Putri Aina seolah terbang ke angkasa, duka lama setelah meninggal Ibu dan Bapak nya setahun yang lalu akibat tenggelam dilaut saat ingin menunaikan ibadah haji seakan sembuh seusai mendengar pujian dari Nadzir.
"Terimakasih Nadzir"ucap putri Aina sangat malu.
Lalu sultan Abdullatif dan Nadzir kembali berjalan melihat -lihat keadaan megah istana.
"Mutiara, percaya padaku, kini jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya"ucap putri Aina cengengesan.
"Itu namanya cinta putri, aduhai putriku, kini kau tlah melampauiku. Aku saja belum pernah merasakan cinta. Jangan biarkan dia lepas begitu saja putri, tangkap dia dalam cintamu "
"Betul Tiara, aku harus mendapatkannya "
Setiap hari Nadzir mendampingi sultan Abdullatif memerintah ,disisi lain. Putri Aina sangat mendambakan pengasehat baru Abangnya. Putri Aina biasanya akan curi-curi pandang saat Nadzir melewati kamarnya, atau saat ada pertemuan tamu istana dari kesultanan lain yang mengharuskan dirinya ikut serta dalam obrolan membosankan para tamu .
Suatu sore, saat Nadzir bersantai dengan sultan Abdullatif ditaman istana, putri Aina ditemani khadimahnya Mutiara mencoba melancarkan aksinya.
''Assamualaikum Abang"
"Wa'alaikumussalam "jawab sultan Abdullatif dan Nadzir bersamaan.
"Bolehkan saya ikut menikmati udara sore disisi kalian?"
"Mengapa tidak, tentu saja boleh adikku tersayang"
Putri Aina langsung duduk ditepian danau buatan, jarak antara nya dengan Nadzir sekitar 2 meter.
"Nadzir, menurut mu?apa hakikat cinta?"tanya sang sultan yang belum menikah. Mendengar pertanyaan dari Abangnya sendiri, telinga putri Aina seperti berdiri, dia harus mendengerkannya sampai tuntas, kalau bisa dia tulis, maka itu kan dia lakukan.
"Kalau hakikat cinta itu sangatlah luas sultan "
"Berikan aku salah satunya!"titah sultan Abdullatif.
"Hem, apa ya, bingung beta"
"Yang lain kau banyak tahu, masalah cinta masa tidak tahu"tanya sultan.
"Jika sultan bertanya dengan Ayah, beta yakin pasti sultan kan mendapatkan jawabannya "
Sultan Abdullatif sedikit kecewa, namun dia tahan
"Nah, Alhamdulilah baru ingat"
"Apa dia?"
"Ini dari Jalaluddin Rumi, sebetulnya beliau banyak mendefinisikan cinta, tapi yang Beta jawab dari soalan sultan ialah;Cinta adalah bahasa yang tidak memiliki kata-kata, hanya hati yang bisa merasakannya"
"Masya Allah"jawab sultan Abdullatif dan adiknya.
"Kalau menurut putri?"tanya Nadzir sembari menatap putri Aina, tak disangka oleh keduanya, mereka saling bertukar pandangan. Lalu dengan cepat Nadzir membuang pandangannya ketepian danau.
"Em, menurut saya,,apa ya?"putri Aina terkekeh
"Apa menurut Abang?"putri Aina malah melempar pernyataan kepada sang Abang.
"Eh,aku pula, kau belum tuntas menjawab, malah aku yang kau beri soalan"ucap sultan Abdullatif tak terima.
"Maaf Bang,, hahahaha "semua tertawa lepas.
Seketika perasaan aneh tak karuan menyelimuti suasana hati Nadzir kala melihat putri Aina tertawa.
"Sudah lama Abang tak tengok kau tertawa begini dik, semenjak Ibu dan Ayah meninggal, kau hanya berdiam dikamar"ucap sultan Abdullatif.
"Tentu saja sultan, kini hati Adiknya sultan slalu berbunga -bunga sejak kedatangan -"Mutiara melirik Nadzir, seketika putri Aina mendorong Mutiara sampai -sampai gadis itu terjungkal. Bukannya kesakitan, Mutiara malahan tertawa terpingkal -pingkal. Yang lain mentertawakan Mutiara sebab tingkahnya yang lucu.
