Cherreads

Romance Mafia

Kasiyah
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
324
Views
Synopsis
Di balik gemerlap dunia game dan teknologi Iconplay, seorang direktur yang dingin dan ambisius ternyata adalah kepala klan mafia yang kejam. Saat seorang desainer grafis muda tanpa sengaja mengungkap identitasnya, permainan berbahaya antara cinta, intrik, dan kesetiaan pun dimulai.
VIEW MORE

Chapter 1 - Romance Mafia

Piksel yang Berbisik

Desir pendingin ruangan adalah satu-satunya suara konstan di lantai 17 Iconplay. Alex Vancroft mengabaikannya, seperti juga ia mengabaikan celotehan timnya di bilik sebelah. Matanya terpaku pada layar ganda, dua dunia digital yang berbeda terbentang di hadapannya. Di satu sisi, prototipe "Valhalla Online" — MMORPG unggulan Iconplay berikutnya, sebuah dunia fantasi yang memukau dengan naga dan pahlawan. Di sisi lain, sebuah database terenkripsi yang seharusnya kosong.

Proyek "Keamanan Internal" ini anehnya sangat rahasia. Alex, seorang desainer grafis dengan keahlian khusus dalam forensik visual dan analisis data tersembunyi, ditugaskan untuk membersihkan jejak digital yang tidak terpakai dari sistem lama perusahaan. Pekerjaan yang membosankan, sampai ia menemukan "Folder 7B".

Folder itu seharusnya berisi aset grafis yang dibatalkan, namun yang Alex temukan adalah serangkaian dokumen teks kosong, semuanya dinamai dengan tanggal acak dan kode alfanumerik. Kosong, pikirnya awalnya. Tapi nalurinya berbisik lain. Alex memperbesar, lalu menggunakan tool analisis piksel yang ia kembangkan sendiri. Dan di sanalah ia melihatnya: garis-garis tipis, nyaris tak terlihat, membentuk pola aneh di sudut-sudut gambar. Bukan cacat kompresi, melainkan... steganografi.

Seseorang telah menyembunyikan data di dalam data yang lain.

Jantung Alex berdebar lebih cepat. Ia mulai mencocokkan tanggal-tanggal file dengan jadwal pertemuan dewan direksi Iconplay. Sebuah pola mulai terbentuk, samar namun cukup untuk memancing rasa penasarannya. Kode-kode alfanumerik itu... bukan hanya deretan angka dan huruf. Beberapa di antaranya, saat ia jalankan melalui algoritma pencocokan pola, menghasilkan koordinat GPS. Dan bukan sembarang koordinat. Titik-titik itu menunjuk ke gudang-gudang tua di pinggiran kota, area industri terbengkalai, dan bahkan sebuah dermaga pribadi yang jarang disentuh media.

Ini bukan aset grafis. Ini adalah peta. Atau lebih tepatnya, logistik.

Alex mengernyit. Mengapa sebuah perusahaan game membutuhkan logistik rahasia semacam ini? Dan mengapa disembunyikan begitu dalam? Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai berlari liar. Dia hanya seorang desainer, bukan detektif. Tugasnya adalah membersihkan. Tapi ia tidak bisa mengabaikan ini. Ada sesuatu yang sangat, sangat salah.

Ponselnya berdering pelan, sebuah notifikasi dari HR. "Rapat mendadak dengan Direktur Utama, ruang eksekutif 3, 10 menit lagi."

Dominic Rossi. Nama itu saja sudah cukup untuk membuat bulu kuduk Alex merinding, bukan karena takut, tapi karena sensasi aneh yang selalu menyertai pria itu. Aura kekuasaan yang begitu pekat, karisma yang nyaris berbahaya, dan tatapan mata tajam yang seolah menembus setiap lapisan pertahanan. Dia adalah pria yang mengendalikan segalanya di Iconplay.

Dan entah mengapa, Alex merasa, Dominic Rossi adalah kunci dari misteri Folder 7B. Apakah dia tahu tentang ini? Atau... apakah dia yang berada di baliknya?

Alex cepat-cepat menyimpan pekerjaannya, memastikan tidak ada jejak yang terlihat, lalu bangkit. Di balik pintu kaca buram ruang rapat eksekutif, siluet Dominic Rossi sudah terlihat, tegap dan berwibawa, berbicara dengan kepala departemen IT.

Sebuah permainan sedang dimulai. Dan Alex baru saja menerima undangannya.

Alex melangkah memasuki ruang rapat, aura dingin dari AC langsung menyergapnya. Beberapa kepala departemen sudah duduk, namun pandangan semua orang, termasuk Alex, langsung tertuju pada satu sosok: Dominic Rossi.

Ia duduk di ujung meja oval yang mengilap, siku bertumpu pada sandaran kursi, memegang tablet tipis. Kemeja putihnya yang rapi berpadu sempurna dengan jas gelap tanpa cela. Rahang kokohnya terlihat santai, namun matanya—mata sebiru lautan badai—menjelajahi ruangan, mencatat setiap detail, setiap ekspresi. Ketika pandangannya bertemu dengan Alex, sebuah percikan kecil terasa, seolah arus listrik tak kasat mata mengalir di antara mereka. Alex merasa seolah Dominic bisa membaca setiap pikiran yang bergolak di benaknya.

"Baiklah, terima kasih sudah berkumpul," suara Dominic dalam, berbobot, dan penuh otoritas. "Kita akan membahas prioritas untuk kuartal berikutnya. Alex, saya ingin Anda mempresentasikan kemajuan proyek Valhalla Online."

Jantung Alex berpacu. Ia tidak siap untuk presentasi mendadak. Fokusnya masih pada Folder 7B. Namun, profesionalismenya berbicara. Ia maju ke depan, menyambungkan laptopnya ke proyektor. Gambar-gambar menakjubkan dari dunia Valhalla memenuhi layar.

"Seperti yang Anda lihat," Alex memulai, suaranya berusaha terdengar tenang, "kami telah menyelesaikan desain lanskap untuk 'The Whispering Peaks' dan 'The Sunken City.' Tim juga sedang mengerjakan animasi untuk karakter-karakter utama, terutama naga legendaris, Yggdrasil." Ia menunjuk pada gambar naga raksasa yang tampak hidup, sisiknya berkilauan.

Selama presentasi, Alex bisa merasakan tatapan Dominic tidak pernah lepas darinya. Bukan tatapan seorang atasan yang mengevaluasi kinerja, melainkan tatapan yang lebih dalam, seolah mencoba menguraikan teka-teki. Setiap kali pandangan mereka bersirobok, Alex merasakan sensasi aneh di perutnya—campuran rasa takut, ketertarikan, dan sebuah kesadaran bahwa pria ini berbahaya.

"Gambar naga itu," kata Dominic tiba-tiba, setelah Alex selesai. Suaranya terdengar lembut, namun mengintimidasi. "Detailnya sangat bagus. Tapi saya perhatikan ada pola tertentu pada sisik di bagian leher. Apakah itu bagian dari desain?"

Alex terkesiap. Ia telah menyembunyikan tanda air digital kecil pada setiap aset yang ia kerjakan, sebuah kebiasaan lamanya untuk mengidentifikasi karyanya sendiri. Pola pada sisik naga itu memang salah satu tanda airnya, yang nyaris tidak terlihat oleh mata telanjang, bahkan pada resolusi tinggi. Hanya Alex, atau seseorang dengan tingkat observasi dan kecerdasan visual yang luar biasa, yang bisa mendeteksinya.

"Itu... sebuah detail kecil untuk memberikan tekstur lebih, Pak," Alex mencoba menjawab dengan tenang, meskipun jantungnya berdentum di dada. Apakah Dominic telah menguji dirinya? Ataukah ia benar-benar melihatnya?

Dominic hanya mengangguk pelan, senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum yang tidak mencapai matanya. "Menarik. Teruslah bekerja dengan baik, Alex."

Rapat berlanjut, membahas angka-angka dan proyek lain, namun pikiran Alex terus berputar pada interaksi itu. Apakah Dominic tahu tentang kemampuannya melihat hal-hal tersembunyi? Apakah itu sebabnya dia menugaskannya pada proyek "Keamanan Internal" yang aneh itu?

Setelah rapat bubar, Alex dengan cepat mengemasi barang-barangnya. Saat ia berjalan melewati koridor yang sepi, sebuah suara menghentikannya.

"Alex. Sebentar."

