Sore ini Andre duduk santai, senyum puas terukir di wajahnya, menunggu kabar kematian Minami seolah sudah yakin hasil akhir. Namun, ia belum tahu bahwa di luar sana, suara perang telah berubah yang kembali bukan mayat Minami, melainkan desas-desus kemenangan menakjubkan Minami telah mengalahkan Roderick, membalik seluruh harapan dan rencana Andre.
Suasana di tenda Andre benar-benar tegang dan penuh antisipasi. Lampu minyak bergoyang pelan di sudut ruangan, menciptakan bayangan gelap di wajah Andre yang menanti kabar sambil menyesap kopi panas.
Para prajuritnya berbisik pelan, beberapa menahan tawa sinis membayangkan kejatuhan Minami, sementara yang lain celingukan, menantikan berita kemenangan Roderick yang mereka kira sudah pasti.
Tapi setiap detik berlalu, suara riuh di luar tenda justru membawa kecemasan. Sekali-kali, langkah-langkah terburu-buru terdengar mendekat dan di sanalah, atmosfir yang semula penuh keyakinan perlahan berubah menjadi kegelisahan yang sulit disembunyikan.
Berita kemenangan itu akhirnya datang, menghantam tenda Andre seperti badai di tengah malam. Seorang pengintai berlari masuk wajahnya pucat, napas memburu membisikkan kabar yang membuat ruangan langsung jadi hening; "Letnan Minami… dia menang. Roderick tewas di tangannya seluruh pasukan Apax mundur!"
Cangkir kopi di tangan Andre terjatuh, cairannya menyiram peta di meja. Para prajurit yang semula tersenyum puas kini terpaku penuh syok dan ngeri; beberapa langsung memandang Andre waspada, takut amarahnya meledak kapan saja. Di sudut tenda, suara riuh perkemahan merayakan kemenangan Minami namun di dalam tenda itu, suhu berubah dingin, atmosfer mencekam, dan semua rencana busuk tiba-tiba terasa sia-sia.
Andre melangkah keluar tenda dengan wajah tegang, matanya menyisir lapangan dengan gelisah. Di kejauhan, iring-iringan pasukan Bara melaju pelan membawa kemenangan, dan di antara mereka tampak Minami masih dengan cara berjalan mabuknya, baju berlumuran darah, botol anggur di tangan, namun kini berjalan paling depan, menggandeng kepala Roderick yang terpenggal.
Mata para prajurit tertuju penuh hormat dan ketakutan pada Minami, sementara Andre sendiri terhenti di ambang kerumunan, tak sanggup menampik pemandangan nyata di hadapannya.
Langkah Minami goyah menghantam kerikil, namun sikapnya teguh ia mengangkat kepala musuh legendaris ke udara, anggur diteguk dengan tawa dingin yang menggema hingga ke tenda Andre.
Suasana sekitar hening menekan hanya suara napas kepanikan dan decak kagum yang terdengar samar, menyatu dengan kegagalan telah menjadi nyata bagi Andre. Dalam benaknya, berkecamuk satu pertanyaan "Apa selama ini Minami hanya berpura-pura lemah? Kekuatannya sebesar ini kenapa ia sembunyikan?"
Sejak dulu, Andre memperhatikan Minami anak yang dikenal jenius sejak kecil di lingkungan bangsawan Bara. Dulu Minami selalu tampil cemerlang; tatapan matanya tajam, tutur katanya rapi, dan setiap langkahnya dipenuhi rasa percaya diri, seolah dunia memang dirancang untuk dirinya. Namun, setelah sang ibu pergi untuk selamanya, seluruh cahaya di mata Minami perlahan pupus, digantikan tatapan kosong dan berat di bawah kelopak matanya yang sembab.
Hari-hari berlalu, Minami tenggelam dalam jurang keterpurukan tak pernah lepas dari botol anggur, langkahnya selalu goyah seperti orang tanpa tujuan. Wajahnya kusam, pipi memerah karena mabuk, rambut awut-awutan, serta bau anggur pekat yang menjadi aroma khas tubuhnya.
Keluarga Minami pun perlahan menyerah sang ayah berhenti menegur apalagi menasihati, dan seluruh lingkungan bangsawan kini hanya mengenalnya sebagai pemabuk yang dicemooh, bukan lagi anak jenius penuh harapan.
