Akademi Sihir Arvalen, tempat para bangsawan sihir berkumpul, berdiri megah di atas bukit berkabut. Di sanalah para pewaris kekuatan besar dididik—kecuali satu orang yang tidak pernah dianggap bagian dari mereka.
Kazuki Arata, seorang pemuda berambut hitam berantakan dan mata kelabu yang tampak kosong, menyapu lantai aula utama sambil menunduk. Jubah lusuhnya menandakan statusnya sebagai pelayan. Bagi para murid elit, Kazuki hanyalah bayangan tak penting yang lewat di lorong.
"Awas, pelayan," cibir seorang murid bangsawan saat berjalan melewatinya.
Kazuki tidak menanggapi. Sudah biasa. Ia memilih diam, meski di dalam dadanya selalu terasa ada sesuatu yang menolak untuk pasrah. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan—seperti bara kecil yang terus menyala di kegelapan.
Sore itu, langit berubah mendung. Petir bergemuruh, langka terjadi di atas Arvalen. Kazuki tengah membersihkan gudang lama dekat ruang artefak ketika langkah kakinya terhenti di depan pintu kayu yang sudah lama ditutup rapat. Entah kenapa, ia merasa terpanggil.
Dengan ragu, ia menyentuh gagangnya. Saat pintu terbuka, aroma debu dan energi sihir kuno langsung menyambutnya. Di dalam, berdiri sebuah altar kecil dengan lingkaran sihir retak di lantainya. Dan di tengah altar itu, ada sesuatu yang membuat detak jantungnya melambat.
Sebuah kristal hitam.
Kilatan cahaya ungu mengitari permukaannya saat ia mendekat. Jari-jarinya bergetar ketika menyentuhnya—dan saat itulah, dunia runtuh.
Cahaya menyilaukan meledak dari dalam kristal, menyelimuti ruangan. Suara bergema dalam kepalanya.
> "Pewaris Arcana yang terhapus… darahmu tak berbohong. Bangkitlah, sang Cahaya Terakhir."
Kazuki terjatuh, matanya membelalak. Tubuhnya memanas. Urat-uratnya seperti terbakar cahaya. Kilatan-kilatan memancar dari kulitnya. Bayangan masa kecilnya kembali—kitab terlarang, lambang misterius, suara-suara yang ia pikir hanya mimpi.
Lalu… semuanya gelap.
---
Kazuki terbangun di kamar kecil tempat para pelayan tinggal. Keringat membasahi tubuhnya. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Saat ia menatap cermin tua di sudut ruangan, simbol berbentuk bintang tujuh cabang bersinar samar di bawah kulit dadanya.
Dan di luar kamarnya, seseorang memperhatikannya dari bayang-bayang.
Ayame Kisaragi, murid peringkat atas, menatap ke jendela tempat Kazuki tinggal dengan alis mengernyit.
"Kilatan sihir itu… bukan sihir biasa," gumamnya.
Kazuki belum tahu. Tapi roda takdir telah mulai berputar.
Dan dunia sihir akan segera tahu siapa dirinya sebenarnya.