Itu suara Dominic. Alex berbalik. Dominic berdiri di ambang pintu kantornya, yang jauh lebih besar dan mewah daripada yang lain, kaca transparan menawarkan pemandangan kota yang membentang luas. Cahaya sore dari jendela menyoroti siluetnya, membuatnya tampak seperti sosok dari mimpi buruk sekaligus fantasi.

"Ada yang ingin saya diskusikan dengan Anda, secara pribadi," kata Dominic, tanpa ekspresi. "Terkait dengan proyek keamanan yang sedang Anda tangani."

Alex merasakan tenggorokannya tercekat. Ini dia. Permainan dimulai.

Ujian Mata Elang

Alex mengikuti Dominic ke dalam kantornya. Ruangan itu luas, minim perabot, namun setiap benda yang ada memancarkan aura kemewahan yang tenang dan kekuatan yang tak terucapkan. Meja kerja besar dari kayu gelap di tengah ruangan, menghadap jendela kaca penuh yang menampilkan lanskap kota. Di sudut, sebuah sofa kulit hitam dan meja kopi bundar. Tidak ada yang mencolok, namun semuanya terasa mahal dan berbobot.

Dominic tidak duduk di mejanya. Ia berjalan ke arah jendela, berdiri membelakangi pemandangan gedung-gedung tinggi, seolah kota itu adalah miliknya. "Silakan duduk, Alex."

Alex memilih salah satu kursi di depan meja kopi. Udara di dalam kantor ini terasa lebih dingin, lebih padat, seolah setiap partikelnya disaring oleh kekuasaan Dominic.

"Saya ingin membahas proyek 'Keamanan Internal' yang Anda tangani," Dominic memulai, suaranya tenang, tanpa emosi. "Spesifiknya, mengenai Folder 7B."

Jantung Alex mencelos. Dia sudah tahu ini akan terjadi, tapi mendengarnya langsung dari bibir Dominic tetap saja membuatnya terkejut. Pria ini tahu. Dia tahu Alex telah membuka kotak pandora itu.

"Bagaimana progres Anda?" Dominic melanjutkan, berbalik perlahan menghadap Alex. Matanya menatap tajam, menembus. "Apa yang sudah Anda temukan?"

Alex merasakan adrenalin memompa dalam dirinya. Dia punya dua pilihan: berbohong dan berpura-pura tidak menemukan apa-apa, atau mengatakan yang sebenarnya dan mempertaruhkan segalanya. Sesuatu dalam diri Alex, mungkin keberanian bodoh atau keyakinan pada kemampuannya sendiri, mendorongnya untuk memilih yang kedua.

"Saya... menemukan beberapa anomali, Pak," Alex memulai, suaranya sedikit bergetar, namun ia berusaha keras untuk mengontrolnya. "Metadata yang tidak konsisten. Penamaan file yang tidak standar. Dan... indikasi adanya steganografi."

Dominic tetap tanpa ekspresi. "Steganografi? Jelaskan."

"Seseorang telah menyembunyikan data di dalam file-file gambar yang seolah kosong," Alex menjelaskan, berusaha terdengar profesional dan lugas. "Pola-pola piksel yang nyaris tak terlihat, membentuk semacam log. Saya sedang dalam proses mencoba mendekripsi sepenuhnya, tapi beberapa pola sudah saya identifikasi sebagai koordinat GPS dan kode logistik."

Hening. Satu-satunya suara adalah detak jantung Alex yang menggila di telinganya. Dominic tidak bereaksi, hanya menatapnya. Tatapan yang mengintimidasi, menguji, dan seolah menilai setiap helaan napas Alex. Alex merasa seperti seekor tikus yang sedang diawasi oleh elang.

Akhirnya, Dominic melangkah mendekat, perlahan, hingga ia berdiri tepat di depan Alex, bayangannya menutupi dirinya. Alex mendongak, matanya bertemu dengan mata Dominic. Jarak yang sangat dekat itu memicu percikan aneh, campuran ketegangan dan sesuatu yang lain, yang Alex tidak berani namai.

"Anda tahu, Alex," suara Dominic lebih rendah dari sebelumnya, nyaris berbisik, namun terdengar lebih mengancam. "Informasi yang Anda temukan... sangat rahasia. Sangat sensitif."

Alex menelan ludah. "Saya mengerti, Pak. Saya tidak akan membicarakannya dengan siapa pun."

Dominic mengangkat sudut bibirnya sedikit, senyum tipis yang bukan untuk kesenangan. "Saya tahu Anda tidak akan. Karena jika Anda melakukannya," matanya menggelap, "akan ada konsekuensi yang sangat tidak menyenangkan. Bagi Anda, dan bagi siapa pun yang mungkin Anda libatkan."

Alex merasakan ancaman itu merasuk ke tulangnya, namun anehnya, ada juga rasa ingin tahu yang mengusik. Ini bukan hanya tentang perusahaan game. Ini jauh lebih besar.

"Mengapa Anda mempercayakan ini pada saya?" Alex memberanikan diri bertanya, suaranya lebih tegas dari yang ia kira. "Anda bisa saja menugaskan orang lain. Atau... menghilangkannya."

Dominic menyipitkan mata. "Anda cerdas, Alex. Dan Anda memiliki mata yang sangat tajam. Lebih tajam dari yang saya duga." Ia menjeda, lalu melanjutkan dengan nada yang nyaris terasa seperti pujian, namun tetap dingin. "Dan karena saya tahu Anda adalah satu-satunya yang bisa melihatnya."

"Melihat apa?"

"Melihat apa yang orang lain tidak bisa," jawab Dominic, pandangannya beralih ke jendela, ke kota yang terhampar di bawah. "Sekarang, saya tidak ingin Anda mendekripsi Folder 7B sepenuhnya. Saya ingin Anda terus melacak siapa yang mengaksesnya, siapa yang mencoba menghapusnya, dan alur pergerakan datanya. Buat laporan rinci untuk saya secara pribadi, setiap minggu. Dan jangan pernah menyentuh file asli. Paham?"

Itu bukan permintaan. Itu adalah perintah. Dan Alex menyadari, ia baru saja ditarik lebih dalam ke dalam jaring Dominic Rossi. Permainan ini baru saja menjadi jauh lebih pribadi.

Alex kembali ke biliknya, napasnya terasa lebih berat dari biasanya. Sensasi dingin di punggungnya bukan lagi karena pendingin ruangan Iconplay, melainkan karena ancaman tak langsung Dominic Rossi. Ancaman yang begitu nyata, begitu mendalam, seolah terukir di udara. Dia telah ditarik ke dalam dunia Dominic, sebuah dunia yang jauh lebih gelap dari piksel-piksel tersembunyi yang ia temukan.

Ia menyalakan kembali komputernya, jari-jarinya bergerak otomatis, tapi pikirannya kacau. "Jangan pernah menyentuh file asli." Perintah itu jelas. Dominic ingin dia memantau, bukan membongkar. Itu berarti ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar pencucian uang. Ada operasi yang sedang berjalan, dan Folder 7B adalah logistiknya.

Sepanjang sisa hari itu, Alex bekerja dalam mode otomatis. Ia membuat laporan Valhalla Online, merespons email, bahkan bergabung dalam diskusi tim yang riuh tentang desain item baru. Namun, di bawah permukaan, otaknya terus memproses. Ia harus menyusun strategi. Dominic telah memperingatkannya, tetapi Alex juga tahu ia tidak bisa hanya menjadi boneka. Ia harus menemukan kebenaran, setidaknya untuk dirinya sendiri.

Malam harinya, setelah jam kerja usai, Alex menjadi salah satu dari sedikit orang yang masih tersisa di lantai. Cahaya layar komputer menerangi wajahnya saat ia membuka kembali Folder 7B. Bukan untuk mendekripsi, sesuai perintah Dominic, tapi untuk menganalisis alur pergerakan data seperti yang diminta.

Dengan keahliannya, Alex mulai memetakan jejak digital. Ia menemukan bahwa data dari Folder 7B tidak hanya disimpan di server Iconplay, tetapi juga diunggah secara teratur ke beberapa server eksternal yang tersembunyi. Alamat-alamat IP itu mengarah ke berbagai negara, dari pusat data di Panama hingga server kecil di sebuah apartemen di Brooklyn. Sebuah jaringan global, rahasia, dan sangat terenkripsi.

