Cherreads

Chapter 5 - 5. pergi 2

Keres atau Kersen. Sejenis buah ceri-cerian berwarna merah atau Oren bila matang dengan bentuk bulat kecil.

Arvani mengambil sebanyak yang ia bisa mengingat buah ini kurang cocok sebagai pengganjal rasa lapar. Terima kasih pada Kensei yang bisa membuat perempuan berambut hitam ini memakan 3 ekor ikan sebagai makan siang tadi.

Malam hari terasa dingin, gelap, dan menakutkan.

Kensei tidak berniat melakukan percakapan apapun untuk mencairkan suasana. Mengingat dia tidak punya kewajiban untuk menghibur Arvani.

Arvani berjalan mengikuti jalan beraspal yang sebagian dipenuhi tanaman merambat dan tanah. Perempuan itu bisa merasakan beberapa tatapan mata yang tertuju pada dirinya. Kemungkinan besar itu dari monster.

Beruntungnya malam ini bulan purnama bersinar terang. Berdoa saja tidak ada manusia serigala yang berubah di sekitar sini.

"Kensei, bisa ceritakan padaku tentang keluarga Igarashi?"

'Bukannya kau tidak tertarik.'

"Memang, tapi sekarang aku bosan."

Kensei termenung sejenak memikirkan jawaban yang tepat.

'Yah, keluarga Igarashi itu memang bukan termasuk keluarga pendiri bangsawan agung. Dulu, hanya terdapat 7 kursi Viarki. 12 bangsawan agung itu hanyalah keluarga berpengaruh yang salah satu anggotanya sudah menduduki kursi Viarki minimal 3 kali.

Keluarga Igarashi sendiri adalah keluarga yang terkenal akan seni berpedangnya. Semakin hebat teknik berpedangmu maka semakin besar pula pengaruhmu di dalam keluarga.'

"Bagaimana dengan posisi kepala keluarga? Kau tidak dipaksa menduduki posisi itu?"

'Tidak. Masih ada banyak bibit hebat selain diriku.'

Arvani pun kembali diam. Putus sekolah tidak membuatnya menjadi orang bodoh. Malah dengan begitu ia bisa melihat secara langsung interaksi sosial manusia yang mungkin tidak pernah diajarkan di sekolah. Seperti tentang keluarga kecil dengan dua anak di mana hanya satu anak sajalah yang diberi kasih sayang.

Interaksi di mana seorang suami pergi dengan orang asing meninggalkan keluarga kecilnya. Interaksi di mana seorang pria hanya peduli pada nama baiknya dan tega menampar anaknya sendiri di depan umum.

Perempuan itu juga pernah melihat secara langsung ketika seorang anak berusia 10 tahun yang sedang bermain di sungai membangkitkan kekuatan Miraclenya dan membuat semacam angin kencang.

Kekuatan miracle sendiri berbeda-beda tiap orang. Kebanyakan bangkit pada usia 10 tahun ada yang lebih cepat ada yang lebih lambat.

Arvani contohnya. Dia membangkitkan miraclenya di usia 20 tahun. Sedikit mengejutkan mengingat postur tubuh serta wajah Arvani yang membuatnya terlihat seperti berusia 18 tahunan.

Dalam satu keluarga biasanya akan memiliki miracle yang mirip. Misal si ayah bisa mengeluarkan api biru dan anaknya bisa mengeluarkan api hitam. Inilah salah satu alasan berdirinya keluarga bangsawan agung. Mereka mewarisi miracle yang hebat dari nenek moyangnya.

Bisa jadi di mana depan orang-orang normal atau yang tidak memiliki miracle jumlahnya akan jadi sedikit atau bahkan langka. Begitupun dengan hewan-hewan yang ada saat ini.

Tap!

Arvani menghentikan langkahnya. Dia dihadapi dengan dua jalan bercabang. Karena hari sudah gelap, perempuan ini tak tahu harus pergi ke mana.

Mata hitamnya melirik ke sekitar. Ada banyak rumah-rumah pinggir jalan yang sudah terbengkalai. Sebagainya besar pintu dan jendela sudah hilang dan dimasukin tanaman merambat.

Arvani memutuskan untuk kembali, ia ingat jika dirinya sempat melihat sebuah rumah yang agak besar dengan tulisan.

Kantor Kepala Desa.

Tulisannya tidak terlalu jelas. Arvani pun masuk. Pintu rumah itu sudah roboh dan jendela yang pecah membuat Arvani harus waspada agar tidak menginjak kaca.

'Apa yang kau cari?'

"Peta desa. Harusnya tiap kantor kepala desa punya. Oh, ketemu."

Mata hitam Arvani tertuju pada papan miring di dinding. Perempuan itu mengamati dengan seksama, mengingat beberapa tanda dan jalur lalu keluar dari sana. Betapa mudahnya ia mengingat semua jalur tersebut.

