Ardi menutup pintu kontrakan di Gang Sawo dengan pelan agar engsel berkarat itu tidak berderit terlalu keras. Bau got mampet dan asap sate kambing langsung menyengat. Hujan baru reda, genangan cokelat di depan pintu mencerminkan lampu neon 8 watt yang kedip-kedip seperti mata orang sekarat.
Di dalam kamar sempit, udara lembab, bau jamur menempel di dinding kapur yang mengelupas. Ponsel retak menyala: saldo Rp87.500. Notifikasi dari ibu:
"Nak, obat tinggal tiga butir…"
Malam itu jempolnya menggulir Instagram. Iklan M9WIN muncul merah menyala: Bonus New Member 50%, Deposit Harian 10%, Scatter Mahjong, Pragmatic Petir Pecah, Check In, VIP, Rebate Slot Harian. Ardi tertawa kecil, pahit. Tapi tetap menekan "Download".
Scan QRIS pertama, bip, Rp50.000 berpindah dalam detik. Putaran pertama kalah, putaran ketiga tiga ceri berbaris. Ding-ding-ding. Rp180.000. Ardi menutup mulut dengan tangan.
Sejak itu hidupnya terbelah tiga:
* ibunya di kampung yang tak tahu apa-apa,
* Lina yang mulai dekat lagi,
* dan slot yang menjadi rahasia paling gelapnya.
Konflik keluarga meledak lebih cepat daripada yang ia duga.
Dua minggu setelah kemenangan pertama Rp4,2 juta, Ardi pulang kampung mendadak. Ia naik bus malam, bau solar dan keringat penumpang menempel di baju. Pagi-pagi ia sudah berdiri di depan rumah bata sederhana ibunya di Bantul. Bau gudeg dan sambal bawang langsung menyambutnya.
Bu Siti, ibunya, menangis melihat anaknya datang membawa dua tas beras, obat insulin untuk tiga bulan, dan uang Rp5 juta di amplop cokelat.
"Nak, kamu dapat warisan dari siapa? Kok tiba-tiba bisa segini banyak?"
Ardi cuma tersenyum kaku. "Rezeki, Bu. Kerja lembur."
Tapi adiknya, Dika, 19 tahun, mahasiswa semester akhir yang pulang akhir pekan, mencium bau yang salah. Dika melihat notifikasi M9WIN yang muncul sebentar di layar ponsel Ardi saat mereka makan bersama.
Malam itu, setelah ibu tidur, Dika menarik Ardi ke teras belakang. Bau malam kampung, jangkrik, dan asap kayu bakar dari tungku tetangga.
"Mas, itu situs judi online kan? Jangan bilang uang ini dari situ."
Ardi diam. Angin malam terasa dingin menusuk tulang.
"Mas, Bapak mati gara-gara judi sabung ayam! Kamu lupa?
Aku masih ingat Ibu nangis di sudut dapur, ngitung receh buat beli beras! Kamu mau Ibu nangis lagi?
"Suara Dika pecah. Ardi menunduk, tangannya mengepal.
"Aku cuma mau Ibu sembuh, Dik."
"Kalau kamu hancur, Ibu sembuh buat apa, Mas?!"
Mereka bertengkar sampai subuh. Dika pergi ke Jogja dengan bus pagi, tak pamit.
Ibu terbangun karena suara mereka, tapi Ardi berbohong bilang cuma beda pendapat soal bisnis.
Sejak itu Dika memblokir nomor Ardi. Hanya sesekali mengirim pesan singkat ke ibu: "Tanya Mas Ardi uangnya dari mana."
Sementara itu, di Jakarta, Lina semakin dekat. Mereka sering makan malam di kosan Lina yang wangi lavender. Tapi setiap kali Lina bertanya "Kamu lagi susah ya akhir-akhir ini?", Ardi cuma mengalihkan pembicaraan.
Puncaknya terjadi bersamaan.
Ardi sedang di turnamen VIP terbesar, deposit Rp5 juta via QRIS. Lina mengajak nonton bioskop. Ardi menolak. Malam itu Zeus muncul berkali-kali, petir menyambar, jackpot Rp287 juta pecah. Ardi menjerit sendirian.
