Setiap malam, udara dalam rumah ini menghembuskan racun yang pelan-pelan
seperti peluit patah.
Suasananya mencekam bak di film-film horror.
Kupikir aku telah sampai di sana, rupanya aku hanya musafir di kerongkongan. Yang memamah mimpi dan meludahkannya dalam bentuk abu.
Aku yang mereka kira berdiri, nyatanya telah lama menjadi serbuk yang menempel di sela-sela genting.
Yang dibiarkan ada, bukan karena diingat, tapi karena malas dibersihkan.
Bahkan kelopak mata mereka tak sanggup terbuka secara alami, sebab wafatnya hati nurani.
Banyak sekali serangga yang dipelihara baik-baik olehnya.
Sementara aku susah-payah menjadi cairan pembasmi serangga.
Serangga itu sengaja diternak, supaya terdidik sama persis dengan watak si peternak.
Aku dipaksa akrab oleh serangga tersebut, yang semula betul-betul menjadi keresahan bergerak.
Ternyata si peternaklah sebagai alergi yang paling mematikan.