"Percayalah semua, patah hati sebab cinta jauh lebih sakit dari ini"ucap Mutiara.
"Betul, aku setuju denganmu Mutiara"ujar Nadzir.
Setiap sore, jikalau ada waktu lenggang, sultan Abdullatif mengajak Nadzir duduk-duduk santai ditaman istana. Setiap kali ini berjalan, putri Aina pasti ikut serta.
Sore itu seperti biasa, mereka duduk-duduk santai ditaman istana, kali ini mereka ditemani buah mangga segar yang dipetik langsung diperkebunan istana.
"Ya Allah sakit"pekik putri Aina sambil mengepikkan tangannya.
"Kenapa Dik?"tanya sultan Abdullatif panik.
"Ini Bang, pisau jahat, dia melukai Adek mu, tolong bunuh dia Bang!"
Semua tertawa.
"Aku tak bergurau, siapapun tolong binasakan pisau didunia !sebab dia berani melukai putri dari kesultanan Fat'hul Anwar"ucap putri Aina ketika ujung jarinya di baluti kain putih oleh khadimah lain selain Mutiara, Mutiara hanya duduk manis disamping putri Aina.
"Cinta tak terbalas rasanya lebih sakit dari kena pisau, betul tidak Nadzir?eh maksud saya Datuk Nadzir "tanya Mutiara.
"Jangan kalian terlampau bertanya tentang cinta kepada saya, sungguh, saya bukan ahli cinta"
Suatu sore, Nadzir dan sultan Abdullatif berenang disungai kecil. Pemandangan yang bagi putri Aina itu adalah sebuah momet terindah rancangan Tuhan itu membuat putri Aina sangat birahi, dari atas jendela kamarnya putri Aina dan Mutiara melihat Nadzir mandi. Kamar putri Aina tertelak dilantai dua disekitaran bawahnya terdapat sungai kecil.
"Kau melihatnya Mutiara?"
"Iya, aku melihatnya"
"Sungguh ciptaan Tuhan yang paling indah"putri Aina meneguk air liurnya.
"Rugi jika aku tak bisa bercinta dengannya, bukan kah begitu sahabatku?" tanya putri Aina yang sangat tak tahan.
"Ya ,betul. Sangat rugi"
Keesokan harinya, dikala sore putri Aina dan Mutiara ikut bergabung obrolan ringan Nadzir dan sultan Abdullatif ditaman, semalam putri Aina memang senjaga pura-pura ingin pulang saat mendengar Nadzir ingin mandi disungai, padahal dia ingin melihat tubuh kekar Nadzir dari atas kamarnya.
Nadzir duduk sekitar 1 meter sebelum danau buatan, dibawah pohon rindang ada sultan Abdullatif yang duduk dibawah batu besar, 2 meter sebelah kanan mereka terdapat dua pasang sahabat; putri Aina dan Mutiara. Sultan Abdullatif dan Nadzir membahas masalah politik kesultanan yang stabil , Nadzir bilang sultan jangan terlalu santay, banyak yang harus dikembangkan dari berbagai bidang, perekonomian dan lain sebagainya. Putri Aina dan Mutiara dibuat bosan mendengarnya. Tiba-tiba datang seorang khadim(pelayan istana laki-laki)
"Assalamualaikum"ucap si khadim.
"Wa'alaikumussalam"jawab semuanya.
"Maaf jika beta mengganggu sultan, diluar ada tamu"
"Tamu?siapa dia?"
"Dia hanya rakyat biasa, tapi dia bilang ada sesuatu yang harus dibicarakan sama sultan "
Sultan Abdullatif menengok Nadzir, Nadzir mengangguk.
"Baiklah, aku kan kesana"
Si khadim perlahan pergi.
"Ayo Nadzir, ikut denganku!"sultan Abdullatif berjalan. Saat Nadzir hendak menyusul, putri Aina menarik tangan Nadzir.
"Nadzir"seru putri Aina.
"Ya, putri?"
"Bisakah kau temui aku malam ini disini?"
"Untuk apa?"
"Tolong lah, datang saja!"
"Insya Allah"jawabnya lalu langsung berjalan meninggalkan putri Aina dan Mutiara.