Saat ia semakin tenggelam dalam pekerjaannya, sebuah bayangan melintas di belakang kaca buram biliknya. Alex membeku. Ia tahu ia sendirian di lantai itu. Ia menoleh perlahan, jantungnya berdegup kencang. Tidak ada siapa-siapa. Mungkin hanya pantulan cahaya, atau kelelahannya.

Ia kembali menatap layar, namun rasa tidak nyaman itu tetap ada. Sebuah insting, yang telah menyelamatkannya berkali-kali di masa lalu, berteriak bahwa ia sedang diawasi. Alex memicingkan mata pada pantulan samar di layar monitornya. Ia melihatnya. Sebuah siluet yang nyaris tak terlihat, berdiri di ambang pintu bilik, di balik bayangan lorong.

Bukan Dominic. Lebih tinggi, lebih kekar.

Seketika, Alex mematikan monitornya, membuat ruangan menjadi gelap kecuali lampu meja kecilnya. Bayangan itu langsung lenyap. Jantungnya berpacu, napasnya tertahan. Ia berpegangan erat pada sisi meja, mencoba menenangkan diri. Siapa itu? Dan mengapa mereka mengawasinya?

Ia menunggu. Detik-detik berlalu, terasa seperti keabadian. Hening mencekam. Alex tidak berani bergerak.

Setelah beberapa menit yang terasa tak berujung, Alex mendengar suara langkah kaki samar, menjauh. Perlahan, ia menarik napas. Dia tidak sendirian di sini. Dan sepertinya, bukan hanya Dominic yang tertarik pada apa yang dia temukan.

Esoknya, Alex datang lebih pagi. Ia menyalakan komputernya dan hal pertama yang ia lakukan adalah memasang program kecil untuk mendeteksi backdoor dan keylogger di sistemnya. Hanya butuh beberapa menit, dan hasilnya membuatnya merinding.

Ada spyware di komputernya. Tingkat tinggi. Ia tidak bisa melacaknya kembali, kode itu terlalu rumit. Tapi ia tahu satu hal: seseorang telah masuk ke komputernya. Seseorang ingin tahu apa yang ia lakukan. Dan dia punya firasat kuat siapa orang itu.

Dominic Rossi tidak hanya memerintahnya, ia juga mengawasinya setiap saat. Alex merasa seperti bidak catur yang baru saja dipindahkan ke papan permainan yang jauh lebih besar dan lebih mematikan.

Sentuhan Dingin di Pagi Hari

Keesokan paginya, Alex datang ke kantor dengan membawa lapisan kewaspadaan yang lebih tebal. Ia tahu ada spyware di komputernya, dan kemungkinan besar, Dominic adalah dalangnya. Rasanya seperti setiap gerakannya diawasi, setiap ketukan keyboard direkam.

Ia memutuskan untuk tidak langsung berhadapan dengan spyware itu. Membiarkannya tetap di sana bisa memberinya ilusi kendali—membuat Dominic berpikir ia tidak tahu. Sebaliknya, Alex akan bekerja dari perangkat lain, komputer lama miliknya yang ia bawa dari rumah, yang ia sambungkan ke jaringan Iconplay melalui virtual machine terenkripsi. Ini bukan solusi sempurna, tapi cukup untuk memberinya ruang gerak.

Saat ia sedang menyalin beberapa data proyek Valhalla ke drive eksternal—sebuah tindakan rutin yang bisa menjadi kedok sempurna—ia merasakan seseorang berdiri di belakangnya. Aroma maskulin yang lembut, perpaduan mint dan musk, memenuhi indranya.

"Pagi, Alex," suara bariton itu membuat Alex hampir melompat dari kursinya.

Ia berbalik, dan mendapati Dominic Rossi berdiri tepat di belakangnya, jarak mereka terlalu dekat untuk ukuran profesional. Dominic mengenakan kemeja biru tua yang membingkai bahunya yang lebar, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana bahan, ekspresinya tenang seperti biasa. Namun, ada kilatan di matanya yang membuat Alex merasa telanjang.

"Pagi, Pak," jawab Alex, berusaha menjaga suaranya tetap stabil. Ia cepat-cepat menarik drive eksternalnya, menyembunyikannya sebagian di balik telapak tangan.

Dominic menunduk sedikit, pandangannya tertuju pada tangannya. Alex merasakan panas menjalar di pipinya. Apakah dia melihat drive itu?

"Sibuk?" tanya Dominic, nada suaranya netral, namun Alex tahu itu lebih dari sekadar pertanyaan biasa.

"Hanya menyelesaikan beberapa backup proyek, Pak," Alex berbohong, lalu menambahkan dengan lebih jujur, "Untuk Valhalla."

Dominic mengangguk pelan. "Bagus. Saya ingin Anda fokus pada proyek keamanan itu hari ini. Ada beberapa hal yang perlu kita bahas lebih lanjut."

Lalu, hal yang tidak terduga terjadi. Tangan Dominic terulur. Alex menegang, mengira ia akan meraih drive di tangannya. Namun, Dominic hanya menyentuh lembut bahu Alex, ujung jarinya menyentuh kain blus Alex. Sentuhan itu ringan, singkat, namun mengirimkan gelombang kejutan listrik ke seluruh tubuh Alex. Itu adalah sentuhan yang sepenuhnya tidak pantas untuk hubungan atasan-bawahan, namun begitu disengaja.

"Tetap fokus," bisik Dominic, suaranya lebih rendah, hampir seperti dengungan. Tatapannya menembus Alex, seolah ingin melihat langsung ke dalam jiwanya. Ada sesuatu yang tak terucap dalam tatapan itu—sebuah peringatan, sebuah tantangan, dan sesuatu yang jauh lebih gelap yang membuat Alex merinding.

Dominic menarik tangannya, melangkah mundur, dan melanjutkan jalannya menuju kantornya tanpa menoleh lagi. Alex membeku di tempatnya, menatap ke arah punggung Dominic yang menjauh. Jantungnya berdebar kencang, dan sensasi sentuhan Dominic masih terasa hangat di bahunya, meskipun kemejanya tebal.

Ia baru saja merasakan kekuasaan Dominic, tidak hanya dari ancaman verbalnya, tetapi juga dari sentuhan fisiknya yang berani dan dominan. Pria itu tidak hanya mengawasinya, ia juga sedang menegaskan kendalinya.

Alex menatap drive eksternal di tangannya, tempat salinan data tersembunyi Folder 7B berada. Permainan ini telah beralih dari sekadar misteri menjadi perang psikologis. Dan entah mengapa, meskipun rasa takut menjalar di benaknya, ada bagian dari dirinya yang justru merasa tertantang.

Alex menghabiskan sisa pagi itu di bawah pengawasan ketat spyware di komputernya, seolah-olah ia melakukan pekerjaan rutin Iconplay. Namun, di bawah meja, laptop pribadinya yang tersembunyi dengan cermat terhubung melalui virtual machine, sibuk menyalin dan menganalisis data Folder 7B dari drive eksternal yang baru saja ia transfer. Ia tahu Dominic mengawasinya, jadi ia harus terlihat patuh.

Data yang disembunyikan itu adalah sebuah jaring laba-laba. Bukan sekadar daftar koordinat, tapi sebuah log pergerakan aset. Setiap koordinat GPS diikuti oleh kode-kode yang sepertinya menunjukkan jenis "barang" yang dipindahkan, jumlahnya, dan bahkan perkiraan nilai. Ada sandi-sandi untuk "Alpha-9" (kemungkinan senjata?), "Echo-3" (mungkin narkoba?), dan yang paling membuat Alex merinding, "Omega-1" (identifikasi yang tidak jelas, tetapi ukurannya besar dan sangat jarang ditransfer).

Yang lebih mengkhawatirkan adalah nama-nama yang muncul sebagai "penerima" atau "pengirim". Bukan nama orang, melainkan nama-nama perusahaan fiktif atau organisasi payung yang Alex duga adalah front untuk sindikat lain. Ini bukan hanya operasi Dominic. Ini adalah jaringan internasional yang luas.

Alex duduk tegak, tatapannya terpaku pada laptop. Sebuah ide gila muncul di benaknya. Jika Dominic ingin dia melacak pergerakan data, dia akan melakukannya. Tapi dia akan melacaknya dengan caranya sendiri. Dia akan menemukan celah, titik buta Dominic, dan menyusup lebih dalam.