Kesan Kensei terhadap Arvani naik satu poin karena hal ini.

'Sepertinya desa-desa di sekitar sini pernah dihuni oleh manusia. Mungkin sekitar puluhan tahun kebelakang. Apa aku benar?'

"Kau benar. Kata orang-orang, 20 tahun yang lalu muncul seorang pemilik miracle yang bisa mengabulkan permohonan. Pemilik Miracle itu mengabulkan permohonan seorang anak yang tidak ingin monster muncul di negara ini. Singkat cerita permohonan itu terkabul, orang-orang senang dan mulai membangun peradaban di luar tembok.

Akan tetapi, begitu si pemilik Miracle itu mati, permohonan pun berhenti. Monster kembali muncul dan orang-orang tak sempat menyelamatkan diri. Tamat."

'Mengabulkan permohonan ya ... Itu jenis miracle yang paling langka.'

"Yup, tak heran ada beberapa orang yang mengira pemilik miracle itu dibunuh oleh orang lain."

Percakapan pun berakhir.

Di sepanjang jalan Arvani kerap merasakan getaran dan suara terendam di bawah tanah dari kereta yang bergerak. Di bawah langit berbintang, Arvani terus melangkah tanpa henti.

.

.

.

Ibu kota Negara Zamrud Katulistiwa.

Di suatu gedung milik departemen khusus yang menanggulangi segala masalah tentang para pemilik miracle atau nama lainnya departemen ketahanan khusus (DKK).

Terlihat seorang pria kekar dengan pakaian tentara berjalan cepat menuju ruangan tempat kepala departemen atau direktur berada. Tatapan matanya garang seolah bisa membunuh seekor singa dalam sekali tinju.

Brak!

Pria itu mendobrak pintu dan melihat Direktur sedang disibukkan dengan tumpukan kertas di mejanya.

"Ada apa, Pratama?"

"Apa maksudmu dengan memberi ijin pada kelompok musuh memasuki negara ini, Farel?" Pratama bertanya balik. Nafasnya menggebu-gebu seolah ingin menghajar pria dengan tatapan datar dihadapannya.

Farel termenung, kepalanya mencoba mengingat kembali kelompok yang sekiranya dianggap musuh oleh Pratama selaku menteri pertahanan ini.

"Oh! Maksudmu pemilik miracle dari negeri Matahari Terbit itu. Mereka ke sini hanya untuk mencari sesuatu yang rahasia."

Brak!

Pratama mendobrak meja. "Apa kau tahu kalau negara kita sedang dilanda krisis akibat kemunculan zombie?"

"Tetot! Kau salah besar, Pratama." Farel menyilangkan tangannya, "masalah besar di negeri kita tercinta ini adalah korupsi. Jika saja para wali kota tidak mengambil dana pembuatan dinding maka para zombie tidak akan masuk. Jika saja para wali kota mengijinkan para pengemis di luar tembok masuk maka jumlah zombie takkan meningkat pesat.

Negara kita tidak pernah kekurangan pemilik miracle yang berbakat, Pratama. Para pemilik miracle yang keluar dari negara atau yang katamu mengkhianati negara itu hanya tidak terima bekerja secara cuma-cuma."

Walau nada ucapan datar dan memasang senyuman, Farel jelas menyindir pemerintah yang tidak becus. Sebagai direktur departemen khusus dia sudah sering kali menghadapi diskriminasi dari beberapa dewan rakyat.

Mereka pikir tugas untuk mengurus pemilik miracle itu seharusnya diberikan pada pihak militer.

Farel kemudian tersenyum tipis. Ia mengambil secangkir kopi di mejanya lalu meneguk sekali dengan santai.

"Tenang saja, Pemilik Miracle dari Negeri Matahari Terbit itu mau membereskan para zombie sebagai ganti izin masuk. Kalau mereka berbuat ulah maka pihak kita akan mendapat kompensasi yang cukup untuk menutupi kekurangan dana pembangunan tembok."

Kali ini Pratama diam. Walau dirinya tidak pernah melakukan tindak korupsi bukan berarti dia tak bersalah di sini.

Pria kekar itu pun mengalah.

"Apa yang mereka cari di sini?"

Farel mengangkat bahunya santai. "Tidak tahu, yang jelas itu bukan barang berharga milik negara."

"Sebaiknya sekarang kau pergi dan menyuruh pasukanmu untuk pergi ke kota-kota yang menerima serangan Zombie. Aku sudah mengirimkan petugas pemilik miracle ke beberapa titik."

Pratama mendengus pelan lalu keluar dari ruangan direktur. Farel yang melihat punggung Pratama yang perlahan menghilang pun menghela nafas panjang.

"Ah, aku harap ada orang gila yang membunuh hama pengganggu di negara ini."

More Chapters