Diruang tengah istana, terdapat seorang pria tua berbaju kurung biru tua memakai songkok berwarna hitam.
"Ada apa Pakcik?"tanya sultan Abdullatif.
"Mohon ampun , mohon maaf beta telah mengganggu sultan, disini beta punya hajat yang bisa memenuhinya hanya sultan "
Sultan Abdullatif menengok Nadzir, seolah bertanya. Namun Nadzir tak tahu hajat apa itu?
"Apa itu Pakcik?"
"Beta punya hutang 100 Ringgit kepada seorang rentenir sekitar 6 bulan yang lalu , namun hutang itu berbunga, kini hutang saya tinggal 15 Ringgit saja, namun bunganya sebesar 5000 Ringgit"
"Astaghfirullah "ucap sultan Abdullatif dan Nadzir.
"Baiklah, aku kan lunasi semua hutangmu"
"Beritahu kami, dimana rentenir itu tinggal!"ucap Nadzir.
"Jangan Datuk, jangan apa-apakan dia!"
"Tidak bisa, riba dikerajaanku harus dimusnahkan"
Pakcik tua dengan sangat terpaksa memberitahukan alamat lengkap sang rentenir. Sultan Abdullatif mengancam si rentenir, jika dia masih melakukan dosa itu lagi, dia tak segan-segan mengusirnya dari kesultanan Fat'hul Anwar.
Tuk memenuhi permintaan putri Aina, setelah mendirikan sholat isa, Nadzir menemui putri Aina ditaman istana. Putri Aina dan Mutiara sedang duduk dibawah pohon rindang sambil menyantap sepi.
"Ada apa putri meminta beta kesini?"
"Ada yang mau aku bicarakan denganmu"
"Apa itu?"tanya Nadzir masih berdiri.
"Duduklah dulu!"titah putri Aina. Nadzir duduk disebelah putri Aina.
"Jujur saja, aku terpikat olehmu, kau sangat penting bagiku, sama halnya dengan tarikan nafas dan detak jantungku. Jika tanpa kedua tadi, maka aku tak bisa melanjutkan hidup, begitu pula dengan cintaku kepadamu, aku tak mungkin bisa melanjutkan hidup tanpa cintamu. Tolong dunia pemuda, nikahi aku"
Nadzir meneguk sedikit air liurnya, sambil menatap rerumputan dibawah terompahnya.
"Sepertinya tak bisa putri, beta rakyat jelata .Tak pantas menikahi seorang putri"
"Bilang saja kalau aku kurang cantik, maka akan ku terima itu dengan lapang dada"
"Tak putri, kau cantik bagiku. Namun, sepertinya memang kita tak bisa bersatu"
"Berikan satu lagi alasan mengapa kau menolak cinta sahabatku duhai pemuda!"ucap Mutiara sedikit kesal.
"Harus beta akui, beta tak ada rasa dengan mu putri, mohon maaf jika beta terlampau menyakiti putri. Ingat, cinta tak bisa dipaksa, walau yang memaksa adalah seorang putri sekalipun"Nadzir berdiri lalu dengan cepat melangkah meninggalkan putri Aina dan Mutiara.
****
Semakin hari cinta gila penuh birahi putri Aina kepada Nadzir menjadi -jadi, hingga akhirnya dia tak tahan lagi, tengah malam saat semua orang yang tinggal diistana tertidur lelap, diam-diam putri Aina menyamar menjadi seorang penjaga istana, ternyata keahlian menyamar tak hanya dimiliki oleh sang Abang, tapi sang Adek juga ahli dibidang itu, dia memakai baju kurung berwarna hitam, celana panjang yang diluarnya ada sarung berwana hitam pula. Mirip baju pengantin orang Malaysia, tapi beda nya para penjaga istana yang tugasnya menjaga para ahli keluarga istana dalam keselamatan tak memakai songkok, kepala mereka hanya diikat dengan kain berwarna hitam. Dengan samarannya menjadi penjaga istana, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk sahabat terbaiknya yang apapun yang terjadi dalam hidupnya kan dia ceritakan, tak tahu. Sungguh nekat sekali putri Aina kala itu. Mengendap-endap putri Aina berjalan, lalu dibukanya pelan pintu kamar Nadzir yang terbuat dari kayu jati itu.
