Cherreads

Chapter 2 - 100 Hari Bersamamu

Chapter 2: 100 Hari Dimulai

Kalya terbangun dengan perasaan campur aduk. Pagi itu, langit cerah di luar jendela, seolah menyambut hari baru yang penuh dengan kemungkinan. Namun di dalam dirinya, ada ketegangan yang belum juga mereda sejak malam sebelumnya.

Vino menginginkan 100 hari bersama. Sebuah waktu yang singkat, tetapi cukup lama untuk membawa kenangan—kenangan yang pernah mereka bagi, dan mungkin, kenangan yang akan tercipta lagi. Tapi, apakah Aria siap untuk itu? Apakah ia siap membuka hatinya, untuk cinta yang sudah lama ia kubur, untuk seseorang yang pernah ia tinggalkan, demi hidup yang lebih besar?

Ia melangkah ke meja makan, di mana secangkir kopi hangat sudah menunggunya. Vino duduk di seberang, dengan senyuman yang hampir tidak bisa ia sembunyikan. Sejak pagi tadi, ia sudah siap untuk menghadapi segala kemungkinan, dan sepertinya, hari itu akan menjadi awal dari sebuah perjalanan yang baru.

"Aku akan menganggap ini sebagai permulaan," kata Vino, sambil menuangkan lebih banyak kopi ke dalam cangkir Kalya. "Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak memaksamu. Aku hanya ingin memberikan kesempatan bagi kita berdua untuk melihat apa yang bisa terjadi dalam 100 hari ini."

Aria menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. "Dan apa yang kamu harapkan dari 100 hari itu?"

Vino tersenyum lembut, dan matanya berbicara lebih banyak dari kata-kata. "Aku berharap kita bisa saling memahami lebih baik, mengenal sisi-sisi yang belum pernah kita lihat dari satu sama lain. 100 hari itu, cukup untuk kita berdua membuka hati dan melihat apakah ada kemungkinan bagi kita untuk mulai lagi... atau mungkin, kita akan tahu bahwa kita memang harus berjalan di jalan yang berbeda. Tapi, setidaknya, kita akan mencoba."

Aria menunduk, merasa sebuah perasaan hangat merayap masuk ke dalam hatinya. Vino benar. 100 hari itu bukan tentang memulai hubungan kembali, atau tentang menunggu sesuatu yang sudah lama hilang. Ini adalah kesempatan untuk melihat satu sama lain dengan cara yang baru. Dan mungkin, hanya mungkin, ia bisa menemukan sesuatu yang lebih indah dari yang ia bayangkan.

Hari-hari pertama berlalu dengan cepat. Mereka mulai menjalani rutinitas bersama. Setiap pagi, mereka menikmati sarapan bersama. Di siang hari, Aria menghabiskan waktunya merawat ibunya, sementara Vino mengatur beberapa proyek fotografi yang ia kerjakan di luar kota. Mereka selalu bertemu malam hari, di mana mereka berbagi cerita tentang hari mereka—tentang pekerjaan, tentang kehidupan, dan tentang hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa.

Namun, meskipun segala sesuatunya berjalan lancar, Aria merasa ada sesuatu yang tak bisa ia hindari. Ada perasaan yang mulai tumbuh, perasaan yang mungkin sudah lama terkubur, tapi kini mulai muncul kembali. Perasaan yang membuatnya takut akan kekecewaan. Ia merasa ia harus berhati-hati, terutama karena waktu yang mereka miliki bersama sangat terbatas.

Suatu malam, setelah makan malam bersama, Vino duduk di depan Aria di teras rumah, dengan pemandangan malam yang tenang.

"Aria," katanya pelan, "aku tahu kamu ragu. Aku bisa melihatnya di matamu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa ini bukan tentang waktu yang terbatas. Ini tentang kita. Tentang kesempatan yang kita berikan pada diri kita sendiri untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang bisa tumbuh dari sini."

Aria terdiam, menatap bintang yang berkilauan di langit malam. Hatinya bergejolak, tetapi ia tahu satu hal: ia harus memberi dirinya kesempatan untuk merasakannya. 100 hari. Mungkin itu cukup untuk menemukan kembali apa yang telah hilang.

"Aku ingin mencoba, Vino," jawab Aria akhirnya. "Tapi hanya jika kita bisa berjalan pelan-pelan. Aku takut jika terlalu terburu-buru, kita akan terluka lagi. Aku tidak ingin itu."

Vino tersenyum, kali ini senyum yang penuh pengertian. "Tidak ada yang terburu-buru, Aria. Kita hanya berjalan bersama. Pelan-pelan, langkah demi langkah."

Dan dengan itu, 100 hari mereka dimulai.

Setiap hari berlalu, Aria mulai merasakan perubahan. Setiap momen kecil yang mereka bagi—tawa, percakapan ringan, bahkan diam yang nyaman—semuanya mulai memberi ruang bagi perasaan yang mulai tumbuh. Ia tidak tahu ke mana 100 hari ini akan membawa mereka, tetapi ia tahu bahwa, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa hidup kembali.

Dan mungkin, hanya mungkin, 100 hari itu akan memberi mereka jawaban yang mereka cari—apakah cinta yang hilang bisa kembali ditemukan, atau apakah mereka hanya akan menjadi dua orang yang mengenang masa lalu tanpa bisa melangkah maju.

More Chapters