Andre yang menyaksikan semua perubahan itu, menyimpan campur aduk rasa marah, kecewa, dan jijik, melihat bakat besar berubah menjadi sosok bajingan yang seolah rela membakar seluruh hidupnya hanya demi melupakan rasa sakit di masa lalu.
Sorakan para prajurit Bara bergema keras di udara petang gelombang suara itu bagaikan ombak yang memecah kesunyian di sekeliling Andre. Cahaya senja menari di sela barisan, wajah-wajah prajurit bersinar penuh kekaguman menatap Minami yang berlumur darah, masih menenggak anggur dan membawa kepala Roderick di tangannya.
Sorak kemenangan, tepuk tangan, hingga pekikan haru menghantam telinga Andre; atmosfer lapangan terasa membara, napas para pasukan terasa satu, semua bersatu dalam euforia yang sulit digambarkan.
Andre berdiri terpaku, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya, kerongkongan tercekat menelan kenyataan pahit di depannya. 'Tidak mungkin... Sungguhkah bajingan pemabuk itu pantas menyandang gelar Sword Master Royal?' pikirnya dalam hati, dadanya naik turun menahan amarah bercampur kagum. Namun, di tengah gegap gempita itu, Andre akhirnya harus mengakui Minami anak yang dulunya dicemooh, kini menjadi legenda hidup di hadapan seluruh kerajaan.
==
Setelah kembali ke barak, Minami berdiri terhuyung tepat di depan kudanya yang masih terengah, bulu hitamnya penuh noda lumpur dan darah bekas pertempuran. Kuda itu memalingkan kepala, ekor berkibas gelisah—seolah sadar telah menyeret Minami ke medan maut melawan Roderick. Dengan mata buram dan napas bau anggur, Minami menatap tajam si kuda, bibirnya bergetar menahan jengkel.
"Kamu... kamu sengaja ya, bajingan?" gumam Minami, suaranya berat dan serak, nada mengancam bercampur lelah. Dalam bayangannya, ia bahkan sempat membayangkan menyiapkan bara api untuk memanggang kuda sialan ini jika habis kesabaran namun dalam kenyataannya, tubuhnya tidak stabil dan hanya mampu mengacungkan jari dengan gerakan setengah mabuk, sementara si kuda melenguh, menatap Minami seolah ingin balas mengumpat.
Beberapa prajurit mendekati Minami dengan semangat di mata mereka, wajah penuh kagum dan tawa lebar. Salah satu dari mereka berseru, "Letnan Minami! Kami tidak menyangka kau bisa mengalahkan Roderick!" Yang lain menepuk pundaknya dengan antusias, "Kau benar-benar hebat, Tuan! Minum lagi saja, mungkin makin kuat!" Suasana langsung ramai oleh sorak-sorai dan pujian, membuat udara barak dipenuhi euforia kemenangan.
Minami berjalan terhuyung melewati keramaian barak, langkahnya berat dan tak seimbang, wajah setengah tertutup rambut acak-acakan. Tak ada sorakan meriah baginya hanya tatapan penasaran dan bisikan lirih dari beberapa prajurit yang memperhatikan langkahnya. Tanpa peduli, Minami menjatuhkan diri dengan malas ke kursi terdekat, duduk sembarangan dengan satu kaki terangkat, botol anggur menempel di jemari, pandangan kosong memandangi ujung tenda seolah dunia di sekitarnya tidak pernah benar-benar penting.
Di dalam tenda yang hangat dan sesak oleh aroma keringat serta asap pelita, Minami duduk dengan cuek, tubuhnya terpuruk di kursi dengan posisi setengah rebah. Ia bahkan tak menoleh sedikit pun pada kerumunan petinggi kerajaan yang sibuk berdiskusi, seolah kehadiran mereka tidak lebih dari latar kebisingan sunyi baginya. Udara terasa berat, percampuran suara dan hiruk-pikuk bercampur dengan lelah di matanya yang masih setengah sadar.
Tiba-tiba, langkah lembut mendekat. Seorang wanita berparas tajam menyeringai genit jari lentiknya merayap perlahan ke belakang leher Minami. Dengan suara serak menantang, ia membisik, "Aku punya sebotol anggur Chateau Lafite di sini… Kau ingin mencobanya, atau mungkin, ingin mencoba diriku?" Aromanya yang manis dan tatapan penuh goda seakan beradu langsung dengan rasa lelah dan acuh Minami, menciptakan kontras di tengah suasana tenda yang penuh intrik dan kemenangan samar.