Nadzir terlihat sangat tampan saat tidur, apalagi saat tidur dia jarang memakai baju, hanya memakai celana pendek. Berbinar mata putri Aina melihat dada bidang milik Nadzir. Aina mencium pipi mulus Nadzir, Nadzir tetap terlelap, lalu meremas-remas pentil payudara Nadzir yang besarnya sebesar buah apel dipotong dua. Putri Aina menciumi dari pusat, berjalan kedada sampai keleher, tak puas menciumi semua itu, putri Aina membelai-belai bulu dada Nadzir ,membelai rambutnya lalu mencium bibir tipis Nadzir, seketika Nadzir terbangun.
"Aaaa"Nadzir sedikit teriak namun putri Aina berhasil menyumpali mulutnya dengan buah apel yang ada disekitar tempat tidur Nadzir.
"Ini aku, Aina"putri Aina melepaskan atributnya, terbukalah buah dadanya yang cukup besar. Nadzir menutup matanya.
"Jangan munafik kau, ayo. Mumpung tiada yang melihat, kita habiskan malam indah ini" putri Aina mencoba mengangkat Nadzir, tapi Nadzir tetap menolaknya, Nadzir berdiri hendak berlari tapi tangannya ditarik oleh putri Aina yang sudah telanjang bulat.
"Ini atas permintaan seorang putri!"
"Bodoh, tidak takutkah engkau dengan Allah?"
"Aku lebih takut jika kau tolak cintaku lagi. Ayolah, puaskan aku!"rengeknya dengan nada menggoda.
"Bodoh"Nadzir melepaskan tangan putri Aina. Detakan jantungnya bergerak dengan sangat kencang. Pemuda berumur 21 tahun itu sedikit berlari, namun keduluan putri Aina sampai kedepan pintu. Sesampainya didepan pintu, tubuh kekar Nadzir dipeluk erat putri Aina. Jujur saja, jika tidak ingat dengan Tuhan maka Nadzir kan memperkosa putri Aina, gadis itu tidak terlalu cantik. Tapi lelaki mana yang sanggup menahan syahwatnya jika melihat seorang gadis yang bagus badannya telanjang bulat dihadapannya? apalagi kini benda tumpul yang ketika Nadizr berumur 6 tahun disunat oleh tabib berdiri dengan tegaknya, Nadzir sedikit menggigil. Dalam pelukan penuh syahwatnya, putri Aina berhasil mengecup brutal bibir Nadzir. 3 kali kecupan berhasil dia dapatkan, saat itu Nadzir terus memberontak, dia terus mencoba melepaskan dekapan gila putri Aina. Hingga akhirnya, Nadzir berhasil mengeluarkan satu tangannya, menampar keras pipi putri Aina. Putri Aina terjatuh, dengan segera Nadzir membuka pinta dan keluar kamar.
"Nadzir?"tanya sultan Abdullatif yang sedang berjalan ntah hendak kemana.
"Sultan?"
"Kenapa dengan kau?mimpi buruk?"
"Be'betul sultan" Nadzir terlihat sangat gugup, penuh keringat disekujur badannya.
"Mimpi apa?"
"Tak usah dibahas sultan, tidak penting"
"Baiklah, kau mau tidur lagi?"
"Em, tak tahu, mungkin tidak "
"Bersediakah kau menemaniku berjalan santai menghirup angin malam?"
Nadzir melihat sekelilingnya, nyanyian jangkrik ditengah malam menginterupsi pendengaran mereka berdua. Ntah apa yang difikirkannya saat itu, tapi yang jelas dia harus memakai pakaian. Nadzir membuka pintu kamar, berharap tak ada lagi setan betina yang birahi dikamarnya.
"Putri, dimana kau?"Nadzir clingak-clinguk, tak ada sosok gadis gila yang sedang birahi dikamarnya, Nadzir sudah melihat kolong ranjang juga tak ada. Nadzir kembali menemui sultan Abdullatif yang cukup lama menunggunya dibalik pintu kamar.
Mereka berdua berjalan santay menuju sungai kecil penuh bebatuan yang jaraknya tak jauh dari istana.
