Cherreads

Rumah di Ujung Kabut - By KODAL4D

Vina_ananda
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
91
Views
Synopsis
Ketika Raya kembali ke desa terpencil untuk mengambil dokumen dari rumah warisan bibinya, ia mengira hanya akan menginap satu malam. Namun, kabut tebal yang turun lebih cepat dari biasanya menuntunnya ke masa lalu yang tak pernah benar-benar mati. Di dalam rumah tua yang telah ditinggalkan selama dua puluh tahun, setiap bayangan menyimpan rahasia, setiap bisikan memanggil nama yang nyaris terlupakan. Dan di balik sebuah cermin besar yang tertutup kain putih, seseorang—atau sesuatu—menunggunya pulang.
VIEW MORE

Chapter 1 - Rumah di Ujung Kabut - By KODAL4D

Kabut turun lebih cepat malam itu. Jalan kecil menuju Desa Renggas seolah lenyap ditelan abu putih yang menggantung di udara. Angin membawa suara gemerisik daun, seperti bisikan yang mencoba menuntun langkah seseorang.

Raya menatap ke depan. Di kejauhan, samar-samar terlihat rumah besar tua, berdiri di tengah ladang kosong. Itulah rumah warisan bibinya—rumah yang sudah dua puluh tahun tak dihuni siapa pun.

"Cuma semalam," gumamnya. "Ambil dokumen, terus balik ke kota."

Namun, begitu ia membuka pintu depan, udara dingin seperti menghirup dirinya. Aroma lembap bercampur bau besi tua membuat dada terasa sesak.KODAL4DLampu gantung di ruang tamu bergoyang pelan tanpa angin.

Di tengah ruangan tergantung cermin besar yang nyaris tertutup kain putih. Raya menariknya perlahan. Permukaannya buram, tapi samar terlihat siluet seseorang berdiri di belakangnya.

Ia menoleh. Tak ada siapa pun.Namun bayangan di cermin masih tetap di sana—tersenyum.

"Selamat datang kembali…"

Suara itu tak terdengar keras, tapi cukup untuk membuat darahnya berhenti mengalir sejenak.Dan untuk pertama kalinya, Raya menyadari: rumah itu tak benar-benar kosong.KODAL4D

Raya mundur beberapa langkah. Nafasnya berat, dadanya naik-turun. Cermin itu kini terlihat jelas—permukaannya seperti air yang bergetar lembut, seolah hidup. Ia menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan diri.

"Mungkin cuma pantulan bayangan sendiri," bisiknya, berusaha meyakinkan diri. Tapi suara hatinya tidak percaya.

Ia menyalakan senter dari ponselnya. Cahaya putih menyorot ruangan penuh debu. Di sudut kanan, ada lemari tua, separuh pintunya terbuka. Di dalamnya tampak tumpukan kain dan beberapa bingkai foto yang pecah.

Satu foto menarik perhatiannya—foto seorang perempuan muda berdiri di depan rumah yang sama, memegang payung hitam. Di belakangnya, kabut.Tulisan di bawah foto itu samar: "Ratri – 1983."

Raya menelan ludah. Ia ingat nama itu. Bibinya. Perempuan yang mewariskan rumah ini padanya. Tapi bukankah… Ratri meninggal di rumah sakit?

Suara sesuatu jatuh dari lantai atas membuatnya terlonjak. Brak!Raya menyorotkan senter ke arah tangga.

"Siapa di sana?" serunya.

Hening.Hanya suara angin yang seperti tertahan di tenggorokan rumah itu.

Ia menaiki tangga perlahan, satu langkah demi satu. Setiap pijakan berderit panjang. Sampai di lantai dua, ia melihat pintu kamar di ujung lorong terbuka sedikit.

Pintu itu berayun pelan.Cahaya senter menembus celahnya.

Raya mendorong pintu itu—dan terpaku.

Di tengah kamar, cermin besar lain berdiri. Sama seperti di bawah, tapi permukaannya bersih, mengilap, dan memantulkan semuanya dengan sempurna—kecuali dirinya.

Raya tidak ada di dalam pantulan.Namun di sisi lain cermin, seseorang sedang berdiri—dan kali ini, bukan sekadar bayangan.

"Sudah lama sekali, Raya…"Suara perempuan itu lirih, familiar, dan datang dari dalam cermin.

Lampu gantung di langit-langit bergetar hebat. Udara menjadi dingin. Cermin itu mulai berembun dari dalam.Lalu, samar-samar, tangan pucat menyentuh permukaan kaca dari sisi seberang—mendorong keluar.