Ia mengalihkan fokusnya pada spyware di komputernya sendiri. Dengan hati-hati, ia tidak menghapusnya, melainkan membuat program kecil yang akan memberi makan spyware itu dengan data palsu yang terlihat meyakinkan, sekaligus mengizinkannya untuk terus memantau pergerakan sebenarnya dari Folder 7B secara real-time dari laptop pribadinya. Sebuah umpan.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi pop-up muncul di layar utama komputernya. Sebuah pesan email internal dari Dominic.

Subjek: Perkembangan Proyek Keamanan Dari: Dominic Rossi Kepada: Alexandra Vancroft

Alex,

Saya ingin laporan progres Anda mengenai proyek keamanan itu di akhir jam kerja hari ini. Jangan ada pengecualian.

Temui saya di kantor saya, tepat pukul 18.00.

Dominic Rossi

Alex mengernyit. Sangat mendadak. Dan sangat pribadi. Apakah ini tentang laporannya, atau sesuatu yang lain? Sentuhan di bahunya pagi itu, tatapan tajam itu, seolah mengulang kembali di benaknya. Pria itu bermain dengannya.

Ia menghabiskan sisa jam kerja menyusun laporan progres yang akan ia tunjukkan pada Dominic—laporan yang berisi data "resmi" yang sudah dimanipulasi oleh program umpannya. Di sisi lain, ia juga mulai menyusun laporan "asli" di laptop pribadinya, menyimpan setiap detail yang sebenarnya ia temukan.

Pukul 17.55, jantung Alex mulai berdegup kencang. Ia mengunci laptop pribadinya di laci meja, menyembunyikannya di balik tumpukan sketsa desain. Kemudian, dengan langkah mantap, ia berjalan menuju kantor Dominic Rossi.

Lorong itu sepi. Lampu-lampu mulai meredup, menciptakan bayangan panjang di sepanjang dinding. Saat ia tiba di depan pintu kantor Dominic, pintu itu sudah sedikit terbuka. Alex mendorongnya perlahan dan melangkah masuk.

Dominic sudah menunggunya, berdiri di dekat jendela seperti biasa, memandangi kota yang kini diterangi oleh gemerlap lampu malam. Ruangan itu diselimuti suasana yang lebih intim, lebih gelap, dengan hanya beberapa lampu redup yang menyala.

"Masuk, Alex," suara Dominic, rendah dan membungkus. "Mari kita lihat apa yang sudah Anda temukan."

Alex memegang tabletnya, tempat laporannya tersimpan. Ia tahu, momen ini adalah ujian. Ujian akan kecerdasan, keberanian, dan kemampuannya untuk bertahan dalam permainan berbahaya Dominic Rossi.

Alex melangkah masuk ke kantor Dominic, aura kekuasaan dan ketenangan pria itu terasa begitu pekat. Lampu-lampu redup menciptakan suasana yang lebih intim, namun bagi Alex, itu terasa seperti panggung untuk interogasi.

"Duduklah," Dominic berucap, suaranya dalam, tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan kota di luar jendela. Gemerlap lampu-lampu di bawah seolah menjadi saksi bisu dari permainan yang akan mereka mainkan.

Alex duduk di kursi yang sama seperti sebelumnya, tablet di tangannya terasa berat. Ia membiarkan keheningan menyelimuti ruangan, menunggu Dominic yang memulai. Setiap detik terasa seperti menit, ketegangan merayapi kulitnya.

Akhirnya, Dominic berbalik. Matanya yang tajam menatap langsung ke mata Alex, seolah mencoba menembus setiap lapis pertahanannya. "Jadi, laporan Anda?"

Alex mengangguk. "Sudah siap, Pak." Ia menggeser tabletnya di atas meja kopi, mengarahkannya ke Dominic. "Saya telah memantau alur pergerakan data di Folder 7B, seperti yang Anda instruksikan. Ada beberapa pola pengaksesan yang tidak biasa, terutama dari IP eksternal yang terlacak di luar jaringan Iconplay."

Dominic mengambil tablet itu, jemarinya yang panjang dan kuat menyentuh layar. Alex menahan napas saat Dominic mulai menelusuri data yang ia sajikan—data yang telah ia saring dan manipulasi agar terlihat meyakinkan namun tidak mengungkapkan terlalu banyak.

"IP eksternal?" Dominic bergumam, nada suaranya datar. "Bisakah Anda mengidentifikasi sumbernya?"

"Beberapa di antaranya mengarah ke server proxy yang sangat canggih, Pak," Alex menjelaskan, suaranya terdengar meyakinkan. "Sangat sulit untuk dilacak langsung. Namun, ada indikasi aktivitas dari beberapa negara yang tidak biasa untuk operasi Iconplay." Ia menyebutkan beberapa negara acak yang tidak relevan dengan data asli.

Dominic mengangguk pelan, tanpa ekspresi. Ia terus menelusuri laporan, sesekali menggeser layar dengan ibu jarinya. Alex mencoba membaca ekspresinya, mencari celah, tanda bahwa ia tahu Alex tidak sepenuhnya jujur. Namun, wajah Dominic adalah topeng yang sempurna.

"Dan bagaimana dengan frekuensi akses?" tanya Dominic, matanya masih terpaku pada tablet. "Apakah ada lonjakan aktivitas yang mencurigakan?"

"Ada beberapa lonjakan di jam-jam tidak wajar, Pak," jawab Alex. "Terutama di tengah malam. Ini menunjukkan upaya untuk mengakses atau memindahkan data saat sistem Iconplay dalam kondisi paling tidak aktif."

Dominic akhirnya mengangkat pandangannya dari tablet, menatap Alex lagi. Ada kilatan di matanya yang membuat Alex merinding. Itu bukan kilatan marah, melainkan... evaluasi. Seolah ia sedang mengukur seberapa jauh Alex berani bermain.

"Laporan yang cukup rinci," kata Dominic, suaranya tenang. "Anda melakukan pekerjaan dengan baik, Alex. Lebih baik dari yang saya duga."

Pujian itu terasa seperti pisau bermata dua. Alex tahu Dominic tidak sepenuhnya percaya. Pria ini terlalu cerdas untuk itu.

"Namun," Dominic melanjutkan, meletakkan tablet di meja kopi dengan gerakan yang disengaja, "saya merasa ada sesuatu yang kurang. Atau mungkin... ada sesuatu yang Anda tidak katakan."

Jantung Alex berpacu. Ini dia.

"Saya telah memberikan semua yang saya temukan, Pak," Alex menegaskan, berusaha keras menjaga kontak mata.

Dominic tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Benarkah? Atau Anda hanya memberikan apa yang Anda ingin saya lihat?" Ia melangkah mendekat, perlahan, hingga ia berdiri di depan Alex, memaksanya mendongak. Bayangannya menutupi Alex sepenuhnya.

"Saya tahu Anda lebih cerdas dari itu, Alex," bisik Dominic, suaranya rendah, nyaris mengancam. "Mata Anda tidak bisa berbohong. Saya melihatnya saat Anda mempresentasikan naga itu. Anda melihat detail yang tidak seorang pun bisa melihatnya."

Alex menelan ludah. Ia merasa seperti terperangkap.

"Saya juga tahu tentang spyware di komputer Anda," Dominic melanjutkan, suaranya kini lebih dingin. "Dan saya tahu Anda mencoba mengumpani saya dengan data palsu. Sebuah langkah yang berani. Atau bodoh."

Alex membeku. Dia tahu. Dominic tahu segalanya.

"Sekarang, mari kita coba lagi," Dominic berkata, suaranya kini penuh otoritas mutlak. "Apa yang sebenarnya Anda temukan di Folder 7B, Alex? Dan jangan berani-beraninya berbohong kepada saya lagi. Saya tidak suka orang yang membuang waktu saya."

Udara di ruangan itu terasa menipis. Alex tahu ia telah kalah dalam putaran ini. Permainan kucing-dan-tikus ini telah berakhir, dan ia adalah tikusnya. Satu-satunya pertanyaan adalah, apa yang akan terjadi selanjutnya?

Kebenaran yang Terungkap

Udara di kantor Dominic Rossi terasa dingin, mencekik. Kata-katanya menggema di telinga Alex: "Saya tahu tentang spyware di komputer Anda... Anda mencoba mengumpani saya dengan data palsu." Permainan telah berakhir, dan Dominic adalah pemenangnya.