"Aku tadi bermimpi, mimpi menunaikan haji"
"Betul kah?Masya Allah "
"Teringin aku menunaikan rukun islam yang ke 5 itu"
"Mantab sultan"
"Kau ikut ya, kita kesana bersama"
"Kapan?"
"Kalau bisa secepatnya "
"Kalau itu permintaan sultan ,beta menurut saja "
Perjalanan haji dari daerah Nusantara keHaromain menaiki kapal uap memakan waktu sekitar 6 bulan, cukup lama. Rencananya sekitar 2 pekan lagi sultan Abdullatif dan Nadzir berangkat, hanya mereka berdua. Sultan Abdullatif sudah menganggap Nadzir seperti sahabatnya sendiri, kemana-mana harus ditemani pria berumur 21 tahun tersebut. Kalau tak bersama dengan Nadzir, rasa hampa perjalan, rasa ada yang kurang. Bak masakan yang tak dimasukkan garam saja.
Setelah sholat subuh, Nadzir membersihkan dirinya dengan cara mandi. Semua upaya putri Aina melecehkannya terputar jelas dikepala. Setan membisikkan banyak penyesalan mengapa dia melewatkan kesempatan itu. Dari kolong langit Nadzir menatap lukisan indah yang perlahan dilalui awan . Matahari sedikit demi sedikit menampakkan dirinya.
"Ampuni hamba ya Allah"ucapnya lalu berenang ditepian sungai kecil dekat istana. Kamarnya dilantai 3 istana yang menghadap pas ditepian sungai kecil bebatuan, Nadzir hanya keluar lewat jendela saja tuk mandi, sebetulnya diistana sudah ada kamar mandi khusus. Tapi Nadzir lebih suka mandi disini.
Nadzir menceburkan dirinya, sungainya cukup dangkal bagi tubuh Nadzir.Nadzir rebahkan tubuhnya, sialnya. Dia teringat lagi. Nadzir bangkit, menggosok bibirnya yang malam tadi dikecup oleh putri Aina dengan tangannya, tak disangka pria itu menangis . Ada rasa marah terpendam dihatinya.
Semalaman putri Aina tak bisa terlelap, selagi keinginannya tak terpenuhi, maka ia tak bisa tertidur dengan nyenyak.
"Assalamualaikum putriku yang cantik"ucap Mutiara sambil membuka pintu kamar.
"Wa'alaikumussalam"ucap putri Aina ketus.
"Duhai putriku?ada apa denganmu?"
"Tidak mengapa"
"Ayolah, ceritakan saja pada sahabatmu ini!'Mutiara duduk disebelah putri Aina yang mendekap lututnya. Putri Aina mendekap erat Mutiara
"Aku gagal Tiara "ucap putri Aina ditengah tangisnya yang meledak. Mutiara mengerti apa yang disampaikan sahabatnya.
"Tak mengapa, kita coba lagi. Kan ada aku"
"Tiara?"
"Apa duhai sahabatku?"
"Tolong ambilkan aku mentimun!"
"Untuk apa?"
"Aku sudah tak tahan"
"Baiklah, tunggu sebentar!"
Mutiara kedapur istana sebentar, mencari mentimun tuk memuaskan nafsu sahabat terbaiknya. Setelah sekitar 5 menit mencari kesana -kemari diarea dapur istana, Mutiara berhasil menemukan mentimun didalam lemari khusus sayuran.
"Wah, dapat" Mutiara meringis, entah apa yang difikirkannya.
"Pasti sakit"ucapnya sambil mencoba meredakan fikirannya yang berkecamuk; antara merasa ngeri mentimun akan menjadi pemuas nafsu sahabatnya dan antara merasa kasihan dengan sahabatnya. Bergegaslah Mutiara menghadap putri Aina .
"Ini, kuharap kau tak menyesal"ujarnya dengan wajah kengerian.
"Aku sudah tak tahan "
Putri Aina berdiri, melepaskan baju kurungnya, dan memasukkan perlahan mentimun kedalam lubang kemaluannya.
Tak ingin putri Aina melampaui batas ,Nadzir punya usul yang menurutnya cukup cemerlang kepada sultan Abdullatif. Dia pagi hari, Nadzir mengutarakan idenya kepada sang sultan.
