Cherreads

Chapter 4 - Eilara- Planet yang Terkunci Waktu

Loncatan dimensi selesai.

Tubuh raksasa Terra keluar dari lorong cahaya, meninggalkan jejak biru yang menguap perlahan di ruang angkasa. Di hadapan mereka membentang planet yang aneh — tidak besar, tidak padat. Tapi penuh dengan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar bebatuan dan atmosfer.

> “Koordinat tercapai. Tujuan: Eilara.”

Lied menatap ke luar layar utama. Planet itu... berbeda dari yang ia bayangkan. Permukaannya terlihat seperti mosaik biru kehijauan, tertutup kabut kristal yang berkilauan dalam cahaya bintang terdekat. Tapi yang paling mencolok adalah — tidak ada rotasi.

> “Planet ini... tidak berputar?” gumamnya.

> “Eilara tidak hidup dalam waktu seperti yang kau kenal. Sisi timurnya beku dalam fajar abadi. Sisi baratnya terperangkap dalam senja yang tak pernah usai.” suara Terra menjelaskan.

Lied mengaktifkan pemindaian. Tak ada tanda aktivitas manusia. Tapi ada sesuatu… getaran aneh. Seolah planet ini menghela napas… dengan ritme yang nyaris tidak terdeteksi.

Ia menurunkan Terra secara perlahan, menuju permukaan sisi timur — tempat kabut tipis memantulkan cahaya fajar yang tak pernah hilang.

Begitu kaki Terra menapak tanah, sistem langsung bereaksi.

> “Sinyal resonansi ditemukan. Sumber berada 2.7 kilometer di bawah permukaan.”

> “Kita mendarat tepat di atasnya,” ujar Lied.

“Tentu saja. Itulah kenapa kau dipilih.”

Tanah di sekitar mereka perlahan retak, bukan karena tekanan berat Terra… melainkan karena planet itu merespons kehadiran mereka. Kabut mulai berputar seperti pusaran halus, dan sebuah struktur raksasa mulai terangkat dari bawah tanah.

Monolit setinggi 200 meter muncul — terbuat dari logam kristal biru tua, dengan simbol yang serupa dengan yang muncul di kokpit Terra: bintang bercabang tujuh.

Lied turun dari Terra menggunakan lift eksterior. Saat kakinya menyentuh tanah Eilara, ia langsung merasakan tekanan aneh — bukan gravitasi, melainkan rasa… diam. Seolah waktu enggan bergerak di tempat ini.

Ia mendekati monolit. Tangannya menyentuh permukaannya — dan dalam sekejap, monolit menyala. Simbol-simbol kuno melintas, lalu membuka diri... menjadi pintu.

Di dalamnya, sebuah ruangan raksasa terbuka, dan di tengahnya... satu unit mecha raksasa yang tak aktif, lebih tua, lebih usang, namun berdesain mirip dengan Terra.

> “Apa ini... saudaramu?”

> “Bukan.”

“Itu… adalah aku. Dalam bentukku sebelum kehancuran.”

Lied menatap Terra dari kejauhan, lalu kembali menatap mecha tua itu.

> “Kita datang ke masa lalu… bukan hanya dalam tempat, tapi dalam bentuk.”

“Planet ini bukan menyimpan rahasia. Planet ini adalah rahasianya.”

Sebuah suara asing menggema dari belakangnya. Bukan Terra. Bukan dari helm.

Melainkan suara yang berasal dari dalam ruang itu sendiri:

> “Kau datang terlalu cepat, Pilot Berdarah Cahaya. Kau belum siap... untuk membuka pintu menuju inti semesta.”

More Chapters