah dalam hal bakat. Ia tidak memiliki daya ledak Kuro, tidak memiliki ketangkasan yang diwarisi Yumi, dan ia hampir tidak bisa mengendalikan Energi Jiwanya sendiri.

​Kuro tidak menunggu lagi. Ia bergerak. Bukan serangan mematikan, melainkan gerakan cepat nan elegan yang menunjukkan kekuatan yang tak perlu dikerahkan. Pedang Kuro hanya menyentuh pergelangan tangan Ren, bukan untuk melukai, melainkan untuk melucuti.

​Krang!

​Pedang milik Ren mental, mendarat dengan suara memalukan jauh di sudut aula. Tubuh Ren terasa kosong, bahkan percikan Energi Jiwa pun menghilang.

​Kuro menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih menyakitkan daripada pukulan fisik. Itu adalah tatapan kekecewaan dan superioritas.

​"Kau telah membuang waktu kami, Ren," kata Kuro, suaranya bergema. "Ayah pasti akan kecewa, tapi setidaknya aku bisa memastikan kau tidak mempermalukan nama keluarga lebih jauh lagi di depan para komandan."

​Saat Kuro berbalik dan pergi, diikuti oleh para siswa yang berbisik dan tertawa, Ren hanya bisa berdiri di sana, merasakan tatapan tajam Ayahnya, Rei Senja, yang kemungkinan besar sedang mengawasinya dari kantornya. Bahkan Adik laki-lakinya, Sora, yang seharusnya memberikan dukungan, hanya bisa menatapnya dengan mata penuh rasa kasihan, tak berdaya untuk membantu.

​Malam itu, Ren melarikan diri. Bukan ke hutan atau pegunungan, tapi ke sudut tergelap di balik dinding luar Akademi, sebuah area terlarang yang konon berbatasan langsung dengan Distrik Terlantar, tempat asal-muasal Divisi Bayangan.

​Di sana, tidak ada cahaya, tidak ada lambang bintang, hanya kelembaban dan aroma tanah basah.

​Ren menyentuh pergelangan tangannya yang masih terasa dingin akibat benturan pedang Kuro. Bukan sakit fisik yang mengganggunya, tapi rasa kosong di dada. Ia mencoba sekali lagi, mengerahkan setiap serat emosi dan kemauannya. Ia mencoba menarik Energinya.

​Gagal.

​Ia tidak ingin menjadi sempurna seperti Kuro. Ia tidak peduli dengan kehormatan Rei Senja. Ia hanya ingin memiliki kekuatan yang cukup, sekadar cukup untuk tidak dianggap sampah, cukup untuk melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang bernilai.

​Ia menjatuhkan diri, punggungnya bersandar pada dinding batu yang basah.

​"Jika aku ditakdirkan untuk menjadi sekumpulan kegagalan, kenapa aku dilahirkan ke dalam keluarga ini?" bisiknya pada kegelapan.

​Saat keputusasaannya mencapai puncaknya, ketika Ren menutup mata, siap tenggelam dalam kebencian diri yang dingin, tiba-tiba ada sesuatu yang terjadi.

​Bukan Energi Jiwa yang muncul di tangannya. Bukan kilatan petir atau hembusan angin. Melainkan rasa kehangatan yang asing, namun sangat akrab, merambat dari dinding batu di belakangnya, seolah-olah seseorang sedang bersandar di sisi lain dinding itu—seseorang yang memiliki api kecil di telapak tangan mereka.

​Kehangatan itu terasa aneh; itu tidak sehangat Chi Murni Divisi Bintang, melainkan lebih liar, sedikit gelap, tetapi membawa serta gelombang kenyamanan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Seolah-olah, seseorang di balik dinding itu merasakan rasa sakitnya, menerima kegagalannya, dan membalasnya dengan kehadiran.

​Ren sontak membuka matanya. Ia menyentuh dinding batu yang dingin itu, dan merasakan denyutan yang samar. Denyutan yang terasa seperti jantung kedua, yang tiba-tiba berdetak seirama dengan kepedihan di dadanya.

​Ia tidak tahu siapa yang ada di sana, atau apakah itu hanya ilusi dari pikirannya yang lelah. Tapi ia tahu satu hal: ini adalah pertama kalinya ia tidak merasa sendirian di tengah kegelapan yang pekat.

​Ren memejamkan mata lagi, membiarkan kehangatan misterius itu meredakan luka emosionalnya, dan membiarkan satu pertanyaan muncul di benaknya, sebuah pertanyaan yang lebih bermakna daripada semua peraturan Akademi:

​"Siapa pun kau di balik kegelapan ini... mungkinkah kau juga merasakan kesendirian yang sama?"