Bab 41 – Badai Obsidian Melawan Benteng Kristal
Perjalanan Vorgash dan sisa-sisa pasukannya menuju wilayah yang digambarkan Tuannya sebagai "Hutan Cahaya Kuno" membawa mereka melewati Ngarai Kristal Gema, sebuah jalur sempit yang diapit oleh tebing-tebing kristal raksasa berwarna biru dan ungu yang menjulang tinggi. Legenda mengatakan, ngarai ini adalah sisa dari pertempuran dewa-dewa kuno, dan energinya masih begitu kuat hingga banyak makhluk biasa yang menghindarinya.
Saat mereka berada di tengah ngarai yang paling sempit, di mana cahaya matahari nyaris tak menembus dan hanya pendaran redup dari kristal-kristal di dinding yang menjadi penerangan, jalan mereka tiba-tiba terhalang. Dari dalam dinding-dinding kristal itu, perlahan namun pasti, muncul tiga sosok raksasa yang seluruh tubuhnya terbuat dari formasi kristal kuarsa berwarna putih susu yang berkilauan, dengan inti biru safir yang berdenyut di dada mereka. Ukuran mereka bahkan sedikit melampaui Vorgash, dan setiap gerakan mereka menimbulkan suara gemerincing kristal yang tajam namun berwibawa. Mereka adalah Garda Batu Kuarsa Raksasa, para penjaga abadi Ngarai Kristal Gema.
"Makhluk kegelapan… kau tidak akan lewat," salah satu Garda Kuarsa berbicara, suaranya berat dan beresonansi, seperti gesekan kristal raksasa. Tidak ada emosi dalam suara itu, hanya ketegasan mutlak.
Vorgash mendengus, matanya yang merah menyala menatap ketiga Garda itu dengan kebencian. "Minggir dari jalanku, Batu Berkilau, atau kuhancurkan kalian!" raung Vorgash, sama sekali tidak tertarik untuk bernegosiasi. Baginya, semua yang menghalangi perintah Tuannya adalah musuh yang harus dilenyapkan.
Tanpa menunggu jawaban, ia menerjang maju, kapak obsidian raksasanya terangkat tinggi, siap menghantam.
DENTUMMM!
Ayunan kapak Vorgash yang biasanya bisa meremukkan batu gunung bertemu dengan lengan kristal salah satu Garda Kuarsa. Percikan energi biru dan hitam meledak di titik pertemuan. Garda itu sedikit terdorong mundur, beberapa serpihan kristal kecil rontok dari lengannya, namun ia tetap berdiri kokoh. Vorgash sendiri merasakan getaran hebat menjalari tangannya; kekuatan fisik Garda ini sungguh di luar dugaan.
Pertarungan pun dimulai dengan brutal. Pasukan iblis rendahan dan makhluk bayangan Vorgash mencoba menyerang dari sisi, namun dua Garda Kuarsa lainnya dengan mudah menghalau mereka. Satu Garda memukulkan tinju kristalnya ke tanah, menciptakan gelombang kejut yang melontarkan beberapa iblis, sementara Garda lainnya menembakkan serpihan-serpihan kristal tajam dari tangannya, menembus tubuh-tubuh bayangan dengan mudah.
Fokus utama adalah pertarungan antara Vorgash dan Garda Kuarsa pemimpin. Setiap pukulan Vorgash yang dilandasi amarah dan kekuatan primordial bertemu dengan pertahanan kokoh atau serangan balasan yang tak kalah kuat. Kulit obsidian Vorgash memang sangat keras, tapi tinju-tinju kristal Garda itu, yang dialiri energi murni dari inti safir mereka, berhasil menimbulkan retakan-retakan kecil di permukaannya.
"GRRAAAHH!" Vorgash meraung lebih keras, frustrasi karena serangannya tidak langsung menghancurkan lawannya. Ia mulai bertarung membabi buta, mengandalkan kekuatan dan kecepatan iblisnya.
Namun, Garda Kuarsa itu bergerak dengan presisi yang dingin. Saat Vorgash lengah setelah melancarkan serangan beruntun, Garda itu tiba-tiba menembakkan seberkas cahaya biru pekat dari inti safir di dadanya. Berkas cahaya itu menghantam telak bahu Vorgash.
BLAAARRR!