Dua jam kemudian, telepon dari ibunya. Suara lemah.
"Nak… Dika kecelakaan. Motornya nabrak truk. Dia di RS Sardjito. Katanya biaya operasi tulang kaki Rp45 juta…"
Ardi terduduk di lantai kos barunya. AC berdengung dingin. Bau kopi sachet tumpah di meja. Dunia seperti berhenti.
Ia langsung withdraw Rp250 juta. Bip. Masuk dalam 18 menit. Malam itu juga ia naik travel ke Jogja, tangan gemetar memegang tas berisi uang cash.
Di rumah sakit, bau antiseptik dan darah. Dika terbaring dengan kaki digips, wajah pucat. Ibu duduk di samping ranjang, mata sembab.
Ardi masuk, langsung bersujud di depan ranjang Dika."Dik… maafin Mas…"Dika menoleh. Matanya merah, tapi kali ini bukan marah, melainkan takut."Mas… uang operasi dari mana?
"Ardi tak bisa bohong lagi. Ia buka tas, tumpukan uang Rp50 ribuan masih terbungkus plastik bank."
Dari slot, Dik. Tapi ini yang terakhir. Mas janji.
"Bu Siti menangis. Tangan kurusnya memegang wajah Ardi."
Nak… Ibu lebih baik mati daripada lihat anak Ibu jadi penjudi."Kata-kata itu seperti petir yang menyambar langsung ke dada Ardi.Malam itu, di koridor rumah sakit yang dingin, bau kopi instan dari ruang perawat, Ardi bertemu Lina yang tiba-tiba datang, dikabari teman kuliah.
Lina memeluknya tanpa kata-kata. Bau kopi dan sampo strawberry menyelimuti Ardi yang sudah lemas."Dika bakal selamat," bisik Lina.
"Tapi kamu harus selamatin diri kamu sendiri sekarang."
Pagi harinya, setelah operasi Dika berhasil, Ardi mengumpulkan keluarga kecilnya di ruang tunggu rumah sakit. Ia membuka ponsel di depan ibu dan Dika, masih memakai infus.
Di hadapan mereka, dan di hadapan Lina yang memegang tangannya erat-erat, Ardi membuka aplikasi M9WIN untuk terakhir kali.Saldo tinggal Rp312 juta. Ia withdraw semua.
Tiga bulan kemudian.Dika sudah bisa berjalan dengan tongkat. Ibu tinggal di rumah bata baru dengan halaman kemangi dan kembang sepatu.
Ardi membuka usaha kontraktor kecil, kantor di ruko dua lantai, bau cat baru dan semen basah setiap pagi.
Setiap Jumat malam, Ardi, Lina, ibu, dan Dika makan bersama di rumah. Bau gudeg, sambal bawang, dan tawa mereka mengisi ruangan. Dika kini jadi partner Ardi di proyek, belajar menggambar RAB sambil bercanda, "Mas, dulu aku takut kamu jadi penjudi, sekarang takut kamu jadi bos pelit.
"Lina resmi jadi calon istri. Cincin kawin dibeli dari gaji pertama kontraktor, bukan dari jackpot.Satu malam, di teras rumah ibunya, angin kampung membawa aroma padi dan tanah basah. Ardi memegang tangan Lina, ibunya duduk di kursi goyang, Dika bermain gitar pelan.Ardi menatap langit Jogja yang penuh bintang."Dulu aku pikir petir itu cuma ada di layar ponsel," katanya pelan.
"Sekarang aku tahu petir yang paling keras adalah suara keluarga yang takut kehilangan kita."Ibu tersenyum, tangannya mengelus kepala Ardi seperti saat ia masih kecil."Nak, rezeki yang halal memang lambat, tapi tidak pernah membakar rumah."Di kejauhan, petir menyambar di langit musim hujan.
Tapi kali ini Ardi tak lagi menadah tangan.
Ia memeluk keluarganya erat-erat, merasakan hangat tubuh mereka, aroma masakan rumah, dan tahu bahwa petir terbesar dalam hidupnya sudah berlalu, diganti pelangi yang terbentang tenang setelah badai.