Alex merasakan denyut di pelipisnya. Ketakutan yang samar-samar tadi kini berubah menjadi kepanikan yang dingin. Ia bisa saja dipecat. Atau lebih buruk. Ia telah meremehkan pria di depannya. Dominic Rossi bukan hanya direktur biasa; dia adalah predator yang cerdas, yang selalu selangkah di depan.

"Baik," Alex berkata, suaranya pelan, mengakui kekalahan. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya yang tersisa. "Anda benar, Pak. Saya tidak jujur sepenuhnya."

Dominic tetap diam, menatapnya dengan tatapan tak terbaca, menunggu.

"File-file di Folder 7B itu bukan hanya logistik. Itu adalah log pergerakan aset ilegal," Alex melanjutkan, memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Koordinat GPS itu bukan hanya lokasi gudang, tapi juga titik-titik transfer. Dan kode-kode seperti 'Alpha-9', 'Echo-3', dan 'Omega-1'—itu adalah identifikasi untuk... kargo. Saya menduga, senjata, narkoba, dan entah apa lagi untuk 'Omega-1' yang ukurannya sangat besar."

Ia berhenti sejenak, mengamati Dominic. Pria itu tidak menunjukkan reaksi sama sekali. Tidak ada kejutan, tidak ada kemarahan. Seolah ia sudah tahu segalanya.

"Dan saya menemukan bahwa data ini tidak hanya beredar di internal Iconplay, Pak," Alex melanjutkan, berani menatap mata Dominic. "Ada jaringan eksternal yang sangat rumit, melibatkan banyak server proxy di luar negeri. Ini bukan hanya operasi lokal. Ini... jaringan internasional."

Dominic akhirnya bergerak. Ia berjalan ke meja kerjanya, mengambil sebotol scotch mahal dan dua gelas kristal. Ia menuang cairan amber ke dalam salah satu gelas, lalu berhenti, menatap Alex.

"Anda ingin minum, Alex?" tanyanya, suaranya tenang, seolah mereka sedang membahas proyek game biasa, bukan rahasia gelapnya.

Alex menggeleng. Tenggorokannya terlalu kering untuk menelan apa pun.

Dominic menyesap scotch-nya. Aroma tajam alkohol menyebar di udara. "Jadi, Anda sudah melihatnya," katanya, pandangannya kembali ke kota di luar jendela, seolah ia berbicara pada dirinya sendiri. "Kebenaran di balik fasad Iconplay."

"Fasad?" Alex mengulang, bingung.

Dominic berbalik, menyeringai tipis, senyum yang mengirimkan gelombang merinding di punggung Alex. "Iconplay, Alex, hanyalah lapisan pelindung. Sebuah mahakarya hukum untuk menutupi sesuatu yang jauh lebih besar, lebih tua, dan jauh lebih... menguntungkan."

Ia melangkah mendekat lagi, meletakkan gelas scotch di meja kopi di antara mereka. Matanya yang biru memancarkan intensitas yang nyaris tak tertahankan. "Saya adalah Dominic Rossi, direktur utama Iconplay yang terhormat. Tapi saya juga adalah kepala The Black Knights. Pemimpin sindikat yang mengendalikan sebagian besar pasar gelap di kota ini, dan sebagian besar dari apa yang Anda sebut 'jaringan internasional' itu."

Pengakuan itu menghantam Alex seperti ombak besar. Mafia. Ia tahu itu, ia menduganya, tapi mendengarnya langsung dari Dominic, dengan segala ketenangan dan kebanggaannya, itu adalah hal yang berbeda. Perut Alex terasa mual. Ia baru saja mengakui bahwa ia telah mengintip ke dalam lubang kelinci yang paling berbahaya.

"Kenapa Anda memberitahu saya ini?" Alex bertanya, suaranya nyaris berbisik. "Kenapa tidak... menyingkirkan saya?"

Dominic membungkuk sedikit, wajahnya mendekat ke wajah Alex. Aroma scotch dan maskulin Dominic menyeruak. "Karena Anda istimewa, Alex," bisiknya, suaranya magnetis. "Anda melihat apa yang orang lain tidak bisa. Anda punya keberanian untuk tidak hanya melihatnya, tapi juga melacaknya. Dan itu... adalah aset yang sangat berharga."

Ia menegakkan tubuh, kembali ke jarak yang lebih aman, namun intensitas tatapannya tidak berkurang. "Mulai sekarang, Anda akan bekerja untuk saya secara pribadi. Anda akan terus melacak setiap pergerakan yang ada di Folder 7B. Anda akan menjadi mata saya di dalam jaringan ini, Alex. Anda akan memberitahu saya siapa yang mencoba menipu saya, siapa yang mengkhianati saya."

"Dan jika saya menolak?" Alex menantang, meskipun ia tahu jawabannya.

Dominic mengangkat bahu, ekspresinya kembali dingin dan mematikan. "Maka Anda akan menjadi ancaman. Dan saya akan menghilangkan ancaman, Alex. Seperti yang saya lakukan pada setiap ancaman lainnya." Matanya berkilat, tanpa sedikitpun keraguan. "Dan saya tidak akan peduli seberapa 'istimewanya' Anda saat itu."

Alex tahu ia tidak punya pilihan. Ia terjebak. Dominic Rossi telah menariknya ke dalam dunianya, tidak hanya sebagai pegawai, tetapi sebagai bagian dari operasinya. Sebuah bidak catur yang kini tahu terlalu banyak.

Lingkaran Setan

Alex kembali ke biliknya, rasa mual di perutnya semakin menjadi. Otaknya berusaha memproses semua informasi yang baru saja ia terima. Iconplay hanyalah kedok. Dominic Rossi adalah kepala The Black Knights. Dia adalah mafia. Dan Alex, entah bagaimana, kini menjadi bagian dari itu.

Ia duduk di kursinya, menatap layar monitor yang mati. Selama bertahun-tahun, ia hanya hidup dalam dunia piksel dan kode, sebuah dunia yang terasa aman dan terkendali. Sekarang, ia telah melangkah ke dalam bayangan, ke dalam sebuah dunia di mana konsekuensi bisa berarti hilangnya nyawa. Ancaman Dominic masih menggema di telinganya, dingin dan mutlak.

Mata saya. Itu yang Dominic inginkan darinya. Ia harus melacak, mengidentifikasi pengkhianat, dan memberitahu pria itu segalanya. Lingkaran setan ini terasa begitu sempurna, begitu tanpa celah.

Alex menghela napas panjang. Ia meraih mouse dan menyalakan kembali komputernya. Ia tidak bisa lari. Pria seperti Dominic Rossi punya mata dan tangan di mana-mana. Melarikan diri hanya akan membuatnya menjadi target, dan Alex tahu ia tidak akan bisa bersembunyi. Satu-satunya jalan adalah bermain sesuai aturannya, setidaknya untuk saat ini. Tapi ia akan bermain dengan caranya sendiri.

Ia membuka program analisis data yang ia kembangkan. Kali ini, ia tidak akan lagi menyaring informasi. Ia akan mencerna setiap detail, mencari setiap anomali. Folder 7B kini menjadi jendela pribadinya ke dalam dunia Dominic.

Beberapa jam berlalu. Jari-jari Alex menari di atas keyboard, matanya menyapu baris-baris kode, grafik, dan log. Semakin dalam ia menyelam, semakin jelas gambaran jaring laba-laba itu. Transaksi-transaksi besar. Pertemuan-pertemuan rahasia. Pengiriman "kargo" yang tidak biasa.

Ia menemukan pola pergerakan "Omega-1". Item ini jarang muncul, tapi setiap kali muncul, ada lonjakan aktivitas komunikasi yang intensif dari Dominic sendiri. Kode "Omega-1" ini tampaknya sangat personal baginya, atau sangat krusial. Alex menduga itu adalah sesuatu yang sangat berharga atau sangat berbahaya.

Pukul sembilan malam, lantai kantor Iconplay sudah benar-benar sepi. Hanya Alex yang masih terjaga, ditemani cahaya monitor. Ia mulai merasa lelah, namun sebuah pikiran baru muncul di benaknya: jika Dominic mengawasinya, ia juga harus mengawasi Dominic.

