"Hoaaahm...."
Aku benar-benar tertidur pulas di tengah kuliah yang sudah lama tak kuikuti. Begitu kelas selesai dan aku keluar, aku langsung meregangkan badan.
Menghancurkan satu dungeon saja badanku tidak sepegal ini.
Memang, suara dosen bagi mahasiswa yang malas belajar adalah obat tidur paling manjur.
'Pulang ah, lanjut main game.'
Sambil berpikir begitu, aku melangkah perlahan.
Di ponsel yang kupegang, aku sedang menonton siaran langsung (streaming) dari game yang kumainkan sambil berjalan.
[ Demon Impact! Kekuatan iblis meledak! Rasanya segar sekali! ]
Seorang streamer sedang memainkan karakter yang mengucapkan dialog-dialog memalukan yang mustahil diucapkan di dunia nyata dengan santainya.
Sialan, tolong matikan suara karakternya dong. Aku nggak bawa earphone, malu tonton di luar kalau begini.
Aku mengirim sedikit donasi ke streamer itu.
Seketika streamer itu berteriak, [ Woooooh! Terima kasih Alheim-nim atas donasi 30 ribu won-nya! Minta matiin suara karakter? Nggak mau wleee. Malah bakal makin sering kupakai! ]
"Rasanya segar sekali!"
Dia mulai melakukan spam skill yang memicu dialog itu berulang-ulang.
Dasar brengsek.
Kalau menuruti emosi, rasanya ingin kurobek-robek dia sekarang juga.
Tapi sabar dulu.
Mau balas dendam atau tidak, nanti saja dipikirkan di rumah. Aku melanjutkan langkah.
"Hehe...."
Tak bisa menahan tawa membayangkan caraku akan membunuhnya (di game) nanti, aku senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
Saat sedang berjalan menuju gerbang utama untuk pulang, terdengar suara dari belakang, "Permisi."
Aku berhenti dan menoleh.
"Ya?"
"Kamu cantik banget, boleh minta nomor hp-nya nggak?"
"Udah punya pacar."
"Yaaah, punya pacar juga kan seenggaknya boleh bagi nomor."
Yang menegurku adalah mahasiswa laki-laki satu kampus yang baru pertama kali kulihat.
Bagi mantan laki-laki yang jadi perempuan sepertiku, ini bukan situasi yang ingin kualami. Tapi aku merasa sudah menolaknya dengan cukup sopan.
"Haaah."
"Loh? Kok tiba-tiba menghela napas?"
"Nggak mau kasih, jadi pergi sana. Harus banget ya ngomong sekasar ini baru ngerti?"
Terkadang ada tipe orang seperti ini.
Bilang "sudah punya pacar" itu kan penolakan secara halus.
Tapi ada saja yang tidak paham maksudnya dan malah makin lengket.
Tentu saja, menghadapi orang seperti itu, aku sengaja bicara kasar biar mereka ilfeel sekalian.
"Cih, mentang-mentang cantik."
Aku sudah biasa mendengar gerutuan seperti itu.
Dibilang nggak punya sopan santun atau apalah, biarin aja.
Kalau bersikap begini, hidupku jadi lebih tenang ke depannya.
"Cantik itu segalanya, tahu~."
Dia mungkin sedang mengataiku di depan teman-temannya dan tidak mendengarku.
Tapi aku tetap meneriakkan kalimat kekanak-kanakan yang bikin emosi ke punggungnya itu.
Toh kalau mereka tahu asliku siapa, paling mereka bakal kabur sambil teriak "Dasar banci/bencong", atau malah makin nafsu sambil bilang "Dulunya cowok? Wah, malah makin enak dong".
'Untung aku punya telekinesis.'
Kenangan buruk masa lalu hampir saja muncul, tapi aku menggelengkan kepala mengusirnya.
Ayo cepat pulang dan hancurkan si streamer sialan itu.
Aku mempercepat langkah dengan semangat.
Sampai tiba-tiba ponselku bergetar hebat, mengirimkan peringatan munculnya Gate di dekat sini.
"Apaan nih."
Gate pas aku mau pulang?
Perasaanku nggak enak.
Dua dungeon dalam sehari itu terlalu berlebihan (over pace). Saat aku sedang ragu apakah harus pergi atau tidak...
