Setelah lulus SMP, Ikal dan Arai (yang merupakan yatim piatu dan saudara jauh Ikal) pindah ke kota kecamatan untuk melanjutkan sekolah di SMA. Di sana, mereka bertemu dengan Jimbron, seorang anak yatim piatu juga yang terobsesi dengan kuda.
Mereka bertiga tinggal di sebuah pondok kecil yang sangat sederhana, jauh dari keluarga. Untuk menyambung hidup dan membiayai sekolah, mereka bekerja serabutan, salah satunya menjadi kuli angkut ikan di pelabuhan. Meskipun hidup serba kekurangan, semangat mereka untuk meraih pendidikan tidak pernah padam.
Ikal dan Arai memiliki mimpi besar yang luar biasa: melanjutkan kuliah ke Sorbonne, Paris, di sebuah kampus ternama. Mimpi ini terasa mustahil bagi anak-anak miskin dari Belitong. Namun, keyakinan Arai yang teguh dan kegigihan mereka membuat mimpi itu terasa nyata.
Novel ini mengisahkan perjalanan mereka selama SMA, di mana mereka menghadapi berbagai rintangan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun cinta. Namun, persahabatan, keyakinan, dan semangat pantang menyerah adalah kekuatan utama yang membawa mereka melewati semua kesulitan.
Unsur-unsur Utama
Persahabatan: Kisah persahabatan antara Ikal, Arai, dan Jimbron adalah inti dari cerita ini. Mereka saling mendukung dan menguatkan satu sama lain dalam situasi terberat sekalipun.
Impian dan Harapan: Novel ini menekankan pentingnya memiliki impian, seberapa pun besarnya. Impian menjadi bahan bakar yang menggerakkan mereka untuk terus berjuang.
Pengorbanan: Sang Pemimpi juga menyoroti pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua, guru, dan para sahabat demi tercapainya cita-cita.
Pendidikan: Pendidikan ditampilkan sebagai satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan. Kisah ini menginspirasi banyak pembaca untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya.
Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh metafora, Andrea Hirata berhasil membawa pembaca merasakan perjuangan, haru, dan tawa dari tiga sahabat ini. Novel ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga membangkitkan semangat untuk tidak pernah menyerah pada mimpi.