Alex membuka browser dan mulai mencari informasi tentang The Black Knights. Sejarahnya, wilayah kekuasaannya, konflik-konfliknya. Tidak banyak informasi publik yang solid, hanya desas-desus, artikel koran lama tentang kejahatan terorganisir yang tidak terpecahkan, dan forum-forum gelap di internet. Dari sana, ia menemukan bahwa The Black Knights adalah sindikat yang sangat tertutup, yang dikenal karena kekejaman dan efisiensinya dalam menyingkirkan musuh. Mereka telah menguasai kota ini selama beberapa dekade, melewati generasi.

Lalu, ia mencari nama Dominic Rossi. Informasi yang tersedia sangat bersih: seorang pengusaha muda nan brilian, visioner teknologi, seorang filantropis yang sesekali muncul di majalah bisnis. Sebuah profil publik yang sangat rapi dan sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Itu adalah topeng yang hampir sempurna. Hampir.

Kesenjangan antara profil publik dan kenyataan yang baru ia ketahui itu membuat Alex merinding. Dominic Rossi adalah seorang maestro penyamaran. Bagaimana seseorang bisa memimpin perusahaan teknologi raksasa dan pada saat yang sama menjadi kepala organisasi kriminal yang kejam? Itu membutuhkan tingkat kendali dan kecerdasan yang hampir menakutkan.

Saat ia sedang membaca sebuah artikel lawas tentang kematian mendadak "Don" Rossi, ayah Dominic, yang digambarkan sebagai pengusaha sukses yang meninggal karena sakit, Alex merasakan sebuah tarikan aneh. Ada bagian dari dirinya yang takut, sangat takut. Tapi ada juga bagian lain, yang didorong oleh rasa ingin tahu yang tak tertahankan, yang ingin memahami. Memahami pria di balik topeng itu.

Ia menyadari, ini bukan hanya tentang bertahan hidup. Ini tentang unraveling. Dan ia baru saja mengambil langkah pertamanya lebih jauh ke dalam sarang singa.

Tentu, mari kita lanjutkan cerita "Kode Alpha: Sang Direktur Mafia" hingga lima bab lagi.

Undangan Tak Terduga

Beberapa hari berlalu sejak pengakuan mengejutkan Dominic. Alex kini bekerja di bawah tekanan yang konstan. Setiap ketukan keyboard, setiap panggilan telepon, setiap email terasa diawasi. Program umpan yang ia tanam di komputernya terus beroperasi, mengirimkan data "bersih" ke spyware Dominic, sementara Alex menggali lebih dalam dari laptop pribadinya.

Ia telah menemukan lebih banyak tentang modus operandi The Black Knights. Mereka menggunakan perusahaan-perusahaan teknologi kecil sebagai shell companies untuk menyalurkan dana. Mereka memanipulasi pasar saham dengan informasi orang dalam yang didapat dari intelijen mereka. Dan "Omega-1" yang misterius itu, berdasarkan pergerakannya yang sangat rahasia, Alex mulai menduga itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan teknologi militer atau bahkan biokimia, sebuah aset yang sangat sensitif dan berbahaya.

Alex merasa tegang, namun anehnya, juga tertantang. Rasanya seperti memecahkan teka-teki paling rumit dalam hidupnya.

Saat makan siang, ponselnya berdering. Nomor tidak dikenal. Alex ragu sesaat sebelum mengangkatnya.

"Alex Vancroft?" suara berat seorang pria terdengar. Bukan suara Dominic.

"Ya, ini saya," jawab Alex hati-hati.

"Saya Marco, kepala keamanan Tuan Rossi," kata suara itu. "Tuan Rossi meminta Anda untuk menemuinya di kediamannya malam ini, pukul delapan. Alamat akan dikirimkan ke ponsel Anda."

Alex merasakan perutnya melilit. Kediaman pribadi? Malam ini? Ini bukan lagi urusan kantor Iconplay. Ini adalah dunia Dominic yang lain. "Baik," jawab Alex, berusaha menjaga suaranya tetap netral. "Saya akan datang."

Ponselnya bergetar tak lama setelah itu, menampilkan alamat penthouses mewah di area elit kota. Alex melihat peta, lokasi itu berada di puncak salah satu gedung pencakar langit tertinggi. Tepat di jantung kekuasaan.

Sepanjang sore, pikiran Alex dipenuhi pertanyaan. Mengapa Dominic ingin bertemu di rumahnya? Apakah ini ujian lain? Atau ada alasan lain yang lebih gelap? Rasa takut dan ingin tahu bercampur aduk dalam dirinya. Ia menghabiskan waktu di kamar mandi kantor, menenangkan diri. Ia harus tampil seprofesional mungkin.

Pukul 19.30, Alex sudah berdiri di lobi gedung apartemen mewah itu. Aura kemewahan terpancar dari setiap sudut marmer dan pencahayaan kristal. Seorang pria berjas hitam, tinggi dan berotot, menghampirinya. "Nona Vancroft? Saya Marco. Ikut saya."

Marco membawa Alex ke lift pribadi yang hanya bisa diakses dengan kartu khusus. Mereka naik dengan cepat, lantai demi lantai, meninggalkan keramaian kota di bawah. Saat pintu lift terbuka, Alex melangkah ke sebuah penthouse yang luas dan modern. Dinding kaca menawarkan pemandangan kota malam yang spektakuler, bintang-bintang seolah terhampar di bawah kakinya.

Dominic berdiri di depan jendela besar, membelakangi mereka, gelas berisi cairan gelap di tangannya. Ia mengenakan kemeja gelap yang longgar dan celana chino, tampil lebih santai dari biasanya, namun auranya tetap mengintimidasi.

"Terima kasih sudah datang, Alex," suara Dominic memecah keheningan. Ia berbalik, dan untuk pertama kalinya, Alex melihat senyum santai di bibirnya, senyum yang mencapai matanya. Itu bukan senyum seorang bos di Iconplay, melainkan senyum seorang pria. Senyum yang membuat jantung Alex berdebar lebih cepat karena alasan yang berbeda.

"Silakan duduk," Dominic menunjuk sofa kulit hitam yang menghadap ke pemandangan kota. "Marco, kau boleh pergi."

Marco mengangguk hormat dan menghilang, meninggalkan Alex dan Dominic berdua di penthouse yang megah dan sepi itu. Udara terasa tipis, penuh ketegangan yang aneh.

Makan Malam yang Tak Biasa

Alex duduk di sofa, merasa sedikit canggung. Pemandangan kota yang memukau di luar jendela terasa ironis, mengingat siapa pria yang duduk di depannya. Dominic menuangkan segelas sparkling water untuk Alex, lalu duduk di sofa tunggal di seberangnya.

"Maaf mengganggu malam Anda," kata Dominic, nadanya lembut, sangat berbeda dari suara dominannya di kantor Iconplay. "Tapi ada beberapa hal yang lebih nyaman didiskusikan di luar lingkungan kantor."

Alex hanya mengangguk, menunggu.

"Laporan yang Anda berikan hari ini..." Dominic memulai, menatap Alex. "Saya tahu itu tidak sepenuhnya akurat. Tapi saya mengapresiasi upaya Anda untuk mengelabui spyware saya."

Alex merasakan pipinya menghangat. Jadi Dominic tahu tentang program umpannya. Tentu saja dia tahu.

"Apa yang sebenarnya Anda temukan tentang 'Omega-1'?" Dominic bertanya, nadanya berubah serius. "Saya tahu Anda sudah menggali lebih dalam dari yang saya minta."

Alex menelan ludah. Ini adalah ujian. "Omega-1... pergerakannya sangat rahasia, Pak. Hanya Anda sendiri yang tampaknya sangat terlibat dalam transfernya. Pola komunikasi yang menyertainya juga sangat terenkripsi dan sifatnya... sangat spesifik." Ia ragu sejenak. "Saya menduga itu bukan barang biasa. Mungkin teknologi tingkat tinggi. Atau... sesuatu yang berkaitan dengan bio-hazard."

Dominic menatapnya, matanya menyipit. Ada ekspresi yang tak terbaca di wajahnya, campuran terkejut dan penghargaan. "Sangat tepat," katanya pelan. "Omega-1 adalah... rahasia terbesar kami. Sebuah senjata biologis yang sedang dalam pengembangan. Sangat mematikan jika jatuh ke tangan yang salah. Dan hanya sedikit orang yang tahu keberadaannya."

Alex merasakan darahnya berdesir dingin. Senjata biologis? Ini jauh lebih buruk dari yang ia bayangkan. Ia berurusan dengan sesuatu yang bisa menghancurkan kota.

