Bab 7 – 100 Hari Lagi
Nayla pingsan saat sedang bermain biola di taman. Gio panik. Ia membawanya ke rumah sakit. Di sanalah ia mendengar semuanya dari perawat.
Nayla menderita kanker darah stadium akhir. Hari-harinya tinggal menghitung jari.
Bab 8 – Marah dan Memaafkan
Gio marah. Bukan karena Nayla sakit. Tapi karena ia tak diberi kesempatan mencintai Nayla dengan jujur.
Nayla berkata pelan, "Aku hanya ingin dikenang sebagai gadis yang hidup, bukan yang sekarat."
Gio menangis. "Kalau begitu... izinkan aku hidup bersamamu sampai akhir. Biar aku yang menulis kisah kita."
Bab 9 – Menikah Tanpa Janur
Hari ke-150. Mereka menikah secara simbolis. Di bawah pohon besar tempat pertama kali mereka bicara. Tak ada undangan, tak ada pesta.
Gio menyerahkan 182 surat cinta untuk Nayla. Satu surat untuk dibuka setiap hari.
"Jika kamu pergi lebih dulu, bacalah satu surat setiap pagi. Aku akan tetap bersamamu."
Bab 10 – Hari Ke-182
Pagi itu, Nayla membuka surat terakhir. Isinya hanya satu kalimat:
"Aku mencintaimu, bahkan setelah waktu tak lagi mencatat detik."
Ia tersenyum dan menutup mata untuk terakhir kalinya. Damai. Tanpa tangis. Dengan cinta.
EPILOG – Surat ke-183
Setahun berlalu. Gio menerbitkan buku berjudul "182 Hari Mencintaimu", berisi kisah mereka dan surat-surat cintanya.
Ia mendirikan yayasan pasien kanker atas nama Nayla. Setiap tahun, pada tanggal yang sama, ia mengirim surat ke alamat rumah lama Nayla — walau tak pernah dibalas.
Karena bagi Gio, cinta yang tulus tak pernah butuh akhir.