"Sultan, beta ada usulan "
"Apa itu?cakaplah, jangan malu!"
"Beta punya usul, bagaimana kalau sultan dirikan sebuah tempat khusus tuk kaum perempuan anggota keluarga sultan dekat istana "
"Kenapa?"
"Bagaimanapun, kita semua manusia dhaif, beta takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan, seperti mohon maaf, zina. Sebab diistana ini, banyak ditinggali para pemuda-pemudi yang non mahrom "
Sultan Abdullatif mengangguk faham.
"Seperti dikesultanan Ottoman bukan, Harem kalau tidak salah, betul tidak?"
"Betul sultan "
"Tapi siapa yang akan mendiaminya?"
"Putri Aina sultan"
"Dia sendirian?"
"Tidak akan berselang lama, sebab pasti nanti sultan akan punya anakkan?beta juga akan menikah, jika anak diantara kita ada yang perempuan, maka bisa tinggal disana"
"Kita harus membuat tempat itu menjadi tempat yang sangat berguna tuk masyarakat "ucap sultan Abdullatif.
"Betul sultan, jadi tuk sementara, biarlah putri Aina tinggal disana. Kita kan cari para anak yatim yang hidupnya sengsara lalu kan kita asuh dengan baik, kita bekali ilmu agama, ilmu dunia dan lainnya dibawah asuhan putri Aina, Beta yakin dengan cara itulah itu putri Aina mengabdi kepada rakyatnya"
"Betul, dia harus mengabdi kepada rakyat, panggilkan aku Datuk Munawwir kesini!titah sultan Abdullatif kepada seorang khadim. Datuk Munawwir adalah salah satu arsitek terbaik kesultanan Fat'hul Anwar.
Sultan Abdullatif memerintahkan Datuk Munawwir tuk membina satu bangunan indah dengan pagar tinggi disekelilingnya . Suatu saat ketika bangunan indah itu selesai akan diberi nama Darunnisa.
Setiap hari Nadzir selalu menghindar jika bertemu dengan putri Aina, ia sangat berharap Darunnisa akan secepatnya selesai agar ia tak bisa lagi melihat batang hidup putri Aina. Jika setiap sore Nadzir dan sultan Abdullatif kan duduk-duduk santay ditaman istana, maka agenda itu ia ubah menjadi jalan-jalan berkunjung kerumah warga dengan penyamaran seperti biasa yang dilakukan sultan Abdullatif. Suatu pagi, Nadzir diterpa demam tinggi, agenda menyamar hari itu hanya dilakukan oleh sultan Abdullatif sendirian. Sedangkan Nadzir hanya rebahan dikamarnya, sesekali khadim menjenguknya sekedar memberi obat atau mencek informasi terkini perkembangan demam sang Datuk penasihat sultan.
Mendengar kabar dari salah satu khadim istana tentang keadaan Nadzir, putri Aina tak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Saat semua orang lengah, diam-diam ia masuk kekamar Nadzir dengan memakai pakaian khas khadim.
"Saatnya telah tiba, kau akan bercinta denganku sampai aku puas"ucapnya sambil tersenyum puas. Ia berjalan sambil membawa obat didalam nampan.
"Apa itu khadim?"tanya Nadzir. Namun putri Aina diam saja, dia menyodorkan satu sendok ramuan berwarna biru muda yang dengan cepat diminum oleh Nadzir. Seketika penglihatan Nadzir kabur, wajah sang khadim yang padahal adalah putri Aina menjadi dua, tiga dan empat, dunia seperti berputar .Lalu putri Aina melepaskan seluruh pakaiannya dan ia mulai beraksi; menciumi dada bidang Nadzir, menciumi leher dan bibir secara brutal, tak disangka mungkin sebab efek obat yang diberikan oleh putri Aina Nadzir malah menciumi balik putri Aina secara brutal pula. Hingga akhirnya sebelum air kelezatan keluar dari batang kemaluan panjang milik Nadzir, seorang khadim masuk kedalam kamar Nadzir secara mendadak tanpa mengucapkan salam ataupun mengetuk pintu.