"Mengapa Anda memberitahu saya ini?" Alex bertanya, suaranya nyaris berbisik.

Dominic menyesap scotch-nya. "Karena saya membutuhkan mata yang benar-benar bisa melihatnya. Dan Anda, Alex, telah membuktikan diri Anda bukan hanya cerdas, tapi juga... berani." Ia menatap Alex dengan intens. "Dan saya tidak ingin Anda mengorek lebih jauh tanpa tahu risikonya."

Tiba-tiba, suara bel pintu terdengar. Seorang pelayan datang, mendorong troli makan malam yang tertutup.

"Saya sudah memesan makan malam," kata Dominic, ekspresinya melunak sedikit. "Saya pikir kita bisa makan sambil membahas detailnya. Saya punya pertanyaan khusus tentang bagaimana Anda mengidentifikasi pola pengkhianatan."

Alex terkejut. Makan malam? Dengan kepala mafia? Situasi ini semakin sureal. Namun, di antara rasa takut, ada juga rasa ingin tahu yang tak tertahankan. Ini adalah kesempatan untuk melihat lebih dalam, memahami lebih banyak.

Di Meja Makan Sang Don

Makan malam disajikan di meja makan panjang dengan pemandangan kota yang menakjubkan. Dominic dan Alex duduk berhadapan, dengan hidangan Italia yang tampak mewah di antara mereka. Aroma pasta truffle dan steak panggang mengisi ruangan.

Suasana makan malam terasa aneh. Dominic tidak lagi berbicara tentang Iconplay atau The Black Knights. Ia bertanya tentang latar belakang Alex, tentang bagaimana ia mengembangkan keahlian analisis datanya, tentang mimpinya. Alex mendapati dirinya menceritakan masa kecilnya yang sederhana, bagaimana ia selalu terobsesi dengan memecahkan kode dan menemukan pola tersembunyi.

"Ayah saya seorang montir, Bu," Alex tersenyum kecil. "Dia selalu bilang, 'Kalau ada masalah, Alex, itu berarti ada sesuatu yang tersembunyi. Tugasmu menemukannya.'"

Dominic mendengarkan dengan saksama, tatapannya tidak pernah lepas dari Alex. Ada ketertarikan nyata di matanya. "Anda memiliki bakat yang langka, Alex. Mata yang melihat, pikiran yang menganalisis. Tidak banyak orang yang memilikinya."

"Anda juga punya bakat yang langka, Pak," Alex memberanikan diri. "Membangun kerajaan seperti Iconplay dan... yang lain. Bagaimana Anda melakukannya?"

Senyum tipis terukir di bibir Dominic. "Keluarga adalah kuncinya, Alex. Loyalitas. Dan kemampuan untuk melihat kelemahan lawan. Tidak hanya di medan perang, tapi juga di ruang rapat." Ia menjeda, lalu pandangannya berubah lebih gelap. "Dan saya tidak mentolerir pengkhianatan. Itu adalah dosa terbesar."

Pergeseran nada itu membuat Alex teringat siapa Dominic sebenarnya. Pria di depannya ini, yang baru saja mendengarkan ceritanya dengan seksama, juga adalah pria yang kejam, yang akan menghilangkan ancaman tanpa ragu.

"Bagaimana Anda mendeteksi pengkhianatan?" tanya Alex, mencoba mengalihkan pembicaraan kembali ke ranah yang lebih aman.

Dominic mengambil sepotong daging. "Pergerakan yang tidak biasa. Komunikasi yang menyimpang. Dan kadang kala, hanya insting. Tetapi dengan kemampuan Anda untuk melacak data, kita bisa mengeliminasi keraguan." Ia menatap Alex dengan intens. "Saya akan memberi Anda akses ke jaringan komunikasi internal The Black Knights. Ini sangat rahasia. Anda akan memantau setiap pesan, setiap transaksi. Temukan siapa yang mencoba bermain dua kaki."

Alex terkesiap. Akses ke jaringan komunikasi mafia? Itu berarti ia akan melihat semua yang terjadi di balik tirai, setiap intrik, setiap kejahatan. Ia akan menjadi bagian yang lebih besar dari ini.

"Dan saya perlu tahu siapa orang-orang terdekat Anda," kata Dominic, suaranya tiba-tiba serius. "Keluarga. Teman. Siapa saja yang bisa menjadi target jika Anda... membuat kesalahan."

Ancaman itu jelas. Itu bukan hanya tentang dirinya lagi. Itu tentang orang-orang yang ia pedulikan. Alex merasakan dingin menjalar di punggungnya. Dominic telah memegang kendali penuh.

Kesepakatan Berdarah

Makan malam berlanjut dalam ketegangan yang aneh. Dominic terus berbicara tentang bisnisnya, tentang tantangan memimpin Iconplay dan The Black Knights secara bersamaan. Alex mendengarkan, mencerna setiap kata, mencari celah, petunjuk, apa pun yang bisa memberinya keuntungan.

"Bekerja untuk saya berarti loyalitas mutlak, Alex," Dominic berkata, meletakkan garpunya. "Tidak ada keraguan, tidak ada pertanyaan yang tidak perlu. Saya akan melindungi Anda, tapi imbalannya adalah ketaatan penuh."

"Apa yang akan terjadi jika saya menemukan pengkhianat?" tanya Alex, berusaha menguji batasan.

Senyum Dominic menghilang. Matanya menjadi sekeras baja. "Mereka akan diurus. Secara permanen." Nada suaranya dingin, tanpa emosi. "Saya tidak mentolerir kelemahan dalam barisan saya."

Alex merasakan bulu kuduknya berdiri. "Diurus bagaimana?"

Dominic menatapnya tajam. "Itu bukan urusan Anda. Urusan Anda adalah mencari tahu siapa. Sisanya, serahkan pada saya."

Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Alex menyadari bahwa ia baru saja menandatangani sebuah kontrak tak terlihat, sebuah kesepakatan berdarah. Ia akan menjadi mata bagi seorang pembunuh, seorang mafia yang kejam. Apakah ia bisa melakukannya? Bisakah ia hidup dengan konsekuensinya?

"Ada satu hal lagi," Dominic berkata, nadanya sedikit melunak. "Jika Anda benar-benar menjadi bagian dari ini, Anda harus memahami risiko yang melekat. Dunia ini penuh dengan bahaya. Dan Anda, sebagai orang luar yang kini tahu terlalu banyak, akan menjadi target."

"Saya mengerti," Alex mengangguk. Dia memang mengerti. Dia sudah merasa menjadi target sejak pertama kali membuka Folder 7B.

Dominic bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Alex. Ia berhenti di depannya, menunduk sedikit, tatapannya menembus Alex. "Saya membutuhkan Anda, Alex. Mata Anda akan menjadi aset paling berharga saya."

Tiba-tiba, Dominic mengulurkan tangannya. Bukan untuk bersalaman, melainkan untuk menyentuh pipi Alex. Sentuhan itu lembut, namun memegang otoritas. Jari-jarinya mengusap lembut tulang pipi Alex, sensasi dingin dan panas bercampur menjadi satu. Ada daya tarik yang tak terbantahkan, sebuah percikan yang melampaui rasa takut.

"Jangan pernah berpikir untuk mengkhianati saya, Alex," bisik Dominic, suaranya dalam, nyaris erotis, namun penuh dengan ancaman. "Karena jika Anda melakukannya, tidak ada tempat di dunia ini yang bisa menyembunyikan Anda dari saya."

Tangannya perlahan menjauh dari pipi Alex. "Sekarang, makan malam sudah selesai. Marco akan mengantar Anda pulang. Saya akan mengirimkan akses ke jaringan komunikasi besok pagi. Bersiaplah."

Alex hanya bisa mengangguk, terlalu terkejut dan terpengaruh oleh sentuhan Dominic. Ia terjebak dalam lingkaran setan ini. Dan entah mengapa, di antara rasa takut dan ancaman itu, ada sebersit perasaan aneh yang mulai tumbuh di hatinya, sebuah ketertarikan gelap pada pria yang begitu berbahaya ini.

Jaring Laba-laba Baru

Pagi harinya, Alex tiba di kantor Iconplay dengan perasaan aneh, campuran kelelahan dan gairah yang membara. Makan malam dengan Dominic, pengakuannya, sentuhannya, semuanya terasa seperti mimpi buruk yang indah. Ia kini tahu Dominic adalah kepala mafia, dan ia sendiri adalah bidak barunya.