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, Vorgash merasakan sakit yang luar biasa. Bukan hanya luka fisik, tapi energi murni dari serangan itu seolah membakar esensi iblisnya dari dalam. Sebagian kulit obsidian di bahunya hancur, memperlihatkan daging gelap di bawahnya yang berasap. Ia terhuyung mundur, darah hitam kental mulai menetes.
"Luka… KAU BERANI MELUKAIKU?!" teriak Vorgash, matanya semakin merah menyala karena amarah dan rasa terhina.
Para Garda Kuarsa tidak menjawab, mereka hanya bersiap untuk serangan berikutnya.
Inilah momen yang jarang terjadi. Seorang Primordial Iblis seperti Vorgash terluka cukup parah. Namun, ini jugalah yang memicu sisi paling mengerikan dari dirinya. Rasa sakit itu seolah menjadi bahan bakar. Dengan raungan yang lebih dahsyat dari sebelumnya, aura kegelapan di sekitar Vorgash semakin pekat. Luka di bahunya mulai menutup dengan kecepatan yang mengerikan, kepulan asap hitam tebal keluar dari proses regenerasi itu, meski tidak secepat biasanya karena energi murni dari serangan Garda tadi sedikit menghambatnya.
"AKAN KUHANCURKAN KALIAN SEMUA!"
Vorgash tidak lagi peduli pada teknik atau strategi. Ia hanya fokus pada satu hal: kehancuran total. Ia menerjang maju seperti badai obsidian, kapaknya berputar liar, menghantam tanpa henti. Garda Kuarsa pemimpin itu mencoba menahan, namun kekuatan fisik Vorgash yang kini diliputi amarah buta menjadi berkali-kali lipat.
KRAAK! RETAK!
Lengan kristal Garda itu mulai menunjukkan retakan yang lebih besar. Serangan balasan mereka masih merepotkan Vorgash, meninggalkan beberapa goresan dan luka baru di tubuhnya, namun regenerasi iblisnya terus bekerja, membuatnya seolah tak bisa dihentikan.
Pertarungan berlangsung sengit dan merusak. Suara hantaman, ledakan energi, dan raungan memenuhi ngarai. Dua Garda Kuarsa lainnya berhasil ia lumpuhkan dengan serangan brutal setelah ia berhasil merusak inti safir mereka, membuat tubuh kristal mereka meredup dan ambruk menjadi tumpukan batu tak bernyawa.
Kini tinggal ia dan Garda Kuarsa pemimpin. Meskipun sudah terluka parah, dengan beberapa bagian tubuh kristalnya hancur, Garda itu tetap berdiri tegak, menghalangi jalan.
Dengan satu teriakan terakhir yang memekakkan telinga, Vorgash melompat tinggi, memutar kapaknya dengan seluruh kekuatan primordialnya, dan menghantamkannya tepat ke inti safir di dada Garda Kuarsa terakhir itu.
TRANKKK!!! HANCURRR!!!
Inti safir itu pecah berkeping-keping. Cahaya biru terakhir dari Garda Kuarsa itu meredup, dan tubuh kristal raksasanya perlahan runtuh, menjadi bongkahan-bongkahan kuarsa yang tak lagi bernyawa.
Ngarai itu kembali sunyi, hanya menyisakan napas berat Vorgash yang terengah-engah. Tubuhnya penuh dengan luka gores, beberapa bahkan cukup dalam dan masih mengeluarkan asap hitam dari proses penyembuhan. Pertarungan ini jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Ia merasakan kelelahan yang jarang ia alami.
"Batu… sialan…" desis Vorgash, menatap sisa-sisa Garda Kuarsa itu. Meskipun menang, ia tahu ia telah kehilangan banyak waktu dan energi.
Namun, perintah Tuannya harus tetap dijalankan. Dengan sisa-sisa pasukannya yang ketakutan, Vorgash melangkah melewati reruntuhan para penjaga kristal, melanjutkan perjalanannya menuju Hutan Cahaya Kuno. Luka-lukanya akan pulih, tapi pertempuran ini menjadi pengingat bahwa Alkein masih menyimpan kekuatan-kekuatan yang mampu memberinya perlawanan serius. Dan itu hanya membuat amarah dan tekadnya untuk menghancurkan semakin membara.