"Astaghfirullah"ucap sang khadim lalu ia menumpahkan makanan yang ada dalam nampan. Crot, air kelezatan keluar dari kepala kemaluan Nadzir, ia langsung terbaring lemas dan putri Aina langsung meloncat, mengambil pedang yang ada dibelakang pinggul sang khadim yang masih tak percaya melihat kejadian menjijikkan tadi . Sreet ,satu tebasan berhasil memenggal kepala sang khadim.
"Dengan ini tak ada saksi mata yang melihat percintaanku "putri Aina puas lalu memandang Nadzir, Nadzir terbangun lalu terkejut sangat hebat. Ntah apa yang terjadi padanya, yang jelas ia tak sadar tadi telah bermain cinta brutal dengan putri Aina.
"Putri, apa yang kau lakukan?"Nadzir melihat kepala kemaluannya yang belepotan dengan sperma. Lalu dengan cepat memakai pakaiannya.
"Kau, kau jahat. Kau telah merenggut keperawananku"putri Aina masih telanjang, ia terduduk kemudian memeluk lututnya.
"Tidak mungkin, kau pasti telah berbuat sesuatu"
"Apapun yang telah ku lakukan, yang jelas kau telah merenggut keperawananku. Kau harus menikahi, atau tidak, kau akan menanggung malu sebab jika kau tidak menikahiku, akan ku bongkar aibmu"
"Silahkan, aku tak takut"
"Bagaimana jika setelah ini, aku hamil anakmu, dan Abangku tahu?"
Nadzir mulai panik, terkeluarlah peluh dari tubuhnya sebesar butiran kacang.
"Baiklah, aku berjanji akan menikahimu"
Putri Aina meloncat kegirangan, ia berlari kecil lalu memeluk Nadzir.
"Jangan bodoh putri!" Nadzir menepis pelukan putri Aina.
"Kapan kau akan menikahiku?"
"Sebentar lagi aku akan berangkat ketanah suci"
"Kapan?"
"Mungkin dua hari lagi "
"Bagaimana jika saat kau berangkat, aku hamil?"
Nadzir berfikir sejenak
"Em, kuharap kau tidak betul -betul hamil"
"Jika betul aku akan hamil, maka nyawa kau tak bisa diselamatkan. Aku jamin itu "
"Semoga saja tidak"
"Apa ini?kenapa dia mati disini?"
"Dia adalah saksi perbuatan kita, tadi aku sudah membunuhnya. Jangan khawatir, akan ku suruh Mutiara tuk mengurusnya. Setelah memakai pakaian ala khadim, putri Aina memanggil Mutiara, lali gadis itu memotong tubuh sang khadim kecil-kecil sebanyak 25 potong lalu membuang 15 darinya ke sungai Sutrasenja agar kepingan tubuhnya dimakan para buaya. Sisanya dibuang kehutan dan tebing jurang.
Segala persiapan keberangkatan perjalanan dari Pulau Borneo ketanah suci sudah sangat matang disiapkan sultan. Pagi ini sultan Abdullatif dan Nadzir akan berangkat menunaikan ibadah haji.
Didermaga tepian sungai Sutrasenja, para khadim -mah dan putri Aina melepas keberangkatan sultan Abdullatif dan Nadzir. Sebelum naik kapal, putri Aina sempat berbisik ditepian telingan Nadzir.
"Jangan lupa, habis balik dari tanah suci, nikahi aku!"
"Jangan panggil aku Nadzir jika itu tidak terjadi "
Kapal uap pribadi milik sultan Abdullatif mulai bergerak perlahan dari sungai Sutrasenja lalu keluar dari Pulau Borneo, melintasi Pulau Jawa, selat Melaka , melewati perairan Hindustan lalu melintasi selat Yaman. Kira -kira 6 bulan perjalanan yang akan sultan Abdullatif dan Nadzir tempuh tuk sampai ketanah suci.
Disepanjang perjalanan, Nadzir hanya diam, ia memikirkan bagaimana keadaannya nanti setelah pulang dari tanah suci.
"Ada apa kau Nadzir? akhir-akhir ini kau banyak melamunnya. Apa gerangan yang kau fikirkan?"
"Tak ada sultan, Beta hanya rindu dengan Fat'hul Anwar saja"
"Aku juga"