Saat ia menyalakan komputer kerjanya—yang masih dipasangi spyware—sebuah email baru masuk. Dari Dominic. Sebuah lampiran terenkripsi yang dilindungi kata sandi. Alex membuka lampiran itu di laptop pribadinya, yang kini ia sambungkan ke jaringan Iconplay melalui VPN pribadi yang lebih aman.

Itu adalah program dashboard yang sangat canggih, jauh melampaui perangkat lunak biasa. Antarmukanya gelap, dengan grafik pergerakan data yang kompleks, log komunikasi yang terus diperbarui, dan daftar nama kode. Di sudut layar, ada feed berita internal yang tampaknya hanya beredar di kalangan The Black Knights, penuh dengan laporan transaksi gelap, informasi tentang rival, dan perintah-perintah yang terenkripsi.

Ini adalah jaring laba-laba Dominic. Dan Alex baru saja diberi kunci untuk mengawasinya.

Ia mulai menelusuri data. Ini adalah informasi mentah, tanpa sensor, tanpa filter. Ia melihat rincian pengiriman senjata ke Timur Tengah, transaksi narkoba di pelabuhan, pemerasan bisnis, dan bahkan perintah untuk "mengurus" beberapa individu. Perutnya bergejolak, namun ia memaksakan diri untuk terus melihat. Ini adalah realitas yang harus ia hadapi.

Alex mulai menyusun sistemnya sendiri untuk memproses informasi ini. Ia mengidentifikasi pola komunikasi yang tidak biasa, kata kunci tersembunyi dalam percakapan yang tampaknya polos, dan anomali dalam pergerakan dana. Ia mencari benang merah, mencari tanda-tanda pengkhianatan yang Dominic inginkan.

Namun, di tengah semua kegelapan itu, ada satu hal yang terus menarik perhatiannya: Dominic. Ia melihat Dominic muncul dalam banyak log komunikasi, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek besar atau penanganan masalah internal. Pesan-pesannya singkat, lugas, dan selalu memegang kendali penuh. Ia juga melihat laporan dari anak buah Dominic yang menyebutkan Dominic melakukan perjalanan ke luar negeri secara mendadak, atau pertemuan rahasia di lokasi yang tidak terdaftar.

Pria itu benar-benar mengendalikan dua dunia yang sangat berbeda dengan efisiensi yang menakutkan.

Saat Alex sedang menganalisis serangkaian pesan yang sangat terenkripsi antara Dominic dan seseorang yang disebut "The Architect"—seorang individu misterius yang tampaknya bertanggung jawab atas pengembangan Omega-1—sebuah notifikasi muncul di layar dashboard itu.

Incoming Call from: BOSS.

Alex menegang. Dominic? Mengapa dia menelepon melalui sistem internal The Black Knights? Ini bukan panggilan kerja biasa.

Ia mengklik tombol "Terima", jantungnya berdebar kencang.

"Alex," suara Dominic memenuhi headset-nya, lebih dalam dan berbobot dari sebelumnya, seolah ia berbicara dari kedalaman bayangan. "Apakah Anda sudah melihat dashboard-nya?"

"Sudah, Pak," Alex menjawab, suaranya nyaris berbisik.

"Bagus," kata Dominic. "Saya ingin Anda memantau Victor Mancini. Dia adalah salah satu letnan saya. Saya curiga dia mencoba bermain api. Temukan buktinya."

Victor Mancini. Alex ingat nama itu dari salah satu laporan lama The Black Knights yang ia temukan di forum gelap. Seorang veteran, orang kepercayaan lama Dominic. Jika Dominic mencurigai orang kepercayaannya sendiri, itu berarti bahaya nyata mengintai.

"Saya akan melakukannya, Pak," Alex menjawab, suaranya lebih yakin.

"Dan Alex," Dominic melanjutkan, nadanya berubah lebih lembut, namun masih penuh dominasi, "Saya suka bagaimana Anda bekerja. Teruslah seperti itu."

Panggilan terputus. Alex meletakkan headset-nya, merasakan tangannya sedikit gemetar. Ia baru saja diberi misi pertamanya sebagai mata Dominic. Dan itu melibatkan seorang letnan mafia yang berbahaya. Permainan ini baru saja menjadi sangat, sangat nyata.

Target Pertama: Mancini

Alex langsung memfokuskan seluruh perhatiannya pada Victor Mancini. Dashboard The Black Knights memberinya akses ke setiap jejak digital Mancini: log telepon, pesan terenkripsi, riwayat transaksi, bahkan laporan pengawasan dari mata-mata Dominic sendiri. Itu adalah kotak hitam kehidupan seorang letnan mafia.

Mancini, dari apa yang Alex lihat, adalah sosok yang sangat berhati-hati. Komunikasinya singkat, banyak menggunakan kode, dan ia sering berpindah jalur komunikasi. Namun, Alex adalah seorang ahli dalam menemukan anomali.

Ia mulai dengan menganalisis frekuensi komunikasi Mancini dengan pihak luar yang tidak dikenal. Ada pola yang muncul: Mancini sering menghubungi sebuah nomor satelit yang terlacak di luar negeri, pada jam-jam tidak wajar, dan setiap kali setelah itu, ada pergerakan "kargo" yang tidak terdaftar dalam log utama.

Yang paling mencurigakan adalah serangkaian transfer dana kecil yang dilakukan dari akun Mancini ke akun-akun anonim di luar negeri, tersembunyi di balik ratusan transaksi sah lainnya. Alex harus menggunakan algoritma rumit untuk menarik keluar benang merah itu. Jumlahnya tidak terlalu besar, tetapi konsisten, seperti biaya langganan untuk sebuah layanan.

"Layanan apa?" Alex bergumam pada dirinya sendiri.

Ia membandingkan waktu transfer ini dengan laporan pergerakan "kargo" yang dicurigai oleh Dominic. Ada korelasi. Setiap kali Mancini mengirim uang, beberapa hari kemudian, ada sebuah pengiriman kecil, biasanya berupa data atau paket fisik yang tidak teridentifikasi.

Lalu, Alex menemukan celah. Sebuah percakapan terenkripsi yang tampaknya merupakan instruksi pengiriman rutin. Di tengah kalimat-kalimat yang terenkripsi rapat, ada satu string karakter yang tidak sinkron, seolah sebuah typo. Alex memisahkan string itu, dan menggunakan program deenkripsi yang ia kembangkan sendiri, ia mencoba berbagai kunci enkripsi.

Butuh waktu berjam-jam, namun akhirnya, string itu terdekripsi. Itu adalah sebuah nama: "The Collector". Dan di bawahnya, sebuah alamat email rahasia.

Alex merasakan adrenalin memompa. "The Collector" bukan bagian dari The Black Knights. Itu adalah kontak eksternal. Dan Mancini sering berkomunikasi dengannya.

Ia segera menyusun laporan ringkas, namun padat, dengan semua bukti yang ia temukan: frekuensi komunikasi yang mencurigakan, transfer dana tersembunyi, dan yang paling penting, identitas kontak luar Mancini: "The Collector."

Alex mengirimkan laporan itu melalui dashboard Dominic, dengan subjek "Perkembangan Kasus Mancini." Lalu, ia menanti. Detak jantungnya berpacu, mengantisipasi reaksi Dominic. Ia tahu ini adalah momen krusial. Jika Dominic puas, Alex akan semakin terperosok. Jika tidak, konsekuensinya akan sangat mengerikan.

Ia tidak menunggu lama. Ponselnya berdering. Nama Dominic Rossi muncul di layar. Alex mengangkatnya, tangannya sedikit gemetar.

"Alex," suara Dominic berat, namun ada nada kepuasan di dalamnya. "Laporanmu. Itu... sangat akurat."

Alex merasa napas lega yang panjang. "Terima kasih, Pak."

"Saya akan mengurus Mancini," kata Dominic, nada suaranya berubah dingin, mematikan. "Dia akan belajar bahwa pengkhianatan punya harga."

Alex tidak bertanya lagi. Ia tahu apa artinya "mengurus." Dominic akan menghabisi Mancini. Dan Alex adalah penyebabnya. Sebuah gelombang mual kembali datang, namun kali ini bercampur dengan kesadaran akan kekuasaan yang ia pegang di tangannya. Kekuasaan untuk mengungkapkan, kekuasaan untuk menghancurkan.