Telepon dari wanita bernama Yoo Ha-young masuk tepat waktu.
[ Hunter-niiiim! ]
"Aduh, telingaku mau pecah."
[ Hah! Maaf. Tapi Hunter-nim lihat peringatannya, kan? ]
Sepertinya karena Gate muncul dekat kampusku, dia mengecek lokasiku lalu menelepon.
Sialan, hak akses pelacakan lokasi terkutuk.
"Iya. Terus, minta saya ke sana?"
[ Hehehe, kan Hunter-nim Kelas S. Kebetulan dekat juga, tolong yang ini satu saja ya. ]
Aku menghela napas pelan agar tidak terdengar di telepon.
Kalau bukan gara-gara Gate yang muncul di dekat rumah waktu itu, aku pasti sudah menolak permintaan macam ini mentah-mentah.
"Hah, harusnya waktu itu aku nggak termakan omongan manismu. Aku terlalu polos waktu itu...."
[ Eh? Jadi mau pergi kan? Makasih, Hunter Hwang Eun-ha! ]
"Hari ini saya udah dua dungeon, jadi kalau berhasil clear, tolong uang insentif tambahannya dihitung yang benar dan dimasukkan ke rekening ya."
Cih.
Aku mematikan telepon dan memutar arah langkahku.
Dasar streamer sialan, hoki banget dia.
Padahal hari ini aku berniat menghancurkannya habis-habisan sekalian buat pelampiasan stres.
'Si Kang Tae-woo pasti ada di sana juga, kan?'
Memikirkan harus melihat wajah yang tidak ingin kulihat lagi, aku menghela napas lagi.
Kalau di depan orang yang tidak kukenal, aku bisa pakai kekuatanku sesuka hati.
Tapi di depan orang yang mengenalku, itu sama saja memberi tahu mereka apa saja kemampuanku.
"Kamu datang juga?"
"Eh? Eun-ha, ketemu lagi di sini."
Helaan napas tak bisa kutahan.
Jantung Kang Tae-woo berdebar kencang setelah menerima pesan penaklukkan dungeon.
Penyelamat hidupnya, Hwang Eun-ha, yang biasanya tidak pernah mau ikut campur urusan dungeon kecuali sangat terpaksa.
Dia ingin melihatnya lagi.
Hanya karena Eun-ha tidak pernah tampil di muka publik dunia Hunter, orang tidak tahu. Tapi ini adalah kesempatan untuk melihat kembali sosok yang sebenarnya memiliki kekuatan overpowered itu bertarung.
'Kalau Gate sedekat ini, Eun-ha yang kukenal tidak mungkin mengabaikannya.'
Kang Tae-woo ingat betul.
Dulu Eun-ha bilang tidak mau ikut campur, tapi diam-diam mengawasi situasi sampai akhirnya turun tangan tepat sebelum anggota guild mati semua.
"Loh, dia yang tadi?"
"Wanita itu Hunter juga?"
Setelah kejadian itu, sepertinya dia hampir tidak pernah ikut penaklukkan dungeon lagi.
Akhir-akhir ini, keberadaan Hwang Eun-ha di kalangan Hunter hampir tidak terdengar.
'Dia memang bilang ingin hidup tenang sih.'
Dan seolah membuktikan kata-kata itu, di antara para Hunter yang berkumpul buru-buru untuk eksplorasi dungeon darurat ini, tidak banyak yang mengenali Hwang Eun-ha.
Kalau ada, paling cuma dua pria di sana.... Tapi sepertinya mereka mengenalnya secara pribadi, bukan sebagai sesama Hunter.
'Benar kan, dia nggak mungkin mengabaikan dungeon sedekat ini.'
Memang dia datang atas kemauan sendiri, tapi sepertinya dia sangat tidak rela.
Hal pertama yang Kang Tae-woo lihat begitu Eun-ha sampai adalah dia menghela napas panjang.
"Kamu datang juga?"
"Eh? Eun-ha, ketemu lagi di sini?"
"Yah, karena ada panggilan tugas, jadi harus datang."
"Bukannya itu boleh diabaikan ya?"
Melihat Eun-ha menunjukkan pemahaman yang sangat salah, Kang Tae-woo sejenak bingung.
Apa wanita ini tidak punya pengetahuan dasar hukum Hunter yang wajib diketahui semua Hunter?
Tapi mengingat dia salah satu dari sedikit Kelas S di Korea yang tidak bisa disenggol negara sembarangan, Kang Tae-woo memaklumi jawaban yang dia temukan sendiri itu, lalu meluruskan pemahaman Eun-ha.
"Kalau diabaikan itu melanggar hukum."
"Oh ya? Tapi pas aku daftar nggak ada pelatihan wajib Hunter, jadi aturan itu nggak berlaku buatku."
Tampaknya si pelanggar hukum ini tidak berniat mendengarkan.
"Woi, Hwang Eun-ha!"
Saat mereka sedang mengobrol hal yang tidak penting.
Melihat kemunculan pria yang selalu mengganggu urusannya dari kejauhan, Tae-woo tanpa sadar mengernyitkan wajah.
Pria tanpa kemampuan (non-Awakened) yang selalu menghalang-halangi setiap kali Tae-woo berusaha merekrut Hwang Eun-ha.
"Apaan sih, Jin-wook. Ngapain ke sini?"
"Takut kamu kumat lagi terus nekat masuk dungeon."
"Kan cuma eksplorasi biasa."
"Tadi pagi kamu udah hancurin satu dungeon. Mana ada aturan yang maksa sehari dua kali?"
Kali ini pun sepertinya dia berniat mengganggu eksplorasi dungeon. Pria menyebalkan itu berkata, "Ayo pulang," sambil meraih tangan Hwang Eun-ha dan menariknya pelan.
Bagi Hunter, masuk ke Gate adalah kewajiban sekaligus hak.
Atas dasar apa dia melarangnya?
"Hei."
Kang Tae-woo pun menghadang Jung Jin-wook, lalu membuka mulut dengan nada suara yang menyiratkan kekesalan di depannya.
Dia kesal.
Seharusnya orang biasa sepertinya bahkan tidak boleh mendekat ke area Gate, tapi mentang-mentang akrab dengan Hunter Kelas S, dia malah menghalangi apa yang ingin dilihat Tae-woo.
"Biarin aja kenapa sih? Dia sendiri yang mau masuk kok."
Aku sudah menduga Jin-wook bakal datang ke sini.
Dia tahu semua yang kualami setelah kembali ke dunia modern, jadi dia selalu mengkhawatirkan keselamatanku melebihi dirinya sendiri.
Mungkin ini juga salah satu bentuk kekhawatirannya.
"Halo, Senior Jung Jin-wook. Anda tahu kan kalau warga sipil dilarang ikut campur urusan Hunter?"
"Tahu banget."
"Terus kenapa dari kemarin Anda selalu menghalangi apa yang saya lakukan?"
Kang Tae-woo sepertinya benar-benar marah, dia bicara pada Jin-wook dengan nada yang menyiratkan dia sudah habis kesabaran.
'Dari kemarin' itu.... maksudnya waktu dia mengejarku buat masuk guild-nya ya?
"Karena kamu selalu minta hal yang nggak masuk akal."
"Hah, Hunter masuk guild dan menaklukkan Gate itu hal yang wajar, kok dibilang nggak masuk akal. Situ waras?"
"Entahlah. Apa kamu masih bisa ngomong gitu setelah lihat ini?"
Jin-wook berkata begitu sambil memegang lenganku, lalu tanpa peduli persetujuanku, dia menyingsingkan lengan bajuku hingga terekspos di bawah sinar matahari.
Aku panik karena kulitku dipamerkan tanpa izin. "Jin-wook, apa-apaan sih!" bentakku.
Tapi dia tetap mencengkeram pergelangan tanganku dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Ini...?"
Mata Kang Tae-woo terbelalak melihat lenganku. Dia melemparkan tatapan yang menuntut penjelasan tentang apa yang terjadi padaku.
Benar.
Hunter seharusnya tidak punya gejala seperti ini.
Meski ada yang sakit, biasanya mereka mengandalkan kemampuan fisik Awakened untuk menahan risikonya.
"Haaah. Jin-wook....."
Aku menghela napas panjang.
Kalau sudah begini, mau tidak mau harus dijelaskan.
"Oke, Kang Tae-woo. Jadi